Tuesday, March 27, 2012

Kapal Cepat Rudal Indonesia Dari Masa Ke Masa (1960-2012)

(ilustrasi armada KCR masa depan indonesia)

Saya pernah membaca sebuah komentar yang cukup miring disalah satu artikel mengenai pembangunan kapal cepat rudal 40 m oleh perusahaan perkapalan di Batam, tepat didepan hidung singapura. Ada sebuah komentar yang miris bila membacanya, si empunya menulis tentang keheranannya mengapa indonesia malah membangun kapal-kapal perang cilik, sekelas Kapal Cepat Rudal Clurit Class yang jumlahnya cukup banyak 22 ekor.

Baginya kapal-kapal cilik ini tak cukup handal sekaligus menunjukan kurang seriusnya pemerintah membangun angkatan laut indonesia, mungkin menurutnya kapal-kapal yang cocok meronda diperairan indonesia adalah kapal-kapal dengan tonase besar yang menggentarkan paling tidak sekelas korvet bahkan jika lebih bagus lagi menghadirkan kembali KRI Irian Jilid II untuk menunjukan superioritas angkatan laut Indonesia.

Saya setuju bahwa kita harus memiliki kekuatan militer mumpuni dilaut dengan menghadirkan kapal-kapal canggih seperti Corvet Sigma Class, maupun LPD dan LHD untuk misi militer dan non militer. Namun saya tak setuju bila kapal-kapal ringan macam Kapal Cepat Rudal Clurit Class dikesampingkan keberadaannya bahkan dianggap tak mumpuni dimedan tempur.

(iring-iringan Komar class, cepat dan mematikan!).

Kapal-kapal ini justu diperlukan karena tak semua perairan di Indonesia memiliki kedalaman dan kontur yang sama, terlebih lagi dalam era modern seperti saat ini kapal-kapal berbobot besar terkadang jadi mangsa empuk rudal-rudal anti kapal musuh. Selayaknya anti tank dalam pertempuran darat, KCR a.k Kapal cepat Rudal ini bisa jadi solusi jitu sebagai “Anti Tank” dilautan. Sejarah sendiri memberi tempat terhormat bagi jenis-jenis kapal perang cilik tapi mematikan seperti ini.

Styx dan Komar Class, duet maut di era 60-an.

Pada hakikatnya Styx atau yang nama sebenarnya P-15 Termit merupakan rudal anti kapal pertama Indonesia, rudal sangar ini merupakan bagian dari modernisasi angkatan bersenjata indonesia di kala trikora berkobar. Kemampuan Styx dikemudian memang terbukti tangguh, rudal bongsor ini pulalah yang mengubah jalannya sejarah pertempuran modern yang kemudian hari mengkandaskan superioritas meriam-meriam kelas berat serta menganggkat pamor misil anti kapal sebagai solusi jitu pertempuran laut.

Kegemparan dunia, khususnya pihak NATO saat mengetahui Indonesia termasuk negara yang mengoperasikannya memang bukan tanpa alasan, sebab Styx memang hanya beredar dan dimiliki oleh negara-negara sekutu Rusia saja kala itu. Dengan ukuran yang tambun styx dirancang dengan kemampuan dan daya hancur tinggi, sehingga daya deteren memang amat kental di era tersebut. Indikatornya bisa dilihat dari berat hulu ledaknya yang mencapai 500 kg high explosive, sementara bobot rudal secara keseleruhan 2,340 kg dengan jangkauan efektif mencapai 40 km, meski dalam teorinya bisa mencapai jarak 80 km.

(Styx, bersiap mendobrak tiap lapis baja Karel Doorman)

Tentu saja untuk menjadi “sakti”, rudal bongsor ini tak sendirian, bila dalam legenda TNI AU rudal Kennel begitu disanjung karena TU-16 nya, maka dalam hikayat TNI AL rudal Styx disanjung karena Komar Classnya yang tak lain adalah platform kapal cepat berpeluru kendali (fast attack craft missile) yang digunakan untuk meluncurkan rudal legendaris ini.

Jumlah Komar class indonesia sendiri tak tanggung-tanggung 12 buah dalam kondisi terbaik dan siap tempur, dalam riwayat TNI AL, Komar Class Indonesia terdiri dari KRI Kelaplintah (601), KRI Kalmisani (602), KRI Sarpawasesa (603), KRI Sarpamina (604), KRI Pulanggeni (605), KRI Kalanada (606), KRI Hardadedali (607), KRI Sarotama (608), KRI Ratjabala (609), KRI Tristusta (610), KRI Nagapasa (611) dan KRI Gwawidjaja (612). Dengan kemampuan mengangkut 10-11 kru, berbekal 4 mesin sub diesel, Komar Class mampu berlari hingga hingga kecepatan 30 knot.

Menariknya tak seperti Tupolev 16 yang menjadi legenda begitu ketahuan oleh pesawat mata-mata Dragon Lady milik Amerika, Komar Class Indonesia justru sempat di “umpetin” oleh Angkatan Laut sebagai senjata pamungkas terakhir sebab baik KRI Irian, KRI Gajah Mada dan Kapal Selam Whiskey Class memang sudah diketahui telah dimiliki oleh Indonesia.

Belanda tentu saja terkejut mengetahui Indonesia mempunyai kapal-kapal cepat rudal Komar Class yang mampu menggendong rudal Styx menakutkan itu, Kompeni rupanya insyaf mereka berdiri dalam posisi “maju kena mundur kena” bila memaksakan kehendak memasang Karel doorman di perairan Holandia.

(Komar class di era Trikora tambah garang dengan Double Canon 25 mm)

Siapapun pemimpin pasukan Belanda yang bertahan Papua paham betul bahwa baik Tupolev 16 dan Komar Class berlomba-lomba untuk mengaramkan kapal yang dari awal sengaja didatangkan untuk menakut-nakuti Indonesia itu,-belum masuk dengan Whiskey Class dengan torpedo SEAT-50 nya,- bila rudal Kennel gagal mengaramkan Karel Doorman tak demikian kisahnya dengan Styx ataupun sebaliknya.

Kemasygulan Belanda terhadap Komar Class memang cukup beralasan, sejak kelahirannya akhir tahun 1950-an, Styk dan Komar Class memang belum diketahui kemampuan sebenarnya, rasa cemas itu lahir karena memang pengetahuan barat mengenai senjata pamungkas milik indonesia ini memang tak banyak. Bagi Angkatan Laut Indonesia, peluang membuktikan kehandalan arsenal gaharnya kala itu terbuka lebar dengan menjadikan karel Doorman sebagai sasaran, inilah yang membuat Belanda berkeringat dingin begitu mengetahui apa yang mereka hadapi saat itu.

Kompeni Belanda jelas tak ingin “berjudi” untuk melihat mana diantara keduanya yang mengaramkan kapal induk kebanggan sang ratu itu, dengan hati dan harga diri terluka Karel Doorman buru-buru di larikan ke Australia, khatamlah riwayat kapal perkasa kompeni belanda tanah keramat Papua.

Sayang walaupun tak sempat menunjukan kelasnya di masa Trikora, namun bukan berarti keperkasaan Styx dan Komar Class pudar, justru sebaliknya. Sama halnya dengan efek Yakhont, daya deternt rudal Styx kebanggaan Angkatan laut indonesia ini menjadi masyhur namanya setelah dunia dikejutkan dengan peristiwa karamnya kapal perang perusak Eilat milik AL Israel pada 21 Oktober 1967 yang ditenggelamkan oleh dua buah Komar Class milik Angkatan laut Mesir dan dunia pun gempar, sebab ini kali pertama sebuah kapal perang dapat ditenggelamkan dengan rudal.

(Osa Class mampu menggendong 4 buah Rudal Styx)

Efek styx kembali berlanjut hingga peristiwa operasi Trident pada 4 Desember 1971, Angkatan Laut India tak hanya berhasil menghancurkan blokade Pakistan namun juga berhasil mengaramkan kapal perusak Khaibar dan menyerang pusat Angkatan laut Pakistan di Karachi dengan bermodal sekitar 8 buah kapal cepat rudal Osa Class yang tak lain pengembangan Komar Class, bedanya Bila Komar hanya memanggul 2 buah rudal Styx, maka Osa mampu membawa empat buah rudal. Terlepas dari jenis classnya, peristiwa Karachi tersebut sekali lagi menaikan pamor Rudal Styx, imbasnya peristiwa ini juga menaikkan rasa percaya diri Angkatan Laut Indonesia sekaligus pesan pada jiran Indonesia kala itu untuk berfikir ulang bila hendak melakukan pelanggran batas wilayah. Karena memang faktanya baik Styx dan Komar di Asia Tenggara hanya Indonesia dan Vietnam saja yang mengoprasikannya.

Menurut hikayat, diantara arsenal gahar blok Timur, Komar Class beserta Styx cukup lama masa dinasnya hingga tahun 1978. Bahkan informasi dari Janes’s Fighting Ship (1983 – 1984) menyebutkan Komar baru dipensiunkan TNI AL pada tahun 1985. Keperkasaan kapal cepat Rudal ini tentu saja bukan hanya didukung oleh dua buah rudal yang dapat digendongnya tapi juga sepasang senjata canon kembar anti pesawat kaliber 25mm yang berada di dek depan.

C-705 dan KCR 40, Kapal Cepat Rudal Generasi baru indonesia.

Setelah era Komar Class berlalu, indonesia memiliki kapal-kapal cepat rudal, bukannya susut, namun jumlah makin bertambah dan bangganya lagi sebagian dari mereka dibuat hasil kreasi anak bangsa.

Angkatan laut boleh sumringah kali ini, senyum mengembang itu tak lain karena tak lama lagi generasi Kapal Cepat Rudal terbaru buatan anak bangsa akan melayari dan menjaga setiap jengkal laut dan harta kekayaan bangsa.

(Clurit class, KCR masa depan indonesia)

Bukan hanya bangga karena KCR 40 m itu didesain oleh anak negeri, tapi juga karena 22 ekor KCR itu sudah menemukan pasangannnya yang tepat yaitu rudal C-705 yang juga akan diproduksi didalam negeri.

Era Komar Class memang telah meninggalkan kenangan manis, dan penerusnya KCR-40 sudah siap memasuki masa dinasnya, hanya soal waktu hingga keseluruhan 22 ekor KCR Clurita Class itu menunjukan taringnya dilautan Indonesia. (pen)

Catatan: Terimakasih pada kawan-kawan yang telah sudi membaca tulisan kecil penulis, serta mengoreksi beberapa bagian yang dalam tulisan ini, terdapat kesalahan. Atas kesalahan secara tekhnis tersebut penulis mohon maaf dan terimaksih atas saran yang telah disampaikan kepada penulis.

Tuesday, March 20, 2012

Selamat Datang Heli Serang Generasi Baru Indonesia.

(NBO-105, heli serang andalan Indonesia dalam beberapa dekade)

Bicara soal alutsista, tentunya kita tak dapat pula mengabaikan persenjataan modern yang populer dihampir semua angkatan bersenjata dan kepolisian Indonesia, apa lagi kalau bukan helikopter namanya.

Ya, hampir semua angkatan bersenjata kenal baik dengan arsenal yang satu ini. helikopter bagi masing-masing angkatan memang memiliki tipe dan misi yang berbeda-beda sesuai kebutuhannya.

Indonesia sendiri memiliki hikayat yang gemilang mengenai sejarah helikopter ini, bayangkan untuk sebuah bangsa yang tak sampai 20 tahun setelah merdeka, sudah mengoprasikan helikopter terbaik dimasanya, diantaranya Westland Wasp HAS MK.1 untuk misi Anti Kapal Selam (AKS) dan “Giant” heli asal Rusia MI-6 yang tak lain raksasa helikopter militer Indonesia kala itu.

Hikayat Heli Serang legendaris Indonesia.

Seperti yang saya ungkapkan sebelumnya, bahwa hampir semua angkatan memiliki helikopter, pun demikian pula dengan Angkatan darat, helikopter merupakan alat mobilitas yang efektif -selain truk militer tentu saja,- dan wajib sifat nya dmiliki oleh angkatan yang memilki jumlah personel terbanyak dari masing-masing angkatan bersenjata indonesia ini.

Dalam tradisi Angkatan Darat, helikopter-helikopter ini berada di bawah asuhan Pusat Penerbang Angkatan Darat a.k PUSPENERBAD. Sejauh ini untuk angkatan darat setidaknya memilki beberapa jenis helikopter baik jenis heli serang maupun heli angkut personil seperti NBO-105, NAS-332 Super Puma, dan N-Bell 412.

(NBO-105 dan rudal anti tank)

Untuk heli serang, NBO- 105 merupakan andalan selama lebih beberapa dekade, heli serang ini bukanlah heli serang biasa, namun sudah Battle Proven. Kemampuan NBO-105 sendiri sudah diakui kehandalannya.

Dalam hikayat, NBO-105 yang dioperasikan saat ini tak lain merupakan hasil rakitan anak negeri melalui PT. Dirgantara Indonesia atas lisensi pabrik pembuatnya, Messerschmitt-Bolkow-Blohm (MBB), sejak tahun 1976. Di pabrikan asalnya – MBB telah menjadi bagian dari Eurocopter sejak tahun 1991- produksi heli ini tetap berlangsung hingga tahun 2001, sebelum produk jenis ini digantikan oleh heli EC-135 yang lebih modern. Total BO-105 yang telah diproduksi berjumlah 1.406 di seluruh dunia termasuk di Indonesia.

Kemampuan NBO-105 memang luar biasa, dari awal helikopter bermesin ganda ini memang dirancang agar mampu bermanuver dengan baik disegala medan, hebatnya lagi mampu terbang rendah dan melakukan manuver akrobatik sehingga mampu meningkatkan kemampuan aksi serang darat yang mengagumkan.

(Variasi lain persenjataan yang dapa digotong oleh helikopter serang ini)

Soal armament, NBO-105 milik TNI AD tersebut mampu menggendong empat senapan mesin FN Herstal MO.32 kaliber 7,62 mm standard NATO yang ditempatkan dalam dua TMP (Twin Machine Gun Pods) atau dua senapan mesin FN Herstal M.3P kaliber 12,7 mm NATO dalam tiga HMP (Heavy Machine Gun Pods).

Belum cukup dengan itu, heli serang ini mampu memanggul roket FFAR (Folding Fins Air Rockets) jenis T.905 kaliber 2,75 inc NATO dalam dua MLRS (Multi-Launch Rocket System) masing-masing dengan 13 tabung peluncur. Tiga jenis hulu ledak yang digunakan ialah FZ-21 untuk anti personal, FZ-58 untuk anti tank dan FZ-32 untuk marking jika NBO-105 dioperasikan sebagai FAC (Forward Air Control) untuk memandu pesawat tempur yang sedang memberikan bantuan tembakan udara.

Hingga saat ini jumlah NBO yang miliki oleh Angkatan Darat sendiri berjumlah kurang lebih 17 ekor –total keseluruhan keseluruhan NBO-105 berjumlah 123 ekor yang berhasil ditelurkan oleh PT. Dirgantara-, belum termasuk di jajajaran Pusat Perbangan Angkatan Laut (PUSPENERBAL) dan Kepololisian RI yang juga mengoprasikan helikopetr jenis ini.

Hanya bedanya bila di Angkatan Darat armament yang mayoritas digunakan adalah jenis-jenis rudal macam FFAR (Folding Fins Air Rockets) jenis T.905 kaliber 2,75 inc NATO plus rudal HOT buatan Euromissile dan tipe ini diberi nama BO-105PAH-1, dikalangan penerbang Angkatan Laut persenjataan NBO 105 adalah Senapan Mesin tipe MAG-58M kaliber 7,62 mm buatan PT. Pindad.

Generasi Baru Heli Serang TNI AD.


Kiprah NBO-105 yang mengagumkan di berbagai palangan, dari Aceh hingga Timor-Timur memang tak diragukan lagi, namun seperti juga perkembangan teknologi yang semakin maju, mau tak mau indonesia pun harus melakukan modernisasi heli serang untuk menciptakan stabilitas miliiter antar kawasan. Bukan berarti kiprah NBO-105 ini sudah khatam riwayatnya, namun karena PT. Dirgantara Indonesia sendiri sudah tak lagi memproduksinya karena lisensi habis.

(seperti inilah model heli serbu masa depan Indonesia garapan PT. DI)

Lalu bagaimana dengan industri penerbangan dalam negeri? Menariknya PT. DI ternyata tidak tinggal diam dan tertarik untuk mengembangkan helikopter serang secara mandiri. Hal itu tak perlu diragukan lagi mengingat PT. DI memang pernah mendesain pesawat, tentunya bukan hal berat untuk mendesain helikopter serang terbaru setelah pengalaman bertahun-tahun merakit helikopter.

Model pertama yang dikembangkan adalah helikopter serang Bumble Bee yang basisnya dikembang dari helikopter NBO-105, namun dalam perkembangannya, helikopter ini kemudian diganti dengan helikopter Gendiwa, yang basisnya diambil dari bentuk N-Bell 412 yang dimodifikasi menjadi bentuk tandem.

Main rotor, tail rotor, engine dan juga gearbox diusahakan tidak dilakukan perubahan besar dari basis helikopter. Avionik dan sistem diubah dan disesuaikan dengan kebutuhan utama dari helikopter ini. Glass cockpit avionic system akan dipakai untuk memudahkan pilot dalam menjalankan misinya. Penambahan sistem senjata dan firing control juga menjadi hal utama yang dilakukan di dalam pengembangan helikopter ini

Dirgantara Combat Helicopter GANDIWA merupakan helikopter militer dengan peran utama sebagai pesawat/helikopter tempur, dengan kemampuan menyergap target di darat, seperti musuh infanteri dan kendaraan lapis baja. Disebabkan helikopter ini dilengkapi dengan persenjataan berat, boleh disebut sebagai gunship helicopter. Karena helikopter ini juga dapat dipakai untuk melakukan penyerangan, maka biasa disebut juga sebagai helikopter serang (attackt helicopter).
(Mi-35P, Tank Udara terbaru Indonesia)

Senjata yang digunakan pada helikopter tempur ini dapat mencakup autocannons, machine-guns, roket, dan peluru kendali seperti Hellfire. Selain itu helikopter ini juga mampu membawa rudal udara ke udara, meskipun sebagian besar untuk tujuan pertahanan diri. Sejauh ini prototipe helikopter ini masih dikembangkan, namun kapan diproduksi untuk kebutuhan pertahanan dalam negeri? Jawaban masih misteri, selain itu PT. Dirgantara sendiri masih disibukan dengan pesanan 40 helikopter N-bell 412 EP belum termasuk pesawat macam CN-235 MPA dan lain-lain

Mengatasi kondisi tersebut, para pembuat kebijakan negara pun tak tinggal diam, sejak mesranya kembali hubungan Indonesia-Rusia, alutsisita modern pun ikut mengalir juga, setidaknya dari segi helikopter nama helikopter serang MI-35 P adalah salah satunya.

Arsenal baru yang kerap di panggil “Tank Udara” ini memang pantas mendapat tempat tersendiri,- walaupun jumlahnya belum sebanyak NBO-105-, dengan jumlah sekitar 7 buah,- MI-35 P merupakan alutsisita gahar kebanggan TNI AD yang mampu memberikan efek deterent bagi musuh maupun gerilyawan-gerilyawan liar yang kerap mencoba mengoyang stabilitas keamanan negara.

Helikopter serang milik rusia ini memang menampilkan sosok sangar dengan beragam armamenat yang diusungnya, pun demikian kemampuannya tempurnya tak perlu diragukan lagi.

(Apache, heli serang incaran TNI AD)

Bodi helikopter ini sangat adaptable (dapat diadaptasikan sesuai keperluan), mampu membawa sampai delapan pasukan siap tempur atau penumpang atau empat tandu berisi pasien. Sistem sayap “patah”-nya (stubbed wing) memungkinkan untuk dibawanya persenjataan dalam jumlah besar, dengan standarnya adalah pod roket, pod senapan, sistem misil anti-tank. Sistem sayap ini juga memungkinkan helikopter dilengkapi dengan misil udara-ke-udara untuk pertahanan diri. Sebuah senapan mesin juga terpasang di bagian hidung. Bukan indonesia namanya jika tidak melakukan modifikasi terhadap armament barunya ini, Mi-35 p ini kemudian diperkuat lagi dengan senjata senapan mesin fleksibel 12,7 mm dan senjata laras ganda 30 mm.

Kemampuan lain yang menjadi andalan MI-35P adalah sebagai penghancur Tank, kemampuan ini ditopang sisitem AT-6, Tank Anti rudal yang berguna dalam oprerasi kontra lapis baja. Kemampuan lain tak kalah pentingnya adalah sebagai support bagi pasukan di darat, sehingga helikopter ini memang mumpuni sebagai alat tempur khususnya bagi pasukan Infantri. Hebatnya lagi lapisan kacanya mampu menahan tembakan kaliber 20 mm dari jarak dekat. Kemampuan ini makin gahar setelah ditopang dengan kualitas baja yang tebal dan berkualitas tinggi.

Saat ini tank serang terbaru indonesia ini bersarang di Skuadron 31/ Serbu Pusat Penerbangan TNI AD. Konon untuk menambah kemampuan serang, selain Mi-35, Indonesia juga berupaya untuk mendapatkan heli serang Apache, jika mampu terlaksana ini akan menjadi momentum manis bagi angkatan bersenjata Indonesia. Apapun itu upaya untuk memodernisasi arsenal helikopter serang angkatan darat pantas diacungi jempol dan dukungan penuh segenap rakyat indonesia. Selamat bertugas tank udara Indonesia!.

Saturday, March 17, 2012

Meriam 120 mm, Coastal Guard Andalan Belanda di Front Tarakan.


(salah satu meriam legendaris pertahanan pantai Belanda di Tarakan)

King Of Bettle, begitulah julukan yang pas untuk diberikan oleh militer dari berbagai bangsa untuk persenjataan arteleri yang memiliki hikayat panjang panjang dalam berbagai pertempuran yang menentukan sejarah sebuah bangsa. Mulai dari Onager, Kanon, Howitzer, Mortir, Roket hingga Rudal merupakan empunya arteleri yang wajib dalam setiap kancah pertempuran, tak terkecuali di Front Tarakan.

Jauh sebelumnya, istana Kesultanan Bulungan juga memiliki arteleri legendaris yang dinamakan Si Benua, pun demikian juga terdapat tiga Rentaka bernama Melati, Rindu dan Dendam yang selalu stan by di depan istana menghadap sungai Kayan. Dalam pertempuran modern seperti di front Tarakan,- khususnya pada awal-awal invasi Jepang-, Meriam Pantai alias Coastal Guard 120 mm merupakan “dewanya” meriam.

Kiprah Coastal Guard Belanda di Front Tarakan


Pertahanan Belanda di Tarakan, menurut sejarahnya sejujurnya merupakan salah satu yang cukup kuat masa itu, ini tak lepas dari keberadaan kilang-kilang minyak strategis, bahkan sebelum perang pasifik pecah, pangkalan militer Belanda di Tarakan pernah disinggahi kapal perang besar, dan semasa invasi militer Jepang terdapat Kapal selam jenis K, kapal penebar ranjau Prince Van Oranje dan sejumlah empat pesawat tempur jenis Brewester Bufallo dan tiga buah pengebom (bomber) Glenn Martin.

(Meriam 120 mm di kancah Perang Dunia II dan Fasifik)

Pihak kolonial Belanda juga sadar betul perbentengan di Tarakan perlu di upgread kemampuannya sejak 1939, walaupun tergesa-gesa mereka mampu membangun steling, philbok dan bungker di hampir seluruh wilayah pulau, khususnya dikawasan pantai sebelah berat tak ketinggalan meriam legendaris 120 mm pabrikan Fried Krupp Essen Jerman tahun 1901.

Arteleri pertahanan pantai atau Coastal Guard dirancang sebagai senjata penghancur bagi armada militer musuh yang mendarat maupun mendekati pantai, menurut skenario pertahanan Belanda di Tarakan, Jepang diperkirakan akan mendarat kawasan sebelah barat yang merupakan daerah industri minyak serta hunian milik sipil dan militer, itulah sebabnya pertahanan paling kuat diletakan disebelah barat.

Menurut catatan sejarah militer Belanda menempatkan satuan artileri pantai (kustartillerie) ukuran 120 mm dan 75 mm di kawasan pantai barat di Tanjung Juata, Lingkas, Karungan dan Peningki Lama, di Karunganlah meriam 120 mm ditempatkan.

Belanda boleh bangga dengan Meriam pertahanan pantai 120 mm miliknya, dengan bobot mati 2. 485 Kg, panjang laras 4, 75 meter dan tinggi 1,9 meter serta diameter kaliber lubang peluru meriam 120 mm senjata ini memang mematikan. Jumlahnya sendiri memang sedikit, cuma ada empat buah dijejer berderet, namun keperkasaannya patut diperhitungkan.

Untuk memperkuat Tarakan, satuan kompi arteleri ketiga di tugaskan di Tarakan di bawah pimpinan Kapten M. J. Bakker membagi satuan arteleri dalam sejumlah baterai yang di pimpin Letnan Satu Van der Zijde, asal Afrika selatan, Letnan Satu J. W. Storm van Leeuwen, Letnan Satu J. P. A.Van Adrichem, asal Afrika Selatan, dan Letnan satu J. Verdam. Sementara itu, satuan arteleri ringan (luchtdoelartillerie) dipimpin Letnan Dua T. Nijenhuis, Asal Afrika Selatan. Satuan ini mengandalkan empat pucuk meriam 40 milimeter bikinan Bofors (swedia), empat pucuk arteleri pertahanan udara 20 milimeter dan selusin mitraliur 12,7 milimeter.

Lagi-lagi kehebatan persiapan tentara Jepang tidak main-main, Intelejen Jepang rupanya telah menandai kawasan pertahan militer Belanda disebalah barat Tarakan, paham dengan kekuatan pertahanan Belanda yang sangat kuat dan dikonsentrasikan di kawasan barat, Jepang mana mau pasang badan hanya untuk dibobol meriam pertahanan pantai, mereka memutar turun di kawasan sebelah timur yang terdiri hutan lebat dan dianggap memiliki partahanan paling lemah. Maksud hati menghindar jejeran meriam pertahanan pantai, kapal penyapu ranjau justru masuk perangkap di daerah Karungan. Disinilah armada Jepang berhadapan dengan meriam pantai legendaris belanda di Tarakan.

Sama seperti Inggris yang masih berpikir konvensional bahwa Jepang tak mungkin berhasil masuk Malaya lewat pantai karena kuatnya pertahanan, Jepang justru masuk lewat hutan lebat bahkan menggunakan tank, maka jangan heran bila jatuhnya Tarakan hanya dalam dua hari itu memang sudah di perhitungkan oleh Takeo Kurita, Laksamana tentara Kekaisaran Jepang yang mashur namanya menggunakan taktik gurita.

Walaupun tak sesesuai keinginan, batrei pertahanan pantai Belanda di Karungan sempat merengguh manisnya kemenangan, bagaimana tidak, begitu Coastal Guard 120 mm menyalak, dua buah kapal penyapu ranjau milik Jepang khatam riwayatnya, dari serangan ini Jepang mengalami kerugian 8 orang Rikugun (Angkatan Laut) dan Kaigun (Angkatan Darat) 200 orang tewas di laut.

Tentu saja serdadu Jepang berang dibuatnya, sebagai hadiah 84 awak batrei Coastal Guard Belanda di Karungan, di lempar hidup-hidup dalam keadaan terikat, dalam satu ikatan ada 3 orang. Demikianlah sisa perlawanan terakhir awak meriam pertahanan Belanda di Tarakan.

Epilog

Pertahanan pantai alias Coastal Guard, mutlak dimiliki oleh negara dengan garis pantai terpanjang di Asia tenggara ini, kita tentu harus memikirkan konsep pertahanan laut kita, dengan memiliki Coastal Guard yang mumpuni, maka Marinir dan Angkatan Laut akan semakin perkasa dan disegani, semoga kita tidak mengulangi kesalahan yang sama yang dilakukan oleh orang-orang terdahulu kita.

Jalesveva Jayamahe.

Daftar Pustaka

Laporan Penelitian Arkeologi, “Penelitian Aspek Keruangan Pola Tata Kota Kolonial Di Tarakan, Provinsi Kalimantan Timur”, disusun oleh Nugroho Nur Susanto, Balai Arkeologi Banjarmasin tahun 2007.

Santoso, Iwan. 2004. Tarakan “Pearl Harbor” Indonesia (1942-1945). PT Gramedia Pustaka Jakarta

Torism Guide Book of Tarakan City, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tarakan, tahun 2009.

Wikipedia; Pertempuran Tarakan 1942-1945.

Friday, March 16, 2012

Sekilas Mengenai Truk Militer TNI di Bulungan.

(Deretan Truk dan Rantis yang digunakan TNI AD di Bulungan)

Beberapa saat yang lalu, Tanjung Selor dihebohkan beberapa kejadian yang tak dinginkan mengenai salah satu tindakan kriminal yang ternyata meresahkan masyarakat, yang dikhawatirkan menjadi blunder panas ketika itu.

Salah satu pemandangan kala itu yang begitu menarik adalah membanjirnya kelompok massa, sehingga kota kecil seperti Tanjung Selor menjadi sepi bak kuburan kurang lebih beberapa hari, pihak keamanan -termasuklah Brimob bantuan yang didatangkan dari Tarakan membantu polisi-polisi lokal yang sudah siap siaga sebelumnya,- berusaha keras menenangkan masyarakat agar tak terpancing provokasi oleh kejadian yang sebenarnya murni kriminal namun berbuah menjadi isu yang mempengaruhi hubungan antara etnik yang telah lama terjalin damai di Bulungan.

Dalam suasana tersebut beberapa truck berkelir hijau melintas penuh pasukan BRIGIF Bulungan Cakti dan Yonif 613 Raja Alam menjadi pemandangan yang tak biasa, sepasukan Kombet –istilah masyarakat lokal di kabupaten Bulungan untuk menyebut pasukan TNI khususnya Angkatan Darat. Penamaan ini mungkin lahir dari kata Combatan alas pasukan tempur seiring waktu ber evolusi menjadi istilah yang dikenal sekarang,- berjejer rapi sambil menenteng senapan SS dan AK-47,- menjadi momentum yang menarik untuk disimak, apa sebab kombet-kombet itu ikut turun gunung? Begitulah kiranya pertanyaan yang berseliweran dikepala masyarakat, wajar saja patroli seperti ini memang hal yang sangat jarang terjadi.

Gajah Besi Andalan Kombet Di Bulungan.

Tak dapat dipungkiri turun gunungnya para “Kombet” itu memang memberikan efek deterent pada masyarakat, -bersama pasukan Brimob dan kepolisian setempat- sehingga membuat oknum-oknum yang berniat meresahkan masyarakat jadi berpikir berulang kali.

Truk militer sebagai sarana mobilitas, khususnya untuk Angkatan Darat mempunyai hikayat yang panjang mulai zaman kolonial Belanda, kemerdekaan Indonesia hingga setelah era reformasi, yang berubah paling hanya jenis-jenis merk angkut personil ini saja.

(iring-iringan Arteleri yang di bawa oleh Truk Militer TNI AD)

Bila menengok kebelakang, Angkatan Darat Indonesia sudah lama mengenal beberapa jenis truk Angkut personil ini, misalnya TNI AD pernah menggunakan Truk UNIMOG dan Mercy 1017 di era tahun 90-an. Truk UNIMOG asal pabrikan Jerman ini contohnya, yang didatangkan ke Indonesia pada tahun 1976 yakni tipe U1300L sebanyak 200 unit, pada tahun 1990-an, datang lagi 40 unit tipe U1550L untuk kebutuhan Marinir.

Truk-truk ini ternyata memiliki kemampuan mumpuni tak hanya sebagai angkut personil namun juga mampu mengusung peralatan kelas berat seperti Arteleri medan, bahkan dapat pula digunakan sebagai landasan untuk meletakan senjata anti pesawat macam Twin Gun maupun rudal panggul seperti QW-3 dan SA-7 Strela. Di era operasi penumpasan GAM, truk-truk militer ini semakin bertaji setlah dilapis baja tahan peluru oleh PT. Pindad.

Dewasa ini truk-truk militer yang hampir merata terdapat dikesatuan TNI AD salah satunya adalah jenis Isuzu NPS, pun demikian pula di Bulungan Yonif 613 Raja Alam dan BRIGIF Bulungan Cakti adalah pengguna utama. selain Isuzu NSP, adapula yang bermerek Mitsubishi Puso. Gajah-gajah besi ini sering terlihat berseliweran di tanjung Selor, tak hanya menimbulkan efek deterent tapi juga menambah wibawa pengawal NKRI yang tercinta ini.

Friday, March 9, 2012

Riwayat T-33 Indonesia, Simbol perlawanan Hegemoni AS di Indonesia.

(T-33 Indonesia)

Sepintas lalu orang mungkin akan mengernyitkan dahi bila membaca judul tulisan ini, siapapun yang menyelami sejarah dunia perbangan militer Indonesia memang tak asing lagi bila bersua dengan pesawat ex Amerika dari Filipina yang didatangkan untuk menganti keperkasaan pesawat-pesawat era Soviet di indonesia.

Paman Sam dengan dalih membangkitkan kembali kekuatan dan kesiapan Angkatan Udara Republik indonesia, “mengizinkan” Indonesia untuk membeli pesawat bekas pakai jiran kita yaitu Avon Sabre, dari Australia dan T-33 yang diboyong AS dari Filipina. Semurni itukah niat negeri patung Liberty itu untuk membantu Indonesia yang sempat menjadi rivalnya pada masa Bung karno?

Jual beli ejekan yang terselubung.

tak dapat dipungkiri setelah lungsurnya Bung Karno dan terputusnya hubungan dengan Soviet kala itu, membuat armada Tu-16 dan jejeran MIG Family terpaksa dikandangkan karena tak ada suku cadang yang memadai, titik krisis yang menggeluti dunia pertahanan Indonesia sampai pada puncaknya di tahun 1970-an. Untuk menguatkan kembali armada angkasa Indonesia maka operasi Garuda Bangkit dilangsanakan untuk memenuhi misi tersebut.

Disinilah peran Amerika cukup vital kala itu, karena memang hampir semua pesawat blok barat yang ada dimasa itu memang produk mereka, tak dipungkiri memang ada berkah yang dimiliki oleh TNI AU, misalnya perbaikan dan pembangunan pasilitas hanggar, selain tentunya kedatangan pesawat-pesawat ex jiran indonesia. Namun keberadaan pesawat-pesawat ini ternyata dibayar mahal, untuk mendapatkannya sebagian MIG-21 Indonesia harus direlakan untuk dibedah oleh tekhnisi Paman Sam demi mengetahui titik kelemahannya, pun demikian dengan bomber legendaris yang sempat menakutkan blok barat, Tuvolep-16 yang berakhir tragis, dilucuti agar tak lagi bebas mengaum diangkasa.

(jejeran T-33 yang baru datang dari Filipina)

Puaskah Paman Sam dengan semua itu? Rupanya masih belum cukup, demi mengerdilkan Angkatan Udara Republik Indonesia, negara yang pernah disebut yang terkuat dibelahan bumi selatan ini di ejek habis-habisan dengan barter yang tak sama nilainya, Bayangkan saja negara yang sebelumnya mampu membeli dan mengoperasikan jejeran MiG Familiy beserta armada Bomber yang bertekhnologi tinggi diganti dengan pesawat latih serang yang tak mumpuni kemampuannya jika tak ingin dikatakan kualitas kemampuan- dalam sudut pandang penerbang Indonesia- tak layak digunakan sebagai pesawat latih serang, bekas pakai pula.

Maka dapat dipahami bantuan tersebut dilakukan paman sam kala itu karena memang dilakukan “setengah hati”, sebelumnya AS membenci angkatan udara Indonesia yang berhasil menunjukan superioritas bangsa Asia atas orang Barat yang tergeletak nasibnya diatas tanah keramat bernama Papua itu.

Angkatan udara Indonesia dibuat seumpama “orang sakit dari Asia”, pengerdilan kemampuan yang dibungkus rapi ini nampaknya bukan tak disadari oleh oleh para petinggi TNI AU, namun tentu saja untuk membalas perlakuan tersebut harus dapat dilakukan dengan cara elegan dan terhormat, sebab secara militer tentunya tak mungkin, apalagi indonesia memang memerlukan peralatan militer untuk mempertahankan kedaulatan bangsa, lalu bagaimana cara?

(T-33 dalam latihan Elang Malindo yang pertama)

Pesawat T-33 Indonesia yang didatangkan dari pangkalan Subik di Filipina tahun 1973 ini, diketahui sebagai pesawat yang payah, bagaimana tidak, Selain tidak dilengkapi armament, pesawat ini masih menggunakan radio UHF (model militer Amerika) serta adanya batasan manuver yang hanya plus 3G, betul-betul pesawat latih jet yang tidak bisa dibuat manuver sama sekali, jelas beda kelas dengan pesawat-pesawat yang pernah dioperaskan, –baik Fighter maupun Bomber,- yang pernah ditunggangi oleh penerbang kita di era 60-an.

Tak patah semangat, indonesia membalas perlakuan tersebut dengan memperbaiki kualitas terbang T-33, setelah dilakukan penguatan pada wing rod spar, barulah pesawat dapat melakukan full maneuver hingga plus 7g serta radio yang diubah menjadi VHF, standar komunikasi pesawat di Indonesia. Kejadian ini jelas jadi tamparan buat Paman Sam, tehnisi Indonesia dari Depo Logistik-30 Malang atas kajian Komando Logistik kala itu mampu memcahkan masalahnya dengan solusi yang jitu.

Walaupun pelakunya para tehnisi yang disekolahkan di Amerika serta diikuti oleh personel AU AS yang bertindak sebagai Technician Representative, -wajar saja mereka yang memproduksi pesawat sehingga merasa perlu tau modifikasi apa yang dilakukan oleh Indonesia,- hal ini tetap tak dapat mengabaikan kenyatan bahwa para tekhnisi tak kalah hebat walau harus diadu dengan tehnisi Amerika sendiri, kemampuan para tekhnisi indonesia dengan cepat mempelajari dan menguasai pesawat ini memang mengagumkan.

(T-33A, makin garang setelah di upgread jadi pesawat latih serang)

Dengan kemampuan baru tersebut, maka para pilot T-33 mulai melakukan latihan air-to-air manuver sebagai dasar manuver pesawat Kohanudnas. Prestasi tersebut tentunya sangat membanggakan.

Paman Sam kembali dibuat tercengang dengan kemampuan anak bangsa menguatkan pesawat yang tak layak digunakan sebagai pesawat latih serang tersebut, kali ini tamparan lebih keras diberikan melalui menguatan sistem persenjataan. Pesawat yang dari awal tak dilengkapi persenjataan ini oleh Indonesia ditingkatkan kemampuannya.

Kegiatan mempersenjatai diri ini murni dilakukan tanpa campur tangan asing dan hebatnya lagi peralatan bidik (gun-sight) mempergunakan produk Timur yaitu gun sight bekas pesawat Ilyusin-28. Bayangkan saja muka petinggi AS begitu mengetahui T-33 yang sejatinya simbol ejekan mereka terhadap Indonesia ternyata mampu dimaksimalkan dengan baik oleh anak bangsa ini.

Sebuah balasan yang cantik dan elegan, rasa gado-gado timur dan barat yang lezat ini tentunya tak selezat yang dirasakan oleh Paman Sam. Tapi apa mau dikata, Indonesia memang punya sejarah panjang sekaligus punya bakat menghidupkan kembali pesawat-pesawat yang hampir lunas nyawanya, tengoklah Curen dan Guntei dimasa tahun 1940-an, rupanya Paman Sam tak memprediksikan hal itu. Luntur rasa sombong dan tinggi hati mereka begitu dihadapi kenyataan, walaupun digencet sekuat tenaga, Angkatan Udara Indonesia masih mampu mengeluakan cakarnya membalas perlakuan tak senonoh Paman Sam yang mencoba melucuti kekuatan udara bangsa ini.

(walau sudah pensiun, aura gaharnya masih terasa)

Kemampuan yang meningkat setelah di upgread memang pantas membuat Paman Sam gigit jari, setelah modifikasi armament pesawat TA-33A,- kode TA-33A adalah penomoran pada pesawat-pesawat T-33 yang dipersenjatai,- pesawat ini mampu membawa amunisi sebanyak 250 x 2 butir peluru 12,7 mm dan dua tabung rocket launcher jenis LAU (Launcher Airborne Rocket) – 68 yang dapat diisi tujuh rocket jenis FFAR 2,75 inci (Folding Fin Airborne Rocket) atau born hingga berat 50 kg setiap sayapnya.

Makin bertaji lagi pesawat-pesawat T-33 Indonesia, makin segan pula Paman Sam hendak menjual pesawat bekas pakai pada Indonesia, sejak saat itu baik OV-10 Bronco, F-5E, serta F-16 yang di didatangkan ke Indonesia merupakan barang baru dari pabrikannya. Pun demikian mengenai 24 ekor F-16 Hibah dari Amerika, Indonesia hanya mau mengambilnya setelah di upgread Blok-52, tentu saja armada F-16 kali ini bakal jadi “barang baru” kembali.

Sebagai bekas pakai yang berhasil di modifikasi oleh anak bangsa, T-33 memang tak terlalu panjang masa dinasnya, namun pesawat ini menorehkan prestasi yang cemerlang mengharumkan nama Indonesia, salah satunya dalam misi latihan bersama Indonesia malaysia bersandi Elang Malindo 1 yang diadakan di Butterworth, Malaysia. Ditangan para penerbang dan tehnisi Indonesia pesawat-pesawat ini mampu menunjukan kelasnya.
T-33 memang telah lama pensiun namun aura garangnya masih terasa kental walaupun sudah masuk museum. Disinilah T-33 memberikan arti penting menegakkan harga diri bangsa, khususnya lagi TNI AU dihadapan raksasa militer macam Paman Sam ini.

Monday, March 5, 2012

Jangan Remehkan Parschim Class Indonesia!

(Armada Korvet Parschim Class, paus-paus pembunuh dari Indonesia)

Saya pernah membaca ulasan mengenai persenjataan indonesia di forum kawan-kawan jiran sebelah, khususnya untuk Angkatan Laut, kebanyakan ulasannya menyebutkan alutsisita kita dalam kondisi kurang fit, bahkan salah satu forumer jiran sebelah mengatakan bahwa kesiapan keseluruhan armada Korvet Indonesia hanya ditumpukan pada empat korvet buah kelas Sigma saja, sedang yang lain khususnya Parschim Class hanyalah ongkongan besi tua yang sering ngadat, waduh enak betul menuding seperti itu, benarkah 16 Parschim Class Indonesia cuma ongkongan besi tua saat ini?

Riwayat kedatangan Parschim Class ke indonesia.

Bicara soal asal muasal dari salah satu elemen penting pertahanan laut Indonesia, tentunya kita tak bisa mengesampingkan keberadaan Korvet kebanggan negara, Parschim Class. Kita sungguh bersyukur beberapa tahun ini anggaran pertahanan naik signifikan, buahnya tentu saja pengadaan alutsisita.

Angkatan Laut Indonesia termasuk yang marasakan manisnya momen ini, dalam beberapa tahun terakhir industri dalam negeri sendiri mulai menggeliat, PT. PAL misalnya telah diinstruksikan dengan tegas oleh negara melalui mentri BUMN untuk membangun kekuatan laut Indonesia. Maka wajar saja mulai berlahiranlah armada-armada laut tangguh made in dalam negeri, sebut saja LPD Banjarmasin, Banda Aceh dan Makassar Class kemudian KCR-40-60, adalah segelintir contoh kebangkitan alutsista matra laut nasional.

Kembali ke Parschim Class yang dituding forum jiran sebelah dalam kondisi kurang fit, tentunya tak beralasan 100 %, mungkin anggapan tersebut lahir karena kurang memahami kondisi sebenarnya, lagi pula Parschim Class sendiri memang layak untuk mendapatkan tempatnya sendiri untuk dibicarakan, bukan hanya karena ia adalah bagian dari armada pemukul Angkatan Laut negeri ini, tapi juga karena riwayatnya yang kontroversi saat didatang ke Indonesia.

Bermula kisah dari proposal Pak Habibie pada Tahun 1992, saat itu 39 kapal perang eks Jerman Timur yang disimpan dipelabuhan selama 3 tahun itu dibeli pemerintah Indonesia. Terdiri atas 16 korvet kelas Parchim senilai 600.000 DM (sekitar 378.000 Dollar), 14 LST kelas Frosch senilai 550.000 DM (sekitar 346.000 Dollar) dan 9 kapal penyapu ranjau kelas Kondor senilai 300.000 DM (sekitar 189.000 Dollar).

Kali ini saya hanya membahas mengenai Parschim Class saja, pemerintah Jerman Bersatu kala itu menetapkan harga Parschim 600.000 DM (sekitar 378.000 Dollar). Tapi sayangnya kemampuan kapal-kapal tersebut saat itu macam hidup segan mati tak mau, namun kualitas baja memang masih jempolan, biasa produk blok timur.

Indonesia tentunya tak membiarkan kapal sekarang macam itu benar-benar bernasib sama seperti besi tua kiloan, saat itu diketahui bahwa kondisi kapal-kapal tersebut harus menjalani perbaikan terlebih dahulu baru layak berlayar ke Indonesia. Biaya memperbaiki kapal justru lebih mahal, setelah beberapa kali tarik ulur, dana yang diberi untuk saat itu untuk keseluruhan kapal hanya 319.000.000 USD.

Dana tersebut dipandang kurang cukup, Tim Pengadaan Kapal Jerman alias TPKJ pun tak mau ambil resiko hanya dengan dana pas-pasan, mana mungkin mampu 39 kapal eks Jerman Timur itu bisa beroperasi optimal di lautan. Ditambah lagi peralatan radar dan radio eks Rusia yang sudah kadaluarsa. Kapal-kapal bekas .Jerman Timur memakai sistem peralatan IFF (Indentification Friend or Foe) standar blok timur, berbeda dengan kapal-kapal TNI-AL yang sudah mengacu standar NATO.

Belum lagi awalnya kapal-kapal itu beroperasi di wilayah laut Baltik yang amat berbeda kondisi lingkungannya dengan lautan Indonesia. Pokoknya kondisi saat itu memang membuka segala kemungkinan spekulasi liar beredar, pucaknya sempat terjadi pembredelan majalah Tempo dan tabloid Detik karena berita investigasinya mengenai perkara ini.

Kisah lama inilah yang didengung-dengungkan oleh banyak forumer khususnya jiran indonesia tentang kesiapan armada korvet tersebut,- sebuah perang psikologi yang juga diamini oleh segelintir orang Indonesia sendiri-, bahkan ada yang memperkirakan jika kapal yang akhirnya berhasil diboyong oleh Jakarta saat itu benar-benar dalam kondisi apa adanya alias rangka besi yang dipaksakan berjalan dan dipercantik dengan tampilan saja. Separah itukah armada pemukul indonesia itu?

Parschim Class, Armada Pemukul Yang Siap selalu!

Bebeda dengan beberapa jiran Indonesia yang terbilang baru merasakan alutsista blok timur, Indonesia paham betul kualitas armament dan armornya, kualitas baja memang diatas rata-rata, tengok saja kualitas baja panser-panser Soviet di Indonesia atau Submarine Jerman macam KRI Nenggala baru selesai di Overhoule itu, masih tangguh dan berkelas.

Tentu saja bukan hanya itu, indonesia yang telah kenyang asam garam retrofit tentu paham benar bagaimana meremajakan kembali “kakek-kakek’ ex jerman timur itu menjadi gagah perkasa kembali, apalagi selalu dirawat dengan tangan-tangan “dingin” yang trampil dan profesional. Indonesia bukan negara yang tidak memiliki galangan kapal dan industri perkapalan serta industri baja berkualitas, meremajakan kapal-kapal lawas menjadi baru kembali bukan hal yang sulit bagi para insiyur dan ahli mesin indonesia.

Masih ingat retrofit BTR-40?, sudah tinggal rangka bajanya saja, namun dengan kualitas baja yang masih mumpuni, BTR-40 berhasil ditarik kembali dari liang lahat dengan mengganti mesin, alat komunikasi dan persenjataan, bahkan sampai hari ini masih mampu menjalankan tugasnya dengan baik.

Benar BTR-40 adalah produk lawas, tapi tentunya dengan peremajaan seperti ini tak bisa disamakan lgi kondisi BTR-40 hari ini dengan yang dulu, pun demikian dengan Korvet Parschim Class Indonesia ini, jadi tentunya kurang bijaksana bila ada yang menuding korvet pemukul kebanggan negara ini cuma ongkongan besi yang tak guna, jangan samakan kualitas baja kapal-kapal perang seperti ini dengan mobil rongsokan, jelas beda kelasnya.

Lebih dari itu ini membuktikan kemampuan tekhnisi dan insinyur indonesia memang jempolan dalam hal seni merawat alutsista, jangan heran bila orang Rusia kagum bercampur heran dengan kemampuan persenjataan yang dibeli diera Bung Karno masih mampu menjalankan misinya dengan baik.

Kapal ini dipermak oleh Angkatan Laut Indonesia, galangan kapal PT. PAL tidak menyia-nyiakan begitu mendapatkan kepercayaan besar yang diberikan padanya. Tekhnisi PT. PAL melakukan pergantian mesinnya dengan beberapa type mesin, salah satunya dari semula M504A3 buatan timur yang boros diganti menjadi mesin MTU-Detroit Type 4000 M90 16V. Mesin ini memiliki jadwal perawatan harian, setiap 250 jam, setiap 750jam, dan setiap 2.250jam. Konsumsi bahan bakarnya dapat ditekan dari 33.000 liter per hari menjadi separuhnya. Artinya kondisi Parschim Class ini sangat terawat dengan baik dan berada dalam kondisi siap tempur kapan dan dimanapun.

Untuk pertahanan terhadap serangan udara, kapal ini dilengkapi armament AK-230 berlaras ganda yang kemudian dilungsurkan diganti dengan AK-630 model gatling, tak cukup dengan itu beberapa kapal dilengkapi pertahanan udara tambahan adalah dua peluncur rudal SA-N-5, rudal darat ke udara untuk pertahanan udara jarak-dekat terhadap pesawat.

Untuk kemampuan menggempur kapal-kapal selam musuh, gerombolan ”paus pembunuh” Indonesia ini dilengkapi pula dengan 2 RBU-6000. RBU-6000 adalah mortir dengan 12 laras yang dapat mengisi ulang secara otomatis. Tak cukup dengan itu sebagian kapal dilengkapi dengan peluncur torpedo MK.32 triple launcher buatan barat. Sementara yang lainnya masih mengandalkan tabung torpedo 400mm yang lama. Kekuatan armada pemukul ini akan tambah garang setelah alih tehnologi rudal C-705 dari Cina yang akan diproduksi massal oleh kedua negara, pun demikian rudal made in anak bangsa seperti R-Han 122 mm juga akan masuk arsenal kapal-kapal korvet kebanggan indonesia ini.

Sampai hari ini keseluruhan armada Parschim Class yakni KRI Kapitan Patimura, KRI Untung Suropati (872), KRI Nuku, KRI Lambung Mangkurat (874), KRI Cut Nyak Dien (375), KRI Sultan Thaha Syaifuddin (376), KRI Sutanto, KRI Sutedi Senoputra, KRI Wiratno, KRI Memet Sastrawiria, KRI Tjiptadi, KRI Hasan Basri, KRI Imam Bonjol (383), KRI Pati Unus (384), KRI Teuku Umar (385), KRI Silas Papare (386), masih mampu mengarungi lautan indonesia yang begitu luas ini, paus-paus pembunuh Indonesia itu tak hanya mampu menghalau namun juga mencabik-cabik mangsanya bila berani masuk wilayah teritorial Republik Indonesia tanpa izin, karena itu jangan pernah coba-coba meremehkan armada Parschim Class Indonesia !.

Sumber:

Garuda Militer

Worl Of war.

Wikipedia Indonesia.

Saturday, March 3, 2012

Mig 21 Fishbed, Dimanakah Riwayatmu Kini?

(MIG-21 Fishbed Indonesia)

Indonesia pernah dikenal sebagai macan asia di bidang militer atau ada pula yang menyebutnya yang “terkuat di belahan bumi selatan”, bangga juga rasanya bila mengenang saat-saat tersebut, walau sekarang kondisinya tak lagi sama, namun keinginan menjadikan kekuatan militer Indonesia unggul kembali atas dasar melindungi rakyat, harta kekayaan negara dan martabat bangsa Indonesia, modernisasi kali ini bisa dibilang kedua terbesar sejak zaman Bung Karno berkuasa dulu.

MIG-21 Fishbed, momok Belanda semasa Trikora

Boleh dibilang salah satu arsenal gahar yang menjadi senjata andalan Indonesia kala itu untuk menghadapi Belanda yang bercokol di tanah Papua adalah MIG 21-Fisbed, begitu istimewa nya MIG-21 Fishbed sehingga dalam riwayat sejarah indonesia termasuk salah satu alat diplomasi sekaligus alat militer yang ampuh “meluluhkan kepala batu” Belanda agar beringsut di Papua.

Sikap kepala batu Belanda pada dasarnya adalah bentuk penolakan terhadap kekalahan mereka dari Indonesia, -negeri yang dahulu diklaimnya telah dijajah 350 tahun dan ingin terus seperti itu sampai kiamat,- dan tanah Papua bagi Kolonial Belanda adalah sebuah pertaruhan harga diri yang mahal harganya.

(Jejeran MIG-21 dalam kenangan)

Sikap megulur-ngulur waktu untuk memperkuat posisi baik secara politik, hukum, budaya dan militer di Papua mengundang kemarahan rakyat Indonesia, namun Belanda tetap saja tidak mendengar, mereka pikir indonesia terlalu mudah untuk mereka, apa lagi arsenal angkatan udara Republik Indonesia kala itu hasil hibah Belanda.

Mustang P-51 D dianggap kalah kelas dengan jet Hawker Hunter F-6, itupun dikemudian hari masih lagi ditambah dengan 12 pesawat tempur Neptune P2V-7, 6 helikopter dan 4 Dakota C-47. Begitu pula KRI peninggalan Belanda Albatross Class dianggap tak sepadan dengan kegagahan Angkatan laut Belanda apa lagi sejak Karel Doorman duduk manis disekitar perairan Holandia, Belum lagi penempatan marinir di Biak, makin percaya diri kolonial Belanda, makin besar congkaknya.

Tapi seperti istilah pepatah barat, “orang Asia sukar untuk ditebak”, begitupula dengan indonesia, Belanda begitu terkejut dengan kedatangan bergelombang senjata-senjata mutakhir dari Soviet, “Bah! mau apalagi Indonesia ini?!”, begitulah kira-kira petinggi Belanda dibuat terkejut dengan senjata-senjata blok timur yang membanjiri pangkalan-pangkalan Angkatan Udara, naval base Angkatan Laut, serta senapan serbu, meriam-meriam serta kendaraan-kendaraan tempur Angkatan Darat Indonesia.

Menurut catatan Kohanudnas, untuk senjata pertahanan udara saja -selain pesawat-pesawat tempur tentunya-, adalah 12 pucuk meriam 85 mm, 64 pucuk meriam 40 mm, 18 pucuk meriam 37 mm, 144 pucuk meriam 20 mm dan 216 pucuk senapan mesin berat (SMB) 12,7 mm.

(Bomber legendaris kebanggan indonesia)

Ciut nyali Belanda menghadapi Indonesia makin besar setelah peristiwa Laut Aru, Komodor Yos Sudarso gugur diatas KRI Macan Tutul, Belanda paham hanya soal waktu kemarahan bangsa Indonesia akan meledak, laharnya bisa langsung melenyapkan Belanda jadi abu di tanah keramat Papua.

Berita dari pesawat pengintai “Dragon Lady” yang sengaja diterbangkan oleh Amerika dari Philipina ke Darwin untuk menengok persiapan armada udara RI, begitu terkejutnya mereka mendapati jejeran MIG 21 Fishbed beserta Bomber yang sudah termasyur namanya ikut pula berjejer di Pangkalan Udara Iswahjudi, “Alamak ! kemarin ILyushin-28 sekarang Tupolev-16 Badger, hancur lebur Belanda di Papua!”. Pihak koloial Belanda sendiri tak menyangga dengan laporan tersebut, keruan saja ciut nyali para penerbang Belanda menghadapi Indonesia, Hawk Hunter plus Neptune jelas bukan tandingan MIG-21 Fishbed.

Tentu saja yang paling deg-dengan adalah awak Karel Doorman, bagaimana tidak cukup dua buah rudal Kennel yang dibawa bomber paling di takuti barat itu, kapal besar itu bernasib sama dengan kuburan massal, rasa sombong dan percaya diri luntur seketika, sehingga saking takutnya menanggung malu yang tak tertahankan, Kapal Kareel Doorman dibawa kabur ke Australia, hancur lebur hegemoni Belanda di tanah Papua. Dengan perginya Belanda, selesai sudah Trikora.

Habis sudah kedigdayaan MIG-21 Fishbed?, ternyata belum, MIG-21 berserta karibnya TU-16 Badger disiagakan semasa Konfrontasi menghadapi jiran Malaysia yang didukung oleh Inggris, lagi-lagi MIG-21 di hadapkan dengan jenis pesawat yang hampir sama seperti Hawker Hunter atau HS Buccaneer, tentu saja dari segi kualitas, penerbang kita jelas unggul. Sayangnya walau tak ada hikayat Dogfligh atau perang udara antara MIG 21 Fishbed, pesawat-pesawat malaysia paham benar apa yang mereka hadapi, sehingga terkesan menjaga jarak dengan MIG-21 Fishbed Indonesia.

(Hawk Hunter Belanda, kalah kelas dengan MIG-21 Indonesia)

MIG-21 saat itu, justru kebanyakan di tugaskan untuk mengawal Bomber kebanggan negara saat itu TU-16 Badger dari suntikan “Nyamuk-nyamuk nakal” macam Hawk Hunter dan Buccaner. Pada dasarnya konfrentasi dengan Malaysia lebih seru memang terjadi di darat ketimbang di laut dan Udara, tetapi tetap saja MIG-21 memberi efek gentar sekaligus sinyal pada pihak lawan untuk tidak macam-macam masuk kewilayah NKRI.

Mig-21 F memperkuat AURI hanya sampai dengan tahun 1967. Selanjutnya pesawat kebanggan negara ini pulang ke “peraduan” setelah sebelumnya melakukan farewell flight terbang sebulan penuh di Lanud Kemayoran.

MIG-21 Fishbed, dimana kah kau sekarang?

Sayangnya untuk pesawat tempur sekelas MIG-21 tak panjang masa dinasnya, tak lain karena suku cadangnya sulit didapat, maklum saja arah politik dan kebijakan Indonesia pasca naiknya Mayor Djendral Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia saat itu bersebrangan dengan Moskow, inilah yang membuat jet tempur kebanggan bangsa ini terpaksa didiamkan disarangnya.

Amerika serikat kabarnya begitu tertarik dengan pesawat ini, untuk menghidupkan kembali kekuatan armada Angkatan Udara Indonesia, negeri paman sam itu menawarkan armada Avon Sabre Ex Australia dan pesawat latih serang T-33, syaratnya TU-16 Badger harus dipotong “sayapnya” agar tak dapat terbang, rupanya Amerika takut juga dengan bomber legendaris itu.

(Karel Doorman, terpaksa di ungsikan sebelum jadi abu)

Cukup kah itu? Ternyata tidak untuk mendapatkan pesawat-pesawat dari barat, giliran MIG-21 Fishbed diboyong Washington ke Groom Lake, markas dari Red Eagles yaitu suatu skuadron yang ditugasi untuk mempelajari kelemahan dari pesawat-pesawat buatan uni soviet. Kisah ini saya ketahui dari sebuah kutipan artikel yang sumbernya diaambil dari karya tulis Steve Davies berjudul: “Red Eagles, America’s Secret MiGs”, disitu dikisahkan bagaimana setelah Bung karno Jatuh, Amerika “menawari” Indonesia pesawat-pesawat militer untuk mambangun kembali kekuatan udara Indonesia, syaratnya Indonesia harus memberikan beberapa MIG-21 Fishbed kepada Amerika.

Bayangkan saja bagaimana untungnya paman sam kala itu, karena tak ada suku cadang, Indonesia tak kurang harus mempensiunkan 30 Mig-17, 10 Mig-19 dan 20 Mig-21. Dan yang diboyong Wasinghton keluar Indonesia adalah: 10 Mig-21F13 dengan tail number 2151,2152,2153,2155,2156,2157,2159,2162,2166,2170; 1 Mig-21U tail number 2172 dan 2 Mig-17F tail number 1184 dan 1187.” Sedangkan nasib MIG-19 tak kalah sedihnya, karena mau tak mau harus dijual ke Paksitan, syukurlah petinggi TNI masih berfikir jernih dan tegas menolak tawaran Pakistan membeli rudal Kennel milik TU-16 itu.

Benarkah ini hanya kebetulan?, dalam sebuah buku yang pernah saya baca karya Bradley R. Simpson, akademisi asal Amerika yang jujur dan memiliki hati bersih membongkar konspirasi besar yang terjadi di Indonesia sekitar tahun 1960a-an itu. Dalam bukunya “Economist With Gun”, digambarkan bagaimana petinggi Amerika menerapkan standar ganda dalam politik terhadap angkatan bersenjata indonesia. Amerika merangkul Angkatan Darat tapi disisi lain paman sam juga membenci Angkatan Udara dan Angkatan Laut yang dianggap lebih dekat dengan Moskow dimasa bung Karno.

Mungkin inilah yang menimbulkan kesan pada saya bahwa dari awal MIG-21 Fishbed, TU-16, KRI Irian dan Sub Marine Whiskey Class sudah diincar sejak awal untuk dilemahkan, benarkah dugaan saya? Biarlah waktu yang menjawabnya.

Semoga ini menjadi pelajaran penting bagi Indonesia, untuk lebih mandiri dan tidak lagi terjebak dengan politik kepentingan antar kubu-kubu, ideologi dan kepentingan asing yang berebut pengaruh di tanah air kita yang bertuah ini. Semoga riwayat MIG-21 bisa menjadi pelajaran penting nan mahal demi keutuhan bangsa dan negara ini. Amin

Thursday, March 1, 2012

Sekilas Mengenai Panser TNI.


Dalam tulisan sebelumnya yang bertajuk, “Selamat Datang Tank TNI di Bulungan’, dalam tulisan tersebut saya membahas mengenai rencana Yonkav atau Yonif Kavaleri yang akan di aktifkan di Bulungan beberapa tahun mendatang serta rencana pembelian sejumlah Tank kelas berat atau MBT yang akan ditempatkan disana. Pada tulisan kali ini, sebagai tambahan saya juga akan membahas mengenai jenis-jenis panser TNI AD.
Berbeda dengan Yonif Infantri yang bisa beranggotakan 600-1000 personil, Yonif Kavaleri tak selalu demikian tergantung jenis dan jumlah kendaraan lapis baja yang digunakan.

Kekuatan utama dari Yonif Kavaleri sendiri terdiri dari dua jenis yaitu Tank dan Panser, istilah persenjataan ini mengacu pada bentuk kendaraan lapis baja tersebut. Tank untuk kendaraan lapis baja menggunakan penggerak rantai sedangkan panser di digerakan oleh ban sehingga dikenal dengan istilah Wheeled Armoured Vehicles atau Kendaraan Tempur Beroda.

Yonif Kavaleri di Indonesia, ada yang hanya berkekuatan Tank saja begitula dengan panser, namun ada juga yang merupakan gabungan Tank dan Panser.

Sekilas mengenai Panser TNI.

Istilah Panser atau panzer ternyata tak selalu sama digunakan diberbagai negera, di Indonesia Panser memang identik dengan kendaraan tempur lapis baja beroda. Menariknya istilah Panser atau Panzer dalam sejarah perang dunia ke-II sebenarnya adalah jenis Tank buatan Jerman yang diakui kemampuannya, berat dalam bobot namun lincah dimedan tempur.Istilah Panzer memang dari bahasa Jerman lawas yang artinya kurang lebih Baju Zirah.

(Iring-iringan BTR-50 Marinir saat bertugas di Aceh beberapa tahun yang lalu)

Panser merupakan bagian dari tulang punggung Yonif Kavaleri di Indonesia selain Tank. Pada awalnya kendaan lapis baja khususnya dalam perang dunia pertama lebih banyak menggunakan kendaraan tempur beroda, namun dimasa itu kendaraan ini dianggap kurang battle broven karena strategi yang digunakan dimasa itu adalah membuat garis pertahanan berupa parir-parit yang memanjang, sehingga kendaraan tempur beroda praktis tak mampu menjangkaunya. Kelemahan lain adalah ban yang digunakan saat itu teknologinya memang tidak secanggih saat ini, inilah yang kemudian menjadi titik penting dari revolusi keberadaan Tank dalam sejarah perang.

Sudah habiskah riwayat kendaraan tempur beroda? ternyata tidak, justru dalam beberapa pertempuran penting khususnya mendekati akhir masa kekalahan poros Axis pada perang dunia ke-II panser-panser ini digunakan sebagai alat mobilitas senjata anti tank.

Di indonesia, umumnya panser di bagi dua jenis yaitu tipe Armoured personnel carrier atau APC yaitu kendaraan tempur lapis baja ringan yang dibuat untuk mentransportasikan infanteri di medan perang.

APC biasanya hanya dipersenjatai senapan mesin, tapi varian-variannya bisa saja dipersenjatai meriam, peluru kendali anti-tank, atau mortir. Kendaraan ini sebenarnya tidak dirancang untuk melakukan pertarungan langsung, melainkan untuk membawa tentara secara aman dilindungi dari senjata ringan dan pecahan-pecahan ledakan. Dewasa ini APC bisa menggunakan roda biasa maupun roda rantai.

(Saracen si Crokodile, Panser sepuh yang seharusnya sudah pensiun tapi masih punya taji saat bertugas di Aceh)

Selain itu ada tipe Infantry fighting vehicle atau IFV yaitu pengangkut infanteri lapis baja yang memiliki persenjataan yang lebih berat, dan bisa digunakan untuk pertarungan langsung. Kendaraan ini memiliki lapisan pelindung yang lebih tebal dari pengangkut personel lapis baja, dan memiliki persenjataan yang bisa menghancurkan pengangkut personel lapis baja lawan, seperti meriam otomatis dan peluru kendali anti-tank. Kendaraan seperti ini sudah dipakai untuk menggantikan peran tank ringan, digunakan untuk pengintaian, serta dipakai juga oleh satuan penerjun payung yang tidak mungkin membawa tank yang berat.

Dewasa ini panser-panser memang didesain memiliki kemampuan hebat, kelemahan-kelemahannya seperti tak mampu meloncati parit dan ban yang mudah pecah, diatasi dengan berbagai kemampuan teknologi sasis dan suspensi yang mumpuni. Untuk panser beroda ban, selain panser 4x4 ada juga panser dengan konsep ban 6x6 dan 8x8 sehingga lebih memudahkan saat manuver melahap medan berat.

Begitupula teknologi ban, dewasa ini panser-panser umumnya mulai mengadopsi teknologi run flat, artinya bila ban kempes, panser tetap bisa melaju sampai jarak 80 kilometer untuk jarak aman untuk mengganti ban. Panser Anoa buatan Indonesia juga memiliki kemampuan yang tak kalah dalam hal teknologi ban, desain ban dibuat keras sehingga tidak mudah pecah.

Di Indonesia sejarah pembelian panser secara besar-besaran sempat terjadii pada masa Bung Karno, namun sebelumnya jenis kendaraan tempur lapis baja pernah pula dikembangkan oleh Belanda semasa Indonesia masih bernama Hindia-Belanda. Kendaraan tempur lapis baja itu bernama Overvalwegen, kendaraan ini punya dua versi yaitu mengangkut pasukan dan versi senjata berat, menariknya Overvalwegen juga dikembangkan diatas rel kereta api.

Pembelian panser bersamaan dengan pembelian tank dan jumlah besar yang didatangkan tidak hanya dari Rusia namun juga dari Prancis bahkan Inggris. Dimasa Orde baru, panser kebanyakan di datangkan dari Amerika dan Inggris.

(keterbatasan tak menghalangi tugas prajurid pengawal NKRI)

Kurang harmonisnya hubungan Indonesia-Rusia dimasa Orde Baru dan sempat mengalami embargo alutsista oleh barat khususnya Amerika praktis membuat kemampuan panser menurun. Inilah yang kemudian membuat Indonesia melakukan program retrofit yaitu mencakup penggantian mesin dan persenjataan serta perawatan kualitas baja panser dan tank. Sehingga tak selalu benar bahwa panser-panser maupun tank Indonesia sudah cukup uzur dan tidak mampu menjalankan tugasnya, sebab kualitas mesin dan senjata yang kemampuannya selalu diupgread dan kualitas baja yang selalu terpelihara mematahkan peryataan miring tentang kemampuan panser-panser indonesia.

Hubungan Indonesia-Rusia yang mulai kembali harmonis dalam satu dekade terakhir menjadi angin segar bagi modernisasi militer indonesia, ini membuka peluang ketersedian alutsista modern bagi Indonesia karena Rusia sepakat untuk tidak mengembargo Indonesia berbeda dengan negara-negara barat.

Bahkan pemerhati militer Rusia begitu kagum dengan kemampuan para insinyur Indonesia, -khususnya pada Direktorat Peralatan Bengkel Pusat Peralatan TNI-AD dan PT. Pindad- karena produk Panser dan Tank di era Presiden Sukarno yang dibeli dari mereka seperti BTR-40, BTR-50 P dan PT-76 ternyata masih mampu menjalankan tugasnya dengan kualitas kesiapan yang baik walaupun mesin dan pesenjataannya telah diganti.
Tak hanya disitu Panser-panser ini juga diupread kemampuannya dengan ditambahkan teknologi komunikasi terbaru. BTR-40 bahkan ditambah dengan turet putar sehingga mampu memberikan perlindungan lebih pada penembak.

Saat ini arsenal panser dan tank Indonesia telah melakukan modernisasi, produsennya pun beragam selain dari Rusia, Amerika, Inggris dan Prancis, ada juga dari Afrika Utara serta Korea. Diantaranya merupakan produk-produk yang didatangkan pada tahun 1970 hingga 2011 seperti Tank Scorpion, APC Alvis Stromer, VAB Renault, Caspir-MK3, V-150, BTR-80, BMP-2 dan BMP-3F, plus LVTP-7.

APR-1 dan Revolusi Panser Indonesia.

Indonesia tentunya tak puas dengan hal ini. PT. Pindad dan PT. Dirgantara Indonesia juga kemudian merancang Panser secara madiri, khususnya dimasa konflik aceh antara TNI dan GAM.

(APR-1, si kijang kecil yang lincah dan gahar)

Indonesia dilarang oleh negara-negara barat untuk menggunakan arsenal yang dibeli dari mereka. Pemerintah Inggris misalnya menyatakan keberatan bila Tank Scorpion dan Panser Alvis Stromer yang dibeli dari mereka digunakan untuk menumpas militan GAM. Pemerintah Inggris bahkan mengancam akan mengembargo suku cadang bila Indonesia tetap menjalankan niatnya menggunakan Tank Scorpion dan Panser Alvis Stromer, ini bukan kali pertama Indonesia diperlakukan seperti ini oleh negara barat.

Dalam kondisi serba sulit seperti itu, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto pada suatu kesempatan meminta Pindad membuat kendaraan pengangkut personel untuk mengisi kebutuhan TNI. Tanpa banyak gembar-gembor PT. Pindad melakukan unjuk gigi dengan membuktikan kemampuan mereka memenuhi kendaraan lapis baja untuk menunjang keselamatan personil TNI di Aceh. Ini menjadi berkah bagi perusahaan dalam negeri seperti PT. Pindad untuk menunjukan kemampuan mereka, tidak hanya dalam hal senjata perorangan dan peluru, Pindad juga mulai membuat panser 4x4 di ikuti panser kemudian 6x6.

Menariknya karena karena terdesak oleh waktu dan banyaknya kebutuhan akan lapis baja yang diterjunkan selama operasi pemulihan keamanan di Aceh, PT. Pindad dengan jitu mendesain panser lengkap perlindungan yang diberikan pada bagian kaca serta ditambahkan dengan turet penembak diatas mobil, jadilah panser pertama dan sederhana milik PT. Pindad yang diberi nama Panser APR-1 atau angkut personil sedang.

(Kreatif, Truk sipil pun disulap jadi kendaraan angkut personel tahan peluru)

Soal persenjataan, APR-1 memang pantas membikin ciut nyali para perusuh, APR-1 mampu memanggul mulai dari pelontar granat otomatis AGL-40, senapan mesin berat (SMB) kaliber 12,7 mm, senapan mesin sedang (SMS) kaliber 7,62 mm hingga pelontar granat kaliber 60 mm. Di tenagai mesin Isuzu light truck 120 ps kendaraan ini bisa dipacu hingga 120 Km per jam dengan kapasitas 12 orang sehingga cocok untuk untuk melakukan pengejaran terhadap musuh.

APR-1 merupakan panser yang memang sudah terbukti kehandalannya alias battle proven, bagaimana tidak dari 40 panser yang dikirim selama bertugas hanya 2 buah yang rusak itupun karena faktor tehnis semata, satu rusak karena kecelakaan dan yang terakhir karena terjangan Tsunami.

Tak hanya itu, PT. Pindad juga melapisi Truk-truk pengangkut personil milik Polri maupun TNI dengan menambahkan pelindungan body truk yang dilapis dengan baja tahan peluru. Ide brilian ini bukan hanya memberi perlindungan lebih pada personil tapi juga efek gentar bagi militan GAM. Truk yang dilapis baja tahan peluru ini diambil dari platporm Truk Isuzu yang memang banyak digunakan oleh kesatuan-kesatuan TNI/Polri, walaupun tidak dilengkapi dengan turet penembak seperti yang dimiliki oleh APR-1, namun disisi kanan dan kiri Truk dilengkapi dengan lubang penembak. Sama seperti APR-1 Truk ini juga diberi perlindungan pada bagian kaca dan bagian depan dengan plat baja.

Bila melihat sepintas Truk pengangkut personil racikan Pindad ini mengingatkan saya pada strategi yang pernah di terapkan oleh Admiral Yi Soon Shin yang melapis kapal-kapal angkatan laut Dinasti Joseon Korea pada abad-17 dengan baja, sehingga kapal tersebut diberi nama Kapal Kura-kura atau Geobukseon.

(Geobukseon darat made in Pindad)

Dengan bermodal kapal seperti ini, bangsa Korea berhasil menghalau serbuan tentara Jepang yang dari segi kuntitas lebih unggul dari korea dalam pertempuran legendaris diselat Mriyongyang ,- pertempuran hebat ini dikemudian hari melahirkan legenda 13 vs 333. artinya 13 kapal perang terakhir angkatan laut Joseon melawan 333 kapal perang Jepang-. Strategi yang sama diterapkan oleh Pindad dengan memanfaatkan Truk-truk militer yang ada dan dilapis dengan baja merupakan sebuah ide yang memang brilian.

APC Anoa, Master Piece Panser Indonesia.

Dalam perkembangan selanjutnya, PT. Pindad dengan dibantu oleh insitusi lain seperti BPPT, ternyata tak puas hati dengan Panser 4x4 sebelumnya. Dengan kerja keras yang tak kenal lelah Pindad kemudian menghasilkan Panser Anoa Indonesia yang makin dikenal dan diakui oleh dunia internasional.

Panser Van Bandung ini sepintas agak mirip dengan model panser buatan Renault, Prancis yaitu VAB. Tak salah memang bila ada anggapan seperti itu, karena VAB racikan Renault itu memang sudah lama dikenal di Indonesia. Namun tentunya juga tak benar bila APC Anoa merupakan Copy Paste keseluruhan dari VAB, sebab Anoa menghadirkan banyak perubahan yang tak dimiliki oleh VAB.

Dari segi desain saja sudah terlihat, APC Anoa memiliki suspensi yang telah disempurnakan, bahkan dalam hal kenyamanan juru tembak, Panser indonesia ini mempunyai kubah tempat penembak depan yang terpisah. Bandingkan pada VAB, kubah penembak SMB (senapan mesin berat) tepat berada di samping pengemudi, tentu posisi ini kurang efisien bagi penembak maupun pengemudi panser tersebut.

(APC Anoa, karya seni militer buatan anak bangsa)

Penyempurnaan lain terletak pada penempatan lampu, lampu dari Anoa terletak dikanan dan kiri dengan posisi lebih tinggi dari VAB, sederhana sekali? Ya, memang tapi coba bayangkan bila harus melakukan misi menyebrangi sungai dimalam hari, Anoa tentunya lebih unggul dari VAB yang kedua lampunya diletakan di bagian bawah persis dekat dengan posisi ban. Tentunya kedepan kemampuan Anoa kan lebih ditingkatkan kembali dengan adanya alat perangkat penglihatan malam sehingga misi patroli maupun tempur bisa lebih mumpuni.

Soal armament dan armor, kualitasnya dapat dipertanggung jawabkan, sebagaian besar beralatan persenjataan Anoa dibuat didalam negeri PT.Pindad dan PT. Dahana adalah penyuplai utamanya. Armament dari Anoa sendiri terdiri dari SMB 12,7 mm atau pelontar granat AGL 40 mm, masih bisa ditambah dengan senjata perorangan yang dibawa oleh anggota TNI yang bertugas. Demikian pula kualitas armor atau baja yang dibuat oleh perusahaan dalam negeri PT. Krakatau Steel, makin tambah gahar saja Angkut Personel Amphibi Indonesia ini.

Menariknya PT. Pindad selaku produsen dari APC Anoa tetap ingin berbagi rizki dengan pengrajin Indonesia, misalnya komponen Knalpot tidak dibuat oleh PT.Pindad namun oleh para pengrajin dari Purbalingga. Inilah yang membuat industri rumahan seperti ini bisa merasakan manisnya rizki dari hasil penjualan alutsisita ini sehingga mereka lebih termotivasi lagi untuk menghasilkan knalpot yang berkualitas dan menjaga mutu dari hasil produknya, karena PT. Pindad tak pernah main-main dalam hal mutu komponen panser APC Anoa ini.

(produksi massal panser Anoa, dilirik berbagai negara)

Meskipun mesin masih impor dari Renault, namun PT. Pindad tak terlalu pusing, pengalaman berharga yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dalam meretrofit atau meremajakan Tank dan Panser TNI menjadikan PT. Pindad lebih fleksibel dalm urusan dapur pacu panser ini. Selain mesin dari Renault, APC Anoa juga dapat menggunakan mesin-mesin yang memiliki kemampuan yang sama dengan mesin yang dihasilkan pabrikan Renault seperti mesin-mesin Marcedes misalnya,-tentu saja soal mesin-mesin apa saja yang digunakan selain dari pabrikan Renault sudah di uji oleh PT. Pindad sebelumnya,- ini tak lain upaya untuk memaksimalkan kemampuan produksi dan tak mudah didekte oleh pabrikan yang bergerak pada bidang yang sama.

Walaupun belum penah diterjunkan dalam misi tempur, seperti APR-1 di Aceh beberapa tahun yang lalu, namun Anoa mencatat prestasi yang gemilang, dibawah payung misi perdamaian di Libanon, tiga belas panser digunakan dalam misi tersebut. Tentu saja yang tak kalah manisnya, APC Anoa telah dilirik oleh banyak negara, selain Indonesia yang telah memesan panser van bandung ini, ada juga negara Malaysia, Brunai dan Oman, bahkan kabarnya Nepal dan Timor Leste juga berminat membeli panser kebanggan Indonesia ini.

Kita berharap Industri militer dalam negeri seperti Pindad dan BUMNIS lainnya tidak terlena dengan prestasi yang diraih sebelumnya, namun tetap fokus dan terus berkarya dan berinovasi untuk kemajuan dan kemandirian bangsa dalam hal Alutsisita. Rasa-rasanya jika seperti ini, keinginan dan ambisi untuk Berdikari dalam hal persenjataan bukanlah mimpi tapi kenyataan yang akan semakin nyata kedepannya. Amin.