Tuesday, February 5, 2013

Membangun pesawat Anti gerilya Modern made in dalam negeri, mungkin kah?


(KT- 1B Wong Bee, Indonesia telah berhasil merakit pesawat jenis ini)

Bila mau jujur, misi-misi yang banyak diemban oleh AU Indonesia, tantangan berat bukan hanya datang dari luar, namun juga ancaman sparatis yang dibekingi oleh kepentingan asing didalam negeri, andai saja saat menghadapi TNA-GAM, petinggi AU mau lebih agresif seperti perwira AD yang “menantang” PINDAD menghasilkan panser dalam negeri, mungkin saat ini PT. DI sudah menciptakan prototipe pesawat anti gerilya buatan Indonesia.

Bercermin dalam kasus Aceh

Belajar dari kasus, Hawk 109-209 yang dijegal oleh Inggris beberapa tahun yang lalu, seharusnya dapat membuka mata kita bahwa kepentingan asing seperti Inggris mudah saja melakukan hal tersebut dimasa mendatang. Banyaknya tantangan contra insurgensi harusnya dapat menjawab tantangan untuk mencipatakan peluang menghasilkan pesawat made in dalam negeri.

Salah satu sebab yang menjadi titik tolaknya adalah belum sepenuhnya ada kepercayaan TNI AU kepada PT. DI untuk menghasilkan jenis pesawat tersebut, parahnya lagi PT. DI seperti tak diberi kesempatan untuk bergerak kearah tersebut.  

(Perangkat Avionik pesawat tempur buatan anak negeri)

Padahal sejarah telah menuliskan bahwa para ahli penerbangan indonesia kala itu justru berhasil menciptakan pesawat latih dan kontra gerilya sebelum diera pak BJ. Habibie berfokus pada pesawat angkut sipil dan militer. Bahkan yang terbaru, PT.DI berhasil merakit pesawat turboprop KT- 1B Wong Bee buatan korea di Bandung sebuah prestasi dan pengalaman yang cukup sebenarnya untuk memberi kepercayaan pada industri penerbangan dalam negeri.

Kita butuh lebih banyak lagi pesawat kontra gerilya made in anak negeri.

Memang saat ini kita sudah memiliki 4 dari 16 Super Tucano yang akan masuk masa tugas, namun seperti yang kita ketahui, jumlah tersebut jelas tak cukup, kita butuh kurang lebih 4 hingga 5 skuadron lagi pesawat anti gerilya turboprop sejenis untuk misi pengawasan perbatasan dan kontra gerilya. Brazil yang merupakan produsen Super Tucano saja sanggup membeli pesawat anti gerilya miliknya dari berbagai varian hingga 300 unit lebih, mengapa kita bisa berbuat untuk industri militer dalam negeri. 

Bukankah kita bisa mencoba, soal kemampuan tak perlu diragukan kita telah memiliki para ahli dibidangnya, selain PT. Dirgantara Indonesia ada PT. Info Global misalnya berhasil menciptakan sisten avionik dalam negeri yang sanggup meremajakan F-5 E Tiger dan Hawk, mengapa tak dicoba ilmunya untuk berperan serta memproduksi pesawat gerilya dalam negeri?, jangan sampai kita dibuat gigit jari sebab Negara jiran telah jauh-jauh hari membidik perusahan avionik tersebut untuk memindahkan pabriknya disana. (Zee).