Tuesday, February 28, 2012

Menanti Angkatan Laut Republik Indonesia Yang Tangguh Di Laut Sulawesi.

(KRI Diponegoro, salah satu dari 4 Sigma Class terbaru Indonesia)

Memanasnya kawasan Ambalat yang merupakan bagian dari Laut Sulawesi beberapa tahun yang lalu dan menjadi potensi besar yang berdampak pada kesetabilan ekonomi, politik dan keamanan di wilayah ini, khususnya bagi kabupaten dan kota yang berbatasan dengan Malaysia Timur dan Filipina Selatan.

Sepanjang sejarahnya, Laut Sulawesi menjadi ajang perebutan kekuasaan yang sebelumnya berlaku antara kerajaan dan kesultanan tradisional seperti Bulungan, Sulu dan Brunai yang kemudian perseteruan itu dilanjutkan lagi oleh Belanda, British (Inggris) dan Spanyol. Masalah bajak laut dan perdagangan budak yang terjadi pada abad 17 hingga 19 M, menjadi warna tersendiri yang juga mempengaruhi stabilitas dikawasan sengketa tersebut.

Jauh-jauh hari sebelum mendiang AB. Lapian berpulang, sang nahkoda telah menegaskan perlunya bangsa ini memperhatikan kawasan Laut Sulawesi yang kaya akan potensi ekonomi namun juga kaya akan potensi sengketa yang dapat berujung pada tragedi kemanusiaan.

Seteru Angkatan Laut dan Bajak Laut.

Sejarah berdarah dikawasan laut Sulawesi bukan hanya beberapa puluh tahun lalu saja terjadi, memanasnya ambalat yang kaya akan sumberdaya mineral, jauh berabad sebelumnya potensi laut dan perdagangan menjadi sengketa juga tak kalah serunya.
Sultan Bulungan, Alimuddin Sang Penakluk (1777-1817), yang sebelumnya telah menyatukan wilayah utara dan Selatan Bulungan, harus mengangkat senjata untuk menghadapai serangan bajak-bajak laut yang merupakan musuh tradisional Bulungan selama 40 tahun usia pemerintahannya.

(Kapal Cepat Rudal 40 Indonesia, makin gahar dengan rudal R-HAN dan C-705)

Ia tidak hanya dikenal sebagai pemeluk agama Islam yang baik, namun juga diplomat yang ulung dan panglima militer yang disegani. Bakat militernya telah diasah sejak masih belia dan turut pula bersama sang ayah, Wira Amir atau Sultan Amiril Mukminin (1731-1777) menghadang serangan bajak laut yang tidak hanya menghancurkan perkampungan tapi juga menangkapi rakyat Bulungan yang dijual di pasar budak.

Memiliki angkatan laut yang kuat menjadi impiannya, melindungi rakyatnya adalah keinginannya. Salah satu misi militer yang dikenal dalam sejarah Bulungan adalah pembebasan Tawau, armada laut bulungan dibawah komado putra Alimuddin, Laksamana NI’ sukses meghancurkan gerombolan bajak laut yang meneror perairan Teluk Sebuku -Santa Lucia, dalam lidah orang Spanyol- serta mengontrol kekuatan ekonomi, politik dan keamanan daerah tersebut, Bulungan menjadi segera menjadi Kesultanan maritim yang cukup kuat hingga penetrasi Belanda dan perjanjian Belanda dan Inggris di Pulau Kalimantan pada 1912. Pada tahun 1916, Belanda menetapkan Staatsblad 1916 No.115. tentang batas wilayah Kesultanan Bulungan dengan daerah Inggris di Kalimantan Utara, berakhirlah kekuasan Bulungan atas wilayah tawau.

Peristiwa ini digambarkan dengan apik dalam kilasan sejarah bulungan:

“Dari permulaan politik kontrak disahkan, hingga tahun 1914 hanja dua orang Controleur, pertama di-Tanjung Selor merangkap Ctr. Tarakan dan Malinau, kedua di-Tawau, tetapi dalam tahun 1902 Ctr. Tawau membunuh diri karena kedudukanja djatuh ditangan kompeni Inggeris, sebab2nja tidak njata, tetapi dalam tahun 1911 selalu lagi daerah Tawau itu dikundjungi oleh Ctr. Bulongan entah apakah jang dimaksud tindjauan itu”.

Selain Bulungan yang berseteru dengan bajak laut, Belanda juga tak ingin kehilangan momentum, keinginan belanda adalah menciptakan pemerintahan yang teratur dan kuat dibawah genggaman pemerintah belanda atau Pax Naderlanica, namun impian itu tak akan tercapai bila tak mampu menguasai Bulungan untuk menghentikan dominasi Inggris yang bergerak ke selatan. Apalagi setelah James Brook, seorang petualang Inggris yang mengunjungi Kesultanan Brunei 1840 dan memberikan ganti rugi untuk menguasai Bandar niaganya, sikap James Brook mendapat rekasi protes dari pemerintah Kolonial Belanda, namun Inggris beralasan bahwa negaranya belum berniat menjadikan Brunei sebagai koloninya, walaupun sejarah akhirnya membuktikan Inggris akhirnya berhasil menjadikan kawasan Kalimantan utara (Nort Borneo) sebagai wilayah koloninya.

Melemahnya Angkatan Laut Bulungan setelah pertempuran dengan armada kesultanan Gunung Tabur yang dibantu oleh pelayar Inggris pada tahun 1862, serta tak stabilnya pemerintahan setelah wafatnya Sultan Datuk Alam Muhammad Adil (1873-1875), makin memuluskan jalan bagi pemerintah belanda untuk menguasai Pantai timur Kalimantan bagian utara ini, Belanda juga berpijak pada perjanjian yang dibuat pada tahun 1850 yang melegalkan keberadaan mereka diperairan tersebut.

Sebelumnya Belanda menginvasi ibu kota Kesultanan Kutai, Tenggarong pada tahun 1844, begitu pula penyerangan empat armada Belanda yaitu Korvet Heldin, Brik Syiwa, skuner korokodil, dan Kastor atas Kesultanan Sembaliung di Batu Putih tahun 1834. Lebih gilanya lagi, Dengan dalih membasmi bajak laut dan menciptakan keamanan armada Belanda juga menembaki kota Jolo, ibu kota dari kesultanan Sulu yang dianggap Belanda berperan dalam menyuplai bajak-bajak laut diwlayah berairan Berau-Bulungan.

Hubungan segitiga antara Belanda, British dan Spanyol dikemudian hari ternyata disatukan dalam berbagai perjanjian yang menjamin keamanan antara ketiga negera tersebut, salah satu dalihnya adalah membasmi bajak laut diperairan Sulawesi.

Armada Laut Tengah, Perisai Indonesia di laut Sulawesi.


Rencana pemarintah untuk menambah satu lagi armada laut di kawasan laut Sulawesi yang juga dikenal sebagai ALKI II menjadi jawaban bagi ancaman di perairan laut yang kaya potensi ini.

(satu dari empat LPD Indonesia)

Indonesia telah memiliki dua armada yaitu Armada laut barat dan Armada Laut timurm, kekuatan pemukul terbesar ada dikawasan timur sehingga menjadikan Surabaya sebagai Naval Base terbesar di Asia Tenggara.

Gangguan kedaulatan yang terjadi di kawasan Ambalat dan lepasnya Simpadan serta Ligitan, mau tak mau menjadi pelajaran penting bagi bangsa ini untuk mengalihkan pandangan yang lebih luas dikawasan laut Sulawesi.

Kita juga tak dapat menampik sejarah penyerbuan tentara Jepang atas Tarakan –tahun 1942- yang menggoyahkan kekuasaan belanda di mulai di perairan yang keramat ini. Misi pemerintah menambah jumlah armada menjadi tiga wajib di dukung oleh seluruh elemen bangsa ini. kita tak ingin mengulangi kesalahan Hindia Belanda dimasa lampau yang memusatkan seluruh kekuatan militer pulau Jawa.

Jumlah KRI yang semakin bertambah baik kualitas dan kuantitas tiap tahun, memungkinkan pembentukan armada laut tengah terjadi. Indonesia negara dengan panjang garis pantai 1,9 juta ini harus mampu mengembangkan pertahanan mandiri tanpa harus terus tergantung dengan orang lain.

Bangsa ini memiliki potensi SDM maupun SDA yang mampu dan mumpuni bila benar-benar di kelola dengan baik, dalam segi alutsisita kita telah mampu membangun secara mandiri. Dilaut, PT. PAL mampu membangun LPD Banjarmasin dan Makassar Class serta KCR-40 merupakan contoh nyata kemampuan Berdikari Indonesia membangun angkatan lautnya sendiri.

Saturday, February 25, 2012

F-16 Indonesia, Rajawali Pembelah Angkasa.

(F-16 Kebanggan Indonesia)

F-16 Fighting Falcon adalah jet tempur multi-peran yang dikembangkan oleh General Dynamics (lalu di akuisisi oleh Lockheed Martin), di Amerika Serikat.

Pesawat ini awalnya dirancang sebagai pesawat tempur ringan, dan akhirnya ber-evolusi menjadi pesawat tempur multi-peran yang sangat populer.

Kemampuan F-16 untuk bisa dipakai untuk segala macam misi inilah yang membuatnya sangat sukses di pasar ekspor, dan dipakai oleh 24 negara selain Amerika Serikat, Indonesia termasuk negara yang menggunakan pesawat tempur terpopuler di banyak negara Ini.

Kiprah F-16 di Indonesia banyak menuai pujian, salah satunya peristiwa intercept F-16 terhadap F-18 Amerika yang melintas di perairan Indonesia, pesawat tempur kebangaan bangsa inipun juga bertugas mengawal pesawat kepresidenan, jika RI 1 melakukan kunjungan ke daerah-daerah di Indonesia, bahkan saat konflik Ambalat memanas, 1 Flight Rajawali ini juga sempat menunjukan cakarnya. Memberikan rasa aman dan bangga bagi bangsa ini.

TNI Angkatan Udara yang sebelumnya memiliki 12 ekor, akan memiliki tambahan 24 ekor lagi yang di ugread ke Blok 52, ini tentu sangat membanggakan.

Rasanya sudah tak sabar lagi melihat Rajawli-rajawali Indonesia itu membelah langit dan menggentarkan hati setiap lawan yang berniat mengusik NKRI tercinta.

Selamat bertugas Eagle-eagle baru Indonesia!.

Foto-foto F-16 Indonesia




Monday, February 20, 2012

Mengangkat lagi kepermukaan, Sejarah Kapal Selam di Front Tarakan.

(Kapal selam K-X, salah satu yang pernah di tugaskan di perairan Tarakan semasa Pasifik pecah)

Sebuah berita gembira saya baca beberapa waktu yang lalu, indonesia akan menambah lagi 3 armada kapal selam dari pabrikan "Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering Co Ltd" (DSME) yang dilakukan dalam bentuk joint production Indonesia-Korsel. Indonesia sendiri akan merancang kapal selam setelah melakukan Transper of Teknologi (TOT) dari korsel yang dimulai tahun 2020.

Changbogo class demikian nama yang diemban kapal selam paling mutahir TNI AL yang direncanakan bertugas sekitar tahun 2012 ini. Kapal selam ini memiliki berat 1.500 Ton, walau disebut Type 209 namun teknologi persenjataan yang diusungnya adalah Type 214, ini membuat kemampuan kapal selam terbaru ini tak kalah dengan kepal-kapal selam lainnya, Korea sendiri mendapat lisensi langsung Jerman yang tak lain adalah datuknya kapal selam dalam sejarah.

Saat ini Indonesia sudah memiliki dua buah kapal selam pabrikan Howaldtswerke, Kiel, Jerman Barat sejak 8 Juli 1981 –sebelumnya di era Bung Karno kita memiliki 12 kapal selam kelas Whiskey tahun 1960-an dari Rusia-, kedua kapal selam kebanggaan negara saat ini yakni KRI Cakra 401 dan Nenggala 402, kemampuan dan persenjataan keduanya sendiri telah ditingkatkan, KRI Cakra sendiri sudah bertugas setelah mengalami Repowering begitu pula KRI Nenggala yang telah melakukan Overhoul di pabrikan yang sama menelurkan Changbogo class, "Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering Co Ltd" (DSME), Korea Selatan.

Kabarnya, kapal-kapal selam mutakhir ini juga akan di operasikan disekitar perairan selat Makasar, khususnya disekitar perairan Tarakan dan Ambalat, konon penempatan ini tak lain untuk menyambut dua buah kapal selam baru negara sahabat, - KD Tun Abdul Razak dan KD Tun Abdul Rahman yang sebelumnya sudah berpangkalan di Teluk Sepanggar, Sabah, - Bila seandainya dua buah Scorpene class itu ingin melakukan kunjungan “silaturahmi” di perairan Indonesia.

Saya jadi teringat kisah pengoperasian kapal selam di perairan Tarakan sebelum indonesia merdeka, kapal selam rupanya punya sejarah tersendiri di front Tarakan, kisah mengenainya hampir terlupa oleh sejarah, tak ada salahnya kita angkat kembali kepermukaan, menjadi sebuah pelajaran bagaimana pentingnya sebuah pertahanan yang handal bagi negara ini.

Sub Marine Tipe Kolonie, Monster Bawah Laut Sekutu di Front Tarakan.

Hindia Belanda semasa “diasuh” oleh Holand, merupakan termasuk negara koloni yang lamban memodernasi alat utama sistem senjata yang dimilikinya, banyak peralatan yang digunakan merupakan produk kelas dua dari pabrikan Amerika maupun tinggalan perang dunia pertama. Namun pemerintah Kolonial Hindia-Belanda nampaknya boleh bangga karena mereka memiliki sejumlah kapal selam dimasa itu yang sempat dioprasikan semasa pecah perang pasifik.

Menurut catatan sejarah, kapal selam hindia belanda jumlahnya cukup banyak, diantaranya adalah K-VIII, K-IX, K-X, K-XVIII, K-XVII, K-XV, K-XIV, K- XIII dan K- XII, istilah “K” sendiri mengacu pada nama Kolonien. Kapal-kapal selam ini dulunya sebelum diberangkatkan ke Hindia Belanda sempat berpangkalan di galangan kapal Rotterdam, kemudian sejak 1934 beberapa kapal selam tersebut telah ditempatkan di Nieuwediep (Belanda).

Kapal selam ini dibuat di galangan kapal Rotterdamse Droogdok Maatschappij, Rotterdam, serta didesain oleh orang Belanda sendiri JJ van der Struyff, B.Sc.

Pada tanggal 7 pebruari 1934, kapal-kapal selam ini berangkat menuju Hindia belanda dengan mengambil rute melalui Lisbon, Cadiz, Palermo, Port Said, Suez, Aden dan Kolombo. Kemudian pada tangga 12 Apr 1934, Kapal selam tiba di Padang dan dilayarkan ke pangkalan angkatan laut di Surabaya.

Kiprah kapal selam ini mulai muncul kepermukaan setelah tanggal 19 Nov 1941, Submarine Divisi III yang terdiri dari K-XIV, K-XV dan K XVI berangkat dari Surabaya menuju Tarakan. Sejak tanggal 22 November, kapal-kapal ini sudah meronda disekitar perairan Tarakan.

Kekuatan kapal-kapal selam ini dibagi-bagi lagi, pada 8 Desember 1941 di malam hari, ada Perintah kepada Submarine Divisi III untuk membentuk garis piket Utara-Barat 'Stroomenkaap' dalam rangka untuk menutupi pintu masuk utara ke Selat Makassar. Dari posisi ini kapal-kapal selam itu juga bisa digunakan untuk pertahanan Tarakan (Kalimantan).

Mata-mata Jepang rupanya juga mengetahui, posisi pulau Tarakan hanya dipertahankan segelintir kapal selam yang selalu berpindah-pindah posisi, selain harus meronda disekitar Manado, ada juga yang di tarik Ke Balikpapan, alhasil di hari pendaratan tentara Jepang kapal selam yang meronda disekitar perairan Tarakan cuma sebiji belakangan diketahui kapal selam yang mempertahankan Tarakan adalah K-X yang bukan dari Divisi III, kapal selam ini dikomandoi oleh Letnan P. G. de Back, tiba di Tarakan pada 8 januarai 1942 setelah melakukan pelayaran dari Ambon. Tugas utama K-X saat itu adalah mengawal kapal penabur ranjau Prins Van Orange, namun kalah jumlah dan moril dari tentara penyerang, kapal selam sekutu ini gagal mempertahankan pulau Tarakan.

Walau begitu bukan berarti kiprah kapal selam kolonial diperairan Tarakan tamat, setidaknya diketahui pada tahun 1943 dan 1944, tak lama setelah pendaratan Jepang di Tarakan, kapal selam Hindia Belanda ini sempat melancarkan operasi pendaratan mata-mata dengan kode sandi “Phiton” dan “Squirel” disekitar perairan Sesayap dan Sesanip.

Demikianlah secuil sejarah kapal selam di perairan Tarakan semasa perang fasifik, semoga tulisan kecil ini dapat berguna mengingatkan kita betapa pentingnya sejarah maritim yang kita miliki. (ditambahkan dari berbagai sumber)

Sumber:

Santoso, Iwan. 2004. Tarakan “Pearl Harbor” Indonesia (1942-1945). PT Gramedia Pustaka Jakarta

http://www.dutchsubmarines.com/boats/boat_kx.htm

http://www.dutchsubmarines.com/boats/boat_kxvi.htm

http://www.dutchsubmarines.com/boats/boat_kxv.htm

http://www.dutchsubmarines.com/boats/boat_kxiv.htm

http://indomiliter.wordpress.com/2009/03/25/kri-cakra-siluman-bawah-laut-tni-al/

http://defense-studies.blogspot.com/2011/10/kapal-selam-yang-dipesan-tni-al-memakai.html

http://defense-studies.blogspot.com/2009/05/kri-cakra-401-pasca-repowering.html

http://defense-studies.blogspot.com/2009/08/kri-nanggala-akan-jalani-overhaul-di_24.html

http://defense-studies.blogspot.com/2011/05/ksal-pemeriksaan-kri-nanggala-segera-selesai.html

http://defense-studies.blogspot.com/2010/02/bikin-kapal-selam-pal-incar-jerman-dan-korea.html

http://defense-studies.blogspot.com/2009/08/2-kapal-selam-baru-ditargetkan-datang.html

Saturday, February 18, 2012

Merindukan Sukhoi di Langit Bulungan.

(1 Flight Sukhoi Indonesia melakukan patroli perbatasan)

Tiba-tiba atap genteng rumah serasa bergetar, kaget bukan buatan ketika mendengar deru pesawat tempur meraung-raung dilangit Bulungan, itulah perkenalan saya dengan Sukhoi yang benar-benar nyata dalam pandangan saya. Bulan Mei 2011, tentu pengalaman itu tak saya lupakan.

Awalnya saya sempat mengira terjadi penyusupan pesawat TUDM sehingga dikejar-kejar pesawat TNI AU dan kemudian di usir keluar wilayah kedaulatan Indonesia. Saya ingat bahwa ada empat pesawat terbang rendah dan suaranya serasa memecah gendang telinga, dengan formasi empat pesawat dipecah jadi dua ke arah yang berlainan namun masih diwilayah kota tanjung selor dan sekitarnya, berulah setelah kami tahu bahwa itu adalah 1 Flight atau 4 pesawat Sukhoi Indonesia yang sedang patroli, rasa bangga membumbung didalam dada. Akhirnya sang Rajawali keluar juga dari sarangnya!.

beragam kisah menarik terjadi, patroli dihari pertama sekitar jam 09.00 atau 90.20. 1 Flight pesawat tempur tiba-tiba melintas, karuan saja masyarakat sempat kaget karena melihat pesawat tempur dengan kecepatan penuh meliuk-liuk seperti elang mengincar anak ayam, bahkan salah sebuah kantor yang terletak diatas ketinggian bukit (kantor Pariwisata Kabupaten Bulungan), konon kaca-kacanya sempat bergetar walau tak sampai pecah.

Dikota kecil seperti Tanjung Selor, berita patroli empat pesawat Sukhoi yang melintas dilangit Bulungan beberapa hari itu menjadi pembicaraan hangat, bagaimana tidak secara gratis seisi kota disuguhi pemandangan unik dan membanggakan melihat pesawat tempur kebanggan bangsa itu meliuk-liuk rendah seakan hanya beberapa meter dari bubungan rumah, kemampuan akrobatik para pilot membuat rasa bangga dihati, pun demikian juga dengan saya. Tak ayal lagi kemunculan Rajawali angkasa itu menjadi momen yang ditunggu-tunggu kehadirannya dilangit bulungan. Sayang saya tak dapat memotret barang seekorpun saking cepat nya pesawat itu melesat.

Koran lokal seperti Radar Tarakan secara gencar memberitakan patroli Sukhoi yang berangkat dari Makassar itu, yang membuat lidah berdecak kagum, diantara para tekhnisi pria terdapat pula seorang wanita Serda, Lusiani Purwaningsih, yang dipercaya menjadi tekhnisi salah satu pesawat serbu andalan Indonesia ini. Sukhoi-sukhoi Indonesia ini bersarang di Skuadron 11 Lanud Hasanuddin di Makassar.

Sukhoi bukan pesawat tempur sembarang, pesawat ini merupakan pesawat mutakhir Indonesia, bangsa ini juga memiliki sejumlah jet tempur selain Sukhoi, seperti Hawk 100/200, F-16, F-5E Tiger II, kedepan kita juga akan kedatangan pesawat tempur T-50 Golden Eagle, Super Tucano dan KFX.

Jenis pesawat Sukhoi yang berpatroli saat itu adalah dua Sukhoi 30 yang diterima TNI AU tahun 2009 dan dua Sukhoi 27 SKM yang diterima bulan September 2010, jadi 1 Flight ,-4 atau 6 ekor pesawat,- biasanya memang jumlah ideal dalam patroli udara.

Patroli pesawat tempur ini memiliki makna ganda, yaitu untuk meningkatkan dan menciptakan pertahanan udara dalam negeri sekaligus rasa nasionalis dan bangga bagi rakyat indonesia, juga bermakna warning atau peringatan bagi jiran kita untuk tidak mencoba-coba memasuki wilayah kedaulatan Republik indonesia. Nyatanya dihari pertama dan akhir patroli, tak sebijipun pesawat-pesawat TUDM yang keluar dari kandangnya berani terbang mendekati wilayah udara indonesia.

Soal armament, Sukhoi jelas tak di ragukan lagi kemampuan menggendong persenjataan dengan total berat 6000 kg. Termasuk di antaranya, 10 misil udara ke udara (AA), yang terdiri dari misil jarak menengah dengan semi active radar homing jenis R-27R1 (NATO menyebutnya AA-10A Alamo-A), misil AA jenis R-27-T1 (AA-10B Alamo-B) yang punya jangkauan 500 m hingga 60 km dan dipandu dengan infrared, serta R-73E (AA-11 Archer) yang berguna untuk pertempuran jarak dekat berpanduan infrared, dan mampu menerkam musuh dari jarak 300 m hingga 20 km. Sejata lainnya adalah rudal udara ke darat, serta aneka bom freefall seberat 100kg, 250 kg, dan 500 kg, bom cluster (25 kg – 500 kg) dan roket C-8, C-13, dan C-25. Plus, canon 30 mm jenis Gsh-301 yang mampu memuntahkan peluru 150 butir per putaran serta jarak jangkau sejauh jangkauan misil jarak pendek.

Tak semua armament digunakan saat patroli tersebut, namun yang tentunya istimewa adalah Sukhoi Indonesia juga dilengkapi dengan bom buatan dalam negeri yaitu P-100. Keistimewaan lain dari sukhoi adalah manuver patukan kobra alias Cobra Pugachev hasil kreasi Viktor Pugacev yang terkenal.

Hal ini semakin menegaskan bahwa TNI tak tinggal diam bila terjadi provokasi diwilayah negara Republik Indonesia, bukan hanya Sukhoi sebenarnya yang sempat diturunkan untuk patroli khususnya ketika Ambalat memanas, F-16 juga sempat keluar sarangnya untuk bertugas dalam operasi udara pengamanan Alur Laut Kepulauan Indonesia (AlkI) dan wilayah perairan Ambalat. Saya tahu betul itu karena saat saya melakukan penerbangan dari Balikpapan ke Tarakan beberapa tahun lalu, saya sempat melihat jejeran 1 Flight pesawat tempur F-16 disalah satu sudut bandara dalam kondisi siap tempur.

Harus saya akui pertemuan saya dengan Sukhoi begitu membekas, apalagi kedepan rencananya pemerintah akan membangun apron baru untuk pesawat tempur di bandara juata tarakan, otomatis jet-jet tempur Indonesia seperti Sukhoi, F-16, Hawk 100/200, Super Tucano dan T-50 bakal landing di Tarakan untuk misi patroli, saya berharap bisa melihat lagi Rajawali-rajawali Angkasa Indonesia itu mengepakkan sayapnya lagi dilangit biru bulungan. Semoga.

Friday, February 17, 2012

Sejarah baru Penerbangan Indonesia-Malaysia di Tarakan.

(pesawat ATR 72 seri 200 yang digunakan dalam rute penerbangan Tarakan-Tawau).

Beberapa saat yang lalu membaca sebuah koran Radar Tarakan periode Selasa 10 Januari 2012, yang isinya memberitakan mengenai rencana penerbangan pertama MAS atau Malaysia Airlines di Tarakan, sebuah mementum baru sekaligus membuka lembaran sejarah baru bagi hubungan Indonesia-Malaysia atau lebih spesifik lagi Malaysia Timur dengan Kalimantan Timur bagian utara (KALTARA) melalui jalur udara.

Penerbangan ini mengisi sejarah baru hubungan kawasan bertetangga yang lama terjalin berabad lamanya.

Hubungan Penerbangan Indonesia-Malaysia dikawasan Kalimantan.

Berbicara mengenai MASwing yang merupakan anak perusahaan Malaysia yang akan membuka rute Tawau-Tarakan sekitar Februari 2012 nanti, tentunya akan semakin memudahkan jembatan ekonomi yang memang sudah terjalin lama.

Ditempat asalnya maskapai negeri jiran ini sudah melayani penerbangan dikawasan Sabah dan Serawak, dalam sehari saja ada sekitar 130 penerbangan. Dibawah kepemimpinan Dato Capt Mohd Nawawi Awang, Chief Executive Officer (CEO) MASwing, maskapai penerbangan ini ingin lebih jauh lagi mengepakkan sayapnya, untuk itu mereka mencoba menembus pangsa pasar penerbangan Tarakan-Tawau, seperti yang kita ketahui bahwa jalur perdagangan dikawasan bertetangga itu biasanya dilalui melaui jalur laut dan adapula jalur darat. Kawasan ini tak pernah sepi dari pelintas sehingga perputaran uang yang cukup besar.

Dalam sejarah Kesultanan Bulungan, kesultanan pernah menguasai kawasan ini. Ekspedisi militer pertama dijalankan dimasa Sultan Alimuddin dengan melayarkan kapal-kapal perang dibawah komando putranya sendiri, Laksamana Ni’ untuk mengontrol ekonomi, hukum dan keamanan terhadap serangan bajak laut.

Seiring waktu kawasan ini menjadi daya tarik tersendiri, Pelayar dari barat khususnya Spanyol bahkan menamakan teluk sebuku yang bedekatan dengan Tawau, diberi nama Santa Lucia. Tentunya kondisinya sekarang tak lagi sama, khususnya setelah kota Tawau masuk kedalam kawasan Inggris dan pengaruh Bulungan perlahan tapi pasti memudar.

Dewasa ini hubungan Tawau- dan kawasan di utara kalimantan tetap terjalin dengan baik. Peluang pasar yang besar seiring berlomba-lombanya kota-kota dikawasan utara untuk membangun basis ekonomi yang mapan, apa lagi sesuai amanat kesejahteraan bersama yang didengung-dengungkan dalam BIMP EAGA, (Brunai-Indonesia-Malaysia-Philipina), otomatis membuka pangsa pasar dalam bidang transportasi ekonomi, namun dalam urusan penerbangan khususnya antara Malaysia Timur dan Kalimantan Timur bagian utara, jelas merupakan hal yang baru.

Menariknya untuk mempermudah segala urusan yang berhubungan dengan persoalan tiket, maskapai ini telah bekerja sama dengan pihak-pihak di Indonesia dan mencapai kesepakatan bahwa untuk mempermudah segala urusan dan menghindari selisih paham dikemudian hari, harga tiket disesuaikan dengan nilai dan mata uang masing-masing negara, artinya ditarakan dijual dengan mata uang Rupiah di Malaysia menggunakan Ringgit dan juga bisa menggunakan mata uang Dollar.

Dalam tahap awal penerbangan dijadwalkan tiga kali dalam seminggu, yaitu senin, rabu dan kamis. Harga tiket untuk sekali penerbangan dimuali dari USD 41 atau setara Rp. 381.000. Tiket sendiri dapat dibeli secara Online melalui internet selain melalui perwakilan yang akan ditempatkan ditarakan dan kawasan sekitarnya.

Sebagai catatan, penerbangan internasional Tarakan-Tawau ini akan connecting flight dengan penerbangan internasional lainnya, karena pesawat yang sama akan melanjutkan penerbangan ke kota Kinabalu, sehingga pisawat dapat pula melanjutkan penerbangan ke negara-negara lain.

Untuk rute Tarakan-Tawau, maskapai MASwing menerbangakan armada barunya ATR 72 seri 200 yang keseluruhan armada ini berjumlah 10 unit pesawat. Kode pesawat yang akan digunakan menggunakan kode penerbangan MH3141/3142-TWU/TRK/TWU, akan bertolak dari Tawau sekitar pukul 10.00 WITA dan pesawat sampai di Tarakan pukul 10.40 Wita, pesawat milik maskapai MASwing ini akan bertolak kembali ke Tawau dari Tarakan 11.05 WITA dan mendarat dikota tersebut kurang lebih pukul 11.35 WITA.

Tentunya kita berharap, terbukanya penerbangan rute kawasan Malaysia timur dengan Kaltara ini akan membawa dampak positif bagi kedua masyarakat dikawasan betetangga yang serumpun ini, tentunya tanpa mengindahkan kesamaan hak dan kesetaraan yang sama, serta menghormati aturan hukum yang berlaku dimasing-masing negara. Itu artinya kedua pihak harus sama-sama bisa diuntungkan dan bukan sebaliknya.

Hal yang juga menjadi pekerjaan rumah adalah kedepann adalah maskapai apa yang dimiliki oleh Indonesia yang melakukan ekspansi bisnis ke Malaysia Timur? Sebab bagaimanapun jika MASwing mampu, mengapa kita tidak?

Wednesday, February 8, 2012

Mengepak Sayap Sejarah Penerbangan Di Bulungan


PBY-5A Catalina milik AU Belanda, jenis yang sama yang juga pernah ditempatkan di Bulungan)

Bila menilik sejarah bulungan, kita pernah memiliki bebarapa legenda sejarah peninggalan belanda yang masih dibicarakan oleh orang tua-tua di Tanjung Palas, seperti Warmound, menjadi legenda yang saat ini menghuni dasar sungai kayan, kitapun juga pernah “punya” pesawat amphibi yang sempat menghiasi langit Bulungan, nah bagaimana hikyatnya?

Hikayat Si Perahu Terbang dan Si Nyonya Besi yang melegenda.


Kisah mengenai sejarah pesawat Amphibi di khususnya di Tanjung Palas dan Tanjung Selor, telah lama saya dengar, menurut catatan Iwan Sentosa dalam bukunya “Tarakan Pearl Harbour Indonesia”, maupun data sejarah yang dikeluarkan oleh Pemkot Tarakan, diketahui terdapat pesawat Amphibi yang terkenal yaitu “si perahu terbang”, Dornier DO-24K yang mashur digunakan dalam angkatan laut Belanda. Selain DO-24K, langit Bulungan juga sempat dihiasi pesawat PBY-5A Catalina yang legendaris itu.

Menurut sejarahnya DO-24K memang diperuntukan untuk misi angkatan laut untuk mengganti pesawat Wals Dornier yang sempat digunakan di Hindia Belanda, ironisnya pesawat justru ini paling banyak digunakan oleh Luftwaffe alias AU Jerman.

Pesawat ini dirancang oleh Flugzeugwerke Dornier untuk misi penyelamatan dan patroli maritim, produsennya adalah Dornier Aviolanda. DO-24K mulai debut penerbangannya pada bulan juni dan diperkenalkan ke publik secara umum pada Noverber 1937, sejak itu ia masih diproduksi hingga 1945, bahkan dibawah masa pendudukan Jerman, tentu saja dibawah pengawasan yang ketat oleh pemerintah pendudukan Jerman di Belanda. Beberapa dari DO-24K sempat dibawa kabur ke Hindia Belanda, diantaranya ditempatkan di Tarakan.

Menjelang perang fasifik, Colonial Belanda memang gencar-gencarnra melakukan modernisasi armada tempur tak terkecuali di Tarakan dan Bulungan khususnya pesawat tempur mereka yang merupakan warisan dari PD I, setidaknya menurut catatan iwan sentosa, terdapat Bomber Glenn-Martin dan pesawat tempur “ si gendut” Brewster Buffalo yang dioprasikan oleh Militaire Luchtvaart (AU Kerajaan Belanda), kemudian Dornier DO-24K yang dioprasikan oleh penerbang angkatan laut belanda alias Marine Luchtvaartdiens, digunakan khusus sebagai pesawat intai.

Tak ada yang benar-benar tau pasti sejak kapan “Si Perahu Terbang” ini masuk dalam daftar arsenal AL Belanda khususnya yang ditempatkan di Bulungan, namun yang pasti pesawat ini sudah sering hilir mudik Bulungan-Tarakan sebelum Jepang menyerang kota Tarakan.

Nasib DO-24K tak banyak juga yang mengetahuinya, ada yang mengatakan pesawat ini hancur saat pendaratan Jepang, terlebih lagi pesawat ini pula yang kedapatan bertemu langsung dengan armada Kekaisaran Jepang di sekitar perairan pulau Bunyu pada 10 Januari 1942, namun ada pula kabar yang menyebutkan pesawat tersebut sempat dilarikan ke Australia dan digunakan oleh RAAF (AU Australia).

Sungai Kayan Sempat Jadi Landasan.

Lain hikayat “si perahu terbang” DO-24K, lain pula cerita “si nyonya besi” PBY-5A Catalina. Si Nyonya besi lahir dari pabrikan Amerika dan memulai debutnya pada Maret 1935, dan terus diproduksi hingga tahun 1940-an oleh perusahaan Consolidated Aircraft dan American Aircraft Manufactures. Pesawat ini terlihat sekitar tahun 1947-an di Bulungan.

Menurut beberapa cerita yang terdengar dari mulut ke mulut, Catalina dahulu hanggarnya diletakkan di sekitar Tanjung Palas, bila akan berangkat akan terdengar suara lonceng dipukul bertalu-talu. Pemandangan seperti ini sudah sering dilihat oleh orang-orang baik di Tanjung selor dan di Tanjung Palas pada zamannya.

Catalina sempat menjadi pesawat angkut kesayangan Belanda di Bulungan pasca kembalinya Tarakan ke tangan sekutu, karena kapasitas angkutnya yang cukup besar, tujuh hingga delapan orang muat dalam pesawat ini. Si nyonya besi dianggap pas selain mampu memangkas waktu perjalanan dari Bulungan ke Tarakan, kemampuannya sebagai pesawat amphibi juga dianggap cocok untuk kontur istana kesultanan Bulungan yang terletak dipinggir Sungai kayan. Istilah PB sendiri mengacu pada Patrol Bomber, itu karena Catalina mampu menggotong ranjau laut, aneka bom, torpedo dan senapan mesin kaliber 50 milimeter.

Sayang nasib si nyonya besi itu tak diketahui pasti, mungkin diangkut pulang kembali ke Belanda setelah Bulungan menyatakan bergabung dengan republik secara resmi 1949.

Apapun itu, sejarah mengenai DO-24K maupun PBY- 5A Catalina tetaplah menjadi kenangan tersendiri setidaknya bagi mereka yang pernah berjumpa dengannya atau mungkin sekedar menjadi cerita untuk anak cucu saat bersantai diwaktu luang. Demikianlah sekilas riyawat penerbangan di zaman kesultanan bulungan yang dapat penulis kisahkan.(ditambahkan dari berbagai sumber).

Daftar Pustaka:
Iwan Sentosa “Tarakan Pearl Harbour Indonesia.

WIKIPEDIA: Dornier DO-24K.

WIKIPEDIA: PBY-5A Catalina.