Sunday, July 29, 2012

Hikayat Rudal Perisai Angkasa Indonesia.



(Kartika roket militer awal racikan para ahli Indonesia)

Berbicara mengenai tekhnologi rudal militer, Indonesia sesungguhnya bukan negara baru dalam hal itu, bahkan sejarah bangsa ini merupakan salah satu pengembang rudal militer potensial terbukti Indonesia di tahun 1960-an pernah meluncurkan roket eksperimental kartika sekaligus yang pertama di Asia Tenggara. 

Hikayat Rudal dan Roket militer Indonesia.

Tak ada negara dibelahan bumi selatan ini yang tak mengakui betapa superiornya Indonesia di tahun 1960-an, bahkan Asutralia yang begitu superior di mandala Kalimantan saat perebutan ladang-ladang minyak tahun 1940-an tak berkutik menghadapi gertakan Indonesia yang juga membuat Belanda angkat kaki dari Irian barat.

Salah satu arsenal gahar dimasa itu adalah rudal militer yang memang menjadi prioritas utama angkatan bersenjata Indonesia kala itu. Rudal-rudal militer mutakhir dan memiliki efek deterant tinggi saat itu memang lebih banyak berinduk di kalangan Angkatan Udara dan Angkatan laut Indonesia, sebut saja diantaranya SA-2, Kennel dan Styx yang menjadi momok bagi pihak-pihak yang mencoba mengganggu kedaulatan negara Republik Indonesia ini.

SAM (Surface to Air Missile)-75, misalnya untuk Asia Tenggara hanya Indonesia dan Vietnam yang memilikinya rudal penghancur pesawat tempur ini. rudal-rudal disebar di titik penting memagari ibu kota saat itu. Belum lagi rudal Kennel yang digotong oleh TU-16 membuat bomber legendaris itu ditakuti, pun demikian dengan Styx walau tak sempat digunakan namun efek deteran selepas insiden serangan Angkatan laut India ke panggalan Angkatan Laut pakistan di karachi tahun 70-an menaikan efek gentar bagi Komar Class pengusung rudal bongsor legendaris itu.

Ambisi indonesia untuk memiliki rudal pertahanan yang mumpuni rupanya sempat membuat bulu kuduk pimpinan NATO itu merindik, roket eksperimental Kartika yang diluncurkan di era Ir. Soekarno meneguhkan keinginan Amerika untuk menggusur kepala negara kharismatik asal indonesia itu.

Sampai-sampai sebuah laporan kawat diplomatik menyebutkan bahwa relasi Indonesia –Cina (Sino-Indo) tengah mengembangkan peluru-peluru kendali nuklir yang siap meledak dikawasan Asia tenggara. Tentu saja laporan itu terkesan berlebihan, namun kekhawatiran transper tekhnologi Cina yang mendapat lisensi dari Rusia mau tak mau membuat barat tak mampu menyembunyikan ketakutan atas kemajuan teknologi militer kedepan.

(SAM momok sekutu dimasa lalu)

Faktanya kemampuan militer Indonesia yang khususnya berhubungan dengan rudal memang menjadi andalan kedua matra baik angkatan laut dan udara Indonesia yang dimata pengamat barat lebih pro-Soviet dari pada Angkatan Darat yang dianggap dekat dengan Amerika. Bagi Amerika dan sekutunya, satu-satunya jalan untuk mencegah penguasaan persenjataan tingkat tinggi tersebut adalah melengserkan Bung Karno, hal itu memang terjadi. Setelah era Sukarno berakhir dan digantikan oleh rezim Orde baru, Amerika nampaknya puas dengan perkembangan tersebut. 

Terbukti jauhnya Indonesia dari blok timur seakan memupuskan keinginan memiliki tekhnologi rudal mutakhir yang dapat menggoyang keseimbangan kekuatan milier di Asia Tenggara. Sebagai gantinya Amerika dan sekutunya yang tergabung dalam NATO memberikan pilihan agar indonesia membeli persenjataan dari blok barat yang kapanpun dapat dikontrol melalui kebijakan embargo militer.

Memang benar bahwa dimasa pak Harto LAPAN yang sebagai institusi resmi ujung tombak dari penelitian dan pengembangan rudal militer lebih difokuskan pada pengindraan jauh, namun tak berarti tak ada usaha untuk mengusai teknologi mutakhir tersebut, terbukti dimasa sang Jendral besar itu Indonesia pernah melakukan proyek jangka panjang yang diberi kode “Proyek Menang”, yang dimaksud untuk mengusai tekhnologi roket jangka panjang yang dikerjakan oleh PT. Dirgantara Indonesia yang berhasil menetaskan roket FFAR serta Torpedo untuk kebutuhan Kapal Selam Indonesia, namun tetap saja dibawah pengawasan ketat negara-negara NATO. 

Ambisi lama bersemi kembali 

Bagai membangunkan macan yang tidur, begitulah kiranya sejak sengketa wilayah dan embargo militer yang diterapkan oleh barat berujung pada kembalinya ambisi Indonesi untuk memiliki kekuatan militer yang mumpuni.


(Uji coba peluncuran roket militer Indonesia)

Kali ini LAPAN langsung mengambil alih ujung tombak pengusaaan rudal-rudal jarak jauh masa depan Indonesia ini. Cetak biru roket-roket eksperimental yang lama di rahasiakan dan disimpan oleh LAPAN mulai dikeluarkan dari lemari besinya. Satu demi satu roket-roket tersebut mulai di uji coba dan hasil memang tidak mengecewakan.

Pucuk di cinta ulampun tiba, keinginan mengembangkan roket militer nasional, cikal bakal rudal-rudal besar tersebut mendapat perhatian serius dari pemerintah, khususnya dalam lima tahun belakangan ini. langkah nyata dari Mehan Purnomo yang melobi Cina untuk berbagi ilmu peroketan memang patut diacungi jempol, hanya soal waktu saja Indonesia dan Cina akan memproduksi bersama rudal C-705 yang saat ini banyak bersarang pada kapal-kapal angkatan laut Indonesia. Selain berkiblat ke cina, Indonesia juga melengkapi diri dengan Rudal yakhotn dari Rusia yang disebut-sebut pengamat asing sebagai bagian dari superioritas Angkatan Laut Indonesia.

Di dalam negeri sendiri Indonesia tak kalah genjar menggenjot teknologi rudalnya terbukti beberapa saat yang lalu bangsa ini mulai melansir roket ekperimental R-Han jarak 100 km, belum cukup Asia Tenggara kembali dikejutkan dengan peluncuran roket jarak 400 hingga 500 km, wajar saja roket yang bakal menjadi peluru kendali ini menjadi buah bibir dimasyarakat karena Indonesia sudah memiliki salah satu rudal modern Yakhont yang jaraknya 300 km, artinya ada kemajuan dalam pengembangan roket tersebut dan hanya tinggal menyempurnkan sistem pemandunya saja. Bayangkan saja jika jarak R-Han di lecut sejauh hingga 700 km dan disarangkan pada peluncur bersifat mobil seperti yakhont yang bersarang pada kapal perang Van Spinjk Class, efek deternd nya akan sangat besar sekali.

(C-705, rudal pamungkas anti kapal masa depan TNI AL)

Apakah pengembangan tersebut hanya mimpi? Tentu saja tidak, jalan ke arah tersebut sudah terbuka lebar, transper teknologi roket seperti sistem pemandu, penyempurnaan bahan bakar roket dan sebagainya akan masuk dalam genggaman para ahli roket nasional kita, kita hanya tinggal mengembangkan saja dan menciptakan varian-varian tersebut sesuai kebutuhan militer dalam negeri.

Ambisi memiliki kemampuan rudal-rudal pertahanan tersebut selayaknya tak berhenti pada pengembangan rudal darat ke darat  saja, namun juga harus diarahkan pada pengembangan rudal darat ke udara dan udara-ke udara ( Air to Air) untuk mengisi koleksi arsenal pesawat-pesawat militer kita. Indonesia telah menciptakan bom untuk sukhoi-sukhoi miliknya, sudah selayaknya juga dimbangi dengan persenjataan rudal yang mumpuni. Jika sudah demikian jiran-jiran nakal indonesia akan berpikir berpuluh kali bila ingin mengganggu wilayah kedaulatan Indonesia tercinta ini. (Zee).

Monday, July 23, 2012

Hikayat Batalyon Infanteri Raja Alam 61 3


(Salah seorang prajurid Batalyon Raja Alam 613 berfose dengan sebuah Mortir)

Di utara kaltim, siapa yang tak mengenal Batalyon Infatri Raja Alam, batalyon tertua dari tiga kekuatan militer Angkatan Darat yang tersebar disana. Selain Batalyon Raja Alam 613, ada juga Batalyon Maharaja Pandita 614 dan Brigade Infantri (Brigif) Bulungan Cakti. 

Hikayat Kombet Dari Utara

Kiprah dari Batlyon yang cukup sepuh ini mengakarkan istilah Kombet yang cukup masyur namanya di kawasan utara ini. Batalyon yang sudah melahirkan 23 Danyonif ini lahir pada pada Sabtu, 3 Juni 1978 pukul 12.15. Wita. Sang ayah, Kepala Staff TNI AD Jendral Widodo kemudian mentasmiyahkannya dengan nama Raja Alam. Ini bukan sembarang nama, Raja Alam merupakan salah satu tokoh sejarah di utara kaltim yang berperang menghadapi belanda.

Batalyon Raja Alam kemudian berada dibawah bimbingan dan pengawasan Kodim IX Mulawarman di jalan Aki Balak, Juata Kerikil, kota Tarakan sebagai basis terbesarnya. Menurut Tabel Organisasi Peralatan alias TOP saat ini, kekuatan utama Batalyon Raja Alam didukung oleh tak kurang dari 651 prajurid yang terdiri dari 27 orang Perwira, 114 Bintara, dan 510 orang Tamtama.
 
Batalyon Infantri ini sendiri terdiri dari 5 Kompi yakni: Kompi Senapan A, Kompi Senapan B, Kompi Senapan C, Kompi Bantuan dan Kompi Markas. Hal ini sesuai dengan literatur militer sendiri bahwa yang dimaksud dengan Batalyon adalah Satuan dasar tempur di bawah Brigade atau Resimen yang terdiri dari suatu Markas, Kompi Markas dan beberapa Kompi (biasanya tiga Kompi) atau Baterai (istilah Kompi khusus untuk satuan Altileri). Tiap Kompi biasanya dipimpin oleh seorang seorang Kapten, sedangkan tiap satu Batalyon dipimpin oleh seorang Mayor (senior) atau Letnan Kolonel.  

Dalam satuan infanteri, ada tiga macam kompi, yang disesuaikan dengan fungsinya, yaitu Kompi Senapan (Kipan), Kompi Markas (Kima), Kompi Bantuan (Kiban). Kompi Senapan disiapkan untuk operasi lapangan, dengan dukungan Kompi Bantuan. Persenjatan Kompi Bantuan lebih berat dari persenjataan Kipan, persenjataan Kipan terdiri dari Senjata Mesin Sedang (SMS), mitraliur, dan mortir. 

Di Tarakan Kompi-kompi itu di bagi-bagi lagi lokasinya. Kompi Senapan C misalnya dikhususkan di kawasan Mamburungan, kemudian sedangkan Kompi markasnya ada di Juata Krikil. Dari kesemua Kompi yang ada, hanya Kompi senapan B saja yang terletak di Tanjung Selor, diluar dari basis militernya di Tarakan.

(Mengasah skil menciptakan prajurid tempur sejati)

Sedikit informasi, Markas dari batalyon Infantri di Juata Krikil menempati kawasan seluas 31,7 Hektare, terdapat bangunan Kompi Mayon (Markas Batalyon) sebanyak 2 unit, juga terdapat 3 unit kantor Kompi, setiap Kompi memiliki 3 barak begitu pula Kompi bantuan memiliki pula sebanyak 3 unit barak. Untuk 1 barak diisi oleh 1 pleton, -terdiri kurang lebih 30 personel-, jadi kesemuanya ada 14 unit.

Soal armament, Batalyon Infantri Raja Alam memiliki beragam jenis senjata, khusunya untuk senjata per orangan, Batalyon ini menggunakan Senapan Serbu Varian 1 alias SS V1 buatan PT. Pindad yang legendaris itu. Selain itu ada pula Senapan Penembak Runduk (SPR), Mortir 60 sampai 81 mm, Senapan Mesin Ringan (SMR), Senapan Mesin Sedang (SMS) dan Senapan Mesin Berat (SMB) serta Senapan Serbu Otomatis atau SO.

Kiprah Batalyon Raja Alam 613 dalam menjaga keutuhan NKRI.

Diusianya yang tak lagi bilang muda, kenyang asam garam pertempuran telah dilakoni oleh Batalyon garis depan diperbatasan ini. dengan moto “Setia dan Pantang Menyerah dalam Pertempuran” telah berperan dalam berbagai operasi pemulihan keamanan.

Diantaranya Operasi Pengamanan Wilayah Ambon tahun 1999, Operasi Pengamanan Wilayah Sampit tahun 2000, Operasi Pengamanan Wilayah Aceh tahun 2001 dan Operasi Pengamanan Wilayah Papua pada tahun 2002. Selain itu Batalyon ini berkiprah besar dalam upaya pengamanan dan rekonsiliasi semasa konflik Tarakan beberapa saat yang lalu dengan pendekatan damai. 

Posisi Batlyon Raja Alam yang mengamankan wilayah utara bersama Batalyon Maharaja Pandita 614 dan Brigade Infantri (Brigif) Bulungan Cakti memang tidak lah mudah, sewaktu-waktu konflik terbuka antara Indonesia maupun negara jiran serumpun Malaysia bisa saja terjadi otomatis pasukan-pasukan tempur inilah yang diterjunkan lebih awal. 

 (Siap berangkat dimedan tugas kapan saja dan dimana saja)

Pun demikian dengan perbatasan Indonesia dengan Filipina yang cendrung tenang seperti angin sepoy-sepoy namun dibalik itu tak dapat di pungkiri ilegal fishing, perdagangan obat-obatan terlarang sampai jual beli senjata-senjata ilegal yang kemudian digunakan oleh para rompak laut dan perampok jelas menjadi catatan tersendiri yang tak bisa di abaikan.

Untuk membangun kualitas tempur yang mumpuni, latihan tempur dilakukan secara bertahap, bertingkat dan berlanjut. Bagi prajurid baru, latihan insentif berupa keahlian atau keterampilan menyamar, menembak dan bergerak adalah santapan wajib sampai benar-benar ahli dibidangnya. Selanjutnya adapula latihan satuan tingkat regu seperti pengamanan VVIP Presiden, latihan uji siap tempur dari Pleton hingga Batalyon secara kontinyu dilakukan demi terciptanya prajurid tempur pilihan yang siap menjaga kedulatan NKRI tercinta.

Sumber: Radar Tarakan Minggu 3 Juni 2012

Sunday, July 1, 2012

Hikayat Boa Class Indonesia.


(Iring-iringan Boa Class Indonesia)

Dibanyak negara, kata embargo memang hal tak menyenangkan, pun demikian Indonesia ketika nagara-negara barat melakukan embargo setelah tumbangnya rezim orde baru. Banyaknya persenjataan yang kualitasnya menurun berimbas pada kurang efektifnya menjaga aset-aset negara.

Disaat masa sulit mendera, Indonesia dalam hal ini Tentara Nasional Indonesia tentunya tak ingin berpangku tangan dan menunggu nasib menjadi pesakit baru di Asia Tenggara, salah satunya yang juga menjadi berkah dimasa-masa embargo tersebut adalah kesadaran mengenai keinginan untuk mandiri yang tidak sepenuhnya harus tergantung dengan negara-negara lain dalam hal mensuplay kebutuhan pertahanan negara.

Maka mulailah Indonesia melirik hasil karya anak bangsa agar tetap survive dimasa krisis. Ditengah krisis yang mendera dan di perparah dengan aktivitas asing yang mengambil kesempatan melakukan pencurian ikan, pengangkatan ilegal harta karun berupa kapal-kapal kuno tanpa seizin Indonesia serta meningkatnya jalur penjualan narkotika dan perdagangan manusia di atas wilayah laut NKRI tentunya menjadi hal yang menyakitkan bagi bangsa Indonesia khususnya bagi Angkatan Laut Indonesia yang juga terkena imbas dari embargo dan krisisi tersebut.

Boa Class Indonesia

Fasilitas Pemeliharaan dan Perbaikan (Fasharkan) Angkatan Laut Indonesia tentunya tak tinggal diam dengan kondisi tersebut, kebutuhan akan kapal-kapal patroli amat mendesak. Ditegah krisis Indonesia akhirnya survive dengan menghasilakan kapal patroli berbahan fiperglass yang ringan tapi kuat karena di topang dengan rangka yang dibuat dari bahan kayu berkualitas tinggi.

 (Kapal Cepat dengan  kanon Oerlikon 20/70 kaliber 20mm)

Di Mentigi, Boa Class ditetaskan untuk bersiap menjaga perairan dangkal Indonesia,  Pun demikian dengan sepupu dekat dari Boa class juga di tetaskan di Manokwari, nun jauh di kawasan timur Indonesia. 

Hikayat penamaan Boa sendiri tak lahir dengan sendirinya, namun didasarkan pada Surat Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Laut tentang Ketentuan Pokok Pemberian Nama Kapal-kapal Perang Republik Indonesia yang menyatakan, untuk jenis kapal patroli cepat menggunakan nama-nama ikan atau ular. 

Angkatan Laut sendiri nampaknya senang menggunakan nama-nama ular berbahaya pada armada kapal patroli cepat mereka ini. Filosofi itu lahir dari sifat-sifat ular berbisa nan berbahaya yang merentang dikawasan barat hingga timur Indonesia, cepat, tangkas, mematikan, sabar, ulet dan gesit begitulah nampaknya mengilhami keberadaan kapal patroli kebanggaan Angkatan laut Indonesia ini.

Dalam arsenal Angkatan Laut Indonesia, jenis kapal patroli cepat ini setidaknya di bagi dalam dua kelas yakni Cobra Class dan  Boa Class. Jika digabungkan hasil karya Fasharkan baik di Mentigi maupun di Monokwari sangat membanggakan kurang lebih ada sekitar 15 ekor ular-ular laut. 


(Angkatan Laut Indonesia dengan latar belakang deretan kapal cepat patroli buatan dalam negeri)

Salah satu peristiwa penting yang menggambarkan keberanian pelaut-pelaut indonesia di atas ular-ular laut ini salah satunya adalah insiden Tedong Naga, dimana sebuah kapal Malaysia berniat nekat menerobos perbatasan laut Indonesia di Amabalat, Tedong Naga yang bertugas saat itu tak gentar mengadang laju kapal perang malaysia tersebut sehingga sempat menimbulkan benturan antara kedua kapal perang tersebut. Insiden ini sempat memanaskan hubungan kedua negara, peristiwa ini pula menjadi jawaban kepada jiran Indonesia bahwa pelaut-pelaut Indonesia siap menghadang dan mengusir siapapun yang berniat mengganggu kedaulatan NKRI tercinta. 

Kemampuan dan persenjataan

Soal kemampuan, kapal patroli yang berhasil ditetaskan oleh Fasharkan ini tak perlu diragukan kehandalannya. Dengan berat 90 ton ular laut yang  mampu membawa 20 pelaut ini memiliki dimensi 36 meter x 7 meter ini mampu melaju kencang dan lincah bermanuver, hal ini tak lain karena 3 mesin MAN 1100HP D2842 LE 410 yang sanggup mendorong kapal hingga kecepatan 33,8 knot. 

Interior kapal perang ini dirancang futuristik dengan konsep kenyamanan yang tinggi. Selain ruang mesin tentunya ada pula ruang anjungan utama serta ruang pendukung untuk menjalani tugas seperti kantor, ruang komunikasi, ruang senjata, ruang tahanan dan tentu juga  ruang tidur yang nyaman bagi para awak yang bertugas.

Persenjataan kapal perang ini selain ditunjang dengan senjata-senjata individu juga diperkuat dengan  1 kanon Oerlikon 20/70 kaliber 20mm dengan kecepatan tembakan 250-320 rpm, jangkauan 4,3 Km untuk target udara dan permukaan terbatas yang ditempatkan di haluan, serta 1 buah senapan mesin 12,7 mm di buritan kapal.

Sumber: Komando Militer.

Elastisitas dalam Ber-TOT, Mengapa Tidak?!


(IFX/KFX projek pesawat tempur masa depan Indo-Korea)

Bila mencermati perkembangan belanja alutsista TNI dalam beberapa tahun belakangan ini, mau tak mau kita memang harus mengacungkan jempol dengan kinerja Kemhan dan pihak-pihak yang terlibat demi menyegarkan dan menyangarkan keperkasaan pengawal NKRI tercinta ini.

Namun sama seperti dua sisi mata koin, TOT yang sejati harusnya menguntungkan dan memuluskan upaya mendatangkan alat-alat terpur canggih tersebut, terkadang justru jadi bumerang yang setiap saat membuka kesempatan oknum-oknum dan kelompok tertentu mempolitisir menciptakan debat kusir yang justru menghambat upaya mencapai MEF, ini tentu harus disingkapi dengan bijak.

Luwes dalam ber-TOT untungkan Indonesia.

Saya peribadi amat setuju bahwa dalam tiap pembelian alat-alat tempur pertahanan, sewajarnya kita mendapatkan transper ilmu pengetahuan dalam hal merawat dan memproduksi suku cadang sehingga tak selamanya Indonesia tergantung pada produsen.

 (Chang Bogo Class. Kapal selam masa depan Indonesia)

Dalam kasus pembelian persenjataan dari Asia Timur misalnya diplomasi Indonesia terbukti mendapat tempat terbuka dan salam hangat dari Cina dan Korea Selatan yang tak pelit berbagi ilmu rancang bangun LPD, kapal selam, pesawat tempur dan misil militer sebuah prestasi yang begitu membanggakan. Keberhasilan itu juga tak hanya ditopang dari segi ekonomi belaka tapi juga mempengaruhi bidang pertahanan dan politik. 

Namun di sebagian kawasan Eropa dan Rusia kita tak terlalu beruntung.  Dengan Belanda misalnya untuk proyek Sigma Class dan Tank Leopard misalnya, kita dibuat tertatih-tatih dengan sikap tinggi hati mantan penjajah di era kolonial yang sesungguhnya tak sudi melihat meningkatnya kemampuan tempur militer kita. Belanda sengaja menarik ulur pembelian leopard sembari melihat situasi membaiknya perekonomian eropa, memainkan harga diri kita seolah-seolah bangsa ini pelanggar HAM kelas wahid, dan mantan penjajah itu lebih baik dari apa yang dilakukannya kepada Indonesia ratusan tahun lalu. Harusnya legislator negeri kincir angin bisa melihat Indonesia dengan perspektif baru, tapi nyatanya sikap keras kepala mereka menunjukan pandangan politik sesungguhnya.

Mencampuri urusan dalam negeri Indonesia dan mengobarkan kebencian rakyat Papua terhadap bangsanya sendiri sesungguhnya telah membuka topeng sejarah yang tak bisa ditutup-tutupi, Belanda masih belum tuntas menyimpan dendamnya pada kita, harusnya itu dapat dipahami dengan baik oleh pemimpin negeri ini bahwa konflik sejarah antara kita dan belanda memang tak pernah selesai. Namun apa dikata demi selanggah lebih baik dalam bidang alih tehnologi kapal perang Indonesia memang harus bersabar menghadapi sikap belanda yang kurang terpuji itu, sebaiknya lain kali lebih baik kita ber-TOT dengan negara yang tak suka mencampuri urusan dalam negeri seperti Jerman, Prancis dan Italia.

Dengan Rusia juga tak beda jauh sebenarnya walau terbuka pembelian alutsista tanpa embargo, tapi soal TOT, negeri beruang merah itu masih belum membuka ruang untuk diajak bernegosiasi, bahkan oleh legislator kita, Sukhoi sempat menjadi bulan-bulanan kritik karena soal TOT sehingga sempat ada oknum yang meminta pembatalan pembelian sukhoi.

 (C-705, rudal mutakhir racikan Indonesia dimasa depan)

Dalam segi kemampuan saya yakin keahlian para tehnisi dan insiyur tak akan kalah dengan kemampuan para ahli dari luar, namun dalam kasus Rusia, kita tak bisa menyalahkan negeri tirai besi itu untuk sulit berbagi ilmu dengan kita- setidaknya untuk saat ini-, sejarah telah mencatat bagaimana sejak kejatuhan Bung Karno, Angkatan Laut dan Udara kita yang cendrung dekat dengan Moskow kala itu terkena imbas luar biasa.

Bukan hanya Indonesia, Rusiapun dibuat berputih mata menyaksikan alat-alat tempur kebanggan mereka tanda persahabatan untuk bangsa indonesia ini berpindah tangan secara tragis ke tangan Amerika. Tersungkur dan sakit hati melihat MiG-21 diangkut dipelajari oleh musuh bebuyutan, TU-16 dilucuti sebagai simbol jatuhnya keperkasaan blok timur dan dirubahnya KRI Irian jadi besi kiloan tentu oleh kita sendiri bisa dibayangkan rasa sakitnya bila mengingat hal itu.

Sikap Rusia yang sedikit menjaga jarak tentunya tak lantas kita sikapi dengan pembatalan pembelian alat-alat tempur seperti sukhoi misalnya, pesawat tempur ini sempat didengungkan oleh sebagian kecil legislator kita untuk dibatalkan. Itulah sebabnya kita perlu bersikap luwes dan tak kaku. Pun demikian dalam ber TOT jika memang tak dapat dilakukan tak harus kita membatalkan, jika tak bisa mendapat rancang bangunnya paling tidak TOT suku cadangnya, jika hal itupun belum dapat kita kuasai paling tidak kita mendapat kepastian tertulis tak ada embargo untuk suku cadang sukhoi, itu saja sudah cukup untung. Hal lain yang juga harus diperhatikan ada komitmen pemerintah dan legislator kita.

Sejauh yang saya perhatikan sikap kritis legislator kita justru terkesan menghambat kemajuan mencapai MEF. Memang dimasa Orde Baru pemerintah menjadi pemegang kepetusan sentral yang tekadang membuat DPR hanya menyiapkan cap stempel saja, kini dimasa setelah Reformasi bergulir dan makin besarnya kekuasaan legislator, tak seharusnya menjadi ajang balas dendam. Pemerintah dan DPR harusnya menjadi garda depan mensukseskan keberhasilan modernisasi militer kita bukan sebaliknya justru diantaranya ada pihak-pihak yang menghalangi modernisasi yang kian mendesak ini.

Terakhir sebelum saya menutup tulisan ini, ada baiknya kita lebih bersikap luwes dalam mengejar ambisi militer untuk mandiri, TOT wajib namun jangan karena mengejar TOT semata, justru menjadi blunder bagi keberhasilan program modernisasi militer indonesia kedepan. Semoga Indonesia makin jaya dimasa depan. Amin