Saturday, August 4, 2012

Riwayat Self Propelled Mortar Indonesia.


(Senjata utama Panser Mortir Made In Pindad)

Boleh dibilang kemajuan persenjataan Pindad dari segi arteleri gerak sendiri mulai menapak langkah yang nyata, tercipatnya panser Anoa dengan persenjataan Canon baik itu ukuran 20 mm maupun 90 mm berhasil mencuri perhatian publik dan selalu ditunggu kehadirannya sebagai bagian inventory Infantri Mekanis maupun Batalyon Kaveleri Indonesia. 

Sejujurnya selain mengusung canon 20 dan 90 mm yang sangar itu, ada lagi self propeled indonesia yang tak kalah pentingnya yakni panser Mortir racikan Pindad seangkatan dengan Panser APC Anoa yang dilengkapi mesin perang buatan dalam negeri macam AGL 40 maupun senapan mesin 12,7 mm.

Bermula dari Tekidanto 50 mm.

Sejarah keberadaan mesin perang seperti mortir yang begitu menggema dikalangan pasukan infantri sejujurnya sudah lama sekali gaungnya, bahkan dianggap memiliki makna khusus bagi satuan infantri yang merupakan bagian terbesar dari angkatan bersenjata dimasa revolusi fisik dulu.

Diantara beragam senjata yang menjadi kegemaran para pejuang adalah Tekidanto alias mortir kaki 50 mm peninggalan bala tentara Jepang. Mortir ini sejatinya tak lain adalah copian dari mortir Kaliber 50 mm mk.2 dan mk.8 buatan Inggris. Takidanto menjadi bintang dalam peperangan bukan karna sembarang sebab, selain menjadi bagian tak bisa di pisahkan dari infantri saat bertugas dilapangan, ia juga dapat di produksi oleh para montir TKR lantaran jepang dengan “baik hati” membuat pabrik tiruannya di Jokjakarta, alhasil senjata ini cukup merepotkan bagi militer Belanda saat infasi kedua kala itu.

Seiring perkembangan waktu masuk dekade 50-an, infentory berupa mortir cukup beragam selain Takidento 50 mm, adapula mortir Madsen Kaliber 51 mm asal Denmark, kemudian mortir kaliber 81 mm mk.2 dari Inggris.

(Panser Mortir Indonesia, lincah dan mematikan)

Beralih dekade tahun 60-an, arsenal blok timur banyak berdatangan ke indonesia, pun demikian pula dengan mortir yang digunakan untuk Angkatan Darat diantaranya yang populer adalah Mortir M52/A3 alias M1938 yang berkaliber 120 mm asal Rusia. Sejak insiden politik yang mengguncang indonesia, haluan persenjataan kembali pula ke blok barat yang memang cukup dekat dengan orde baru saat itu, maka dapat ditebak persenjataan dari jenis mortir tak jauh-jauh dari sana.

Industri persenjataan dalam negeri seperti Pindad berhasil mengembangkan persenjataan mortir secara mandiri dengan varian 60 hingga 81 mm untuk TNI AD, hal ini tak lain setelah masuk era reformasi Indonesia di embargo oleh barat. Pindad dalam hal ini telah bertindak sesuai jalan dengan menggenjot kemampuan menciptakan persenjataan mandiri dalam negeri khususnya untuk Angkatan Darat.

Mortir Gerak Sendiri Made In Dalam Negeri.

Kalau boleh jujur diantara varian pensenjataan panser Anoa, nampaknya panser montir ini gaung tak terdengar segarang panser Canon 20 maun 90 mm. Hal ini wajar selain pemberitaan yang cukup minim, perhatian publik lebih terikat pada panser jenis canon.

Sejujurnya rancang bagun Pindad menghasilkan panser Mortir gerak sendiri adalah sebuah trobosan yang patut diacungi jempol, walau memang varian seperti ini umumnya sudah diciptakan di dunia, namun tak pelak lagi dengan usungan panser Anoa gerak-gerik mortir ini jadi lebih mobil dan mematikan, apa lagi jika jenis kalibernya mencapai 81 hingga 120 mm, cocok untuk melengkapi infentory Infantri Mekanis yang telah di bentuk di indonesia.

Mortir umumnya di andalkan sebagai senjata anti personel maupun kendaraan ringan, ia juga mumpuni dalam melakoni misi membantu serangan udara, memberi tanda bagi titik tempur dengan menyebar white phosporus (WP) dan tentu saja membuat jatuh mental musuh. Mortir juga mumpuni digunakan untuk mengirim asap agar pasukan bisa terlepas dari musuh.

(Armor komposit pada Panser Anoa menambah daya tahan dan deternt bagi musuh)

Memang selain kelebihan, kekurangan mortir adalah suaranya yang terlalu gaduh. Itulah sebabnya dalam tradisi angkatan darat mortir umumnya hanya di bawa oleh tiga orang yakni penembak (Gunner), Asisiten penembak (Gunner Asistant) dan bagian munisi (Ammunition Man). Jumlah yang minim ini dimaksud agar gerak para kru mortir dapat cepat menghindar dari lokasi pertempuran, jumlah pasukan yang minim pun juga kurang lebih berlaku pada kru pembawa senjata anti tank. 

Namun dalam perkembangannya Mortir mulai ditempatkan pada panser-panser selain melindungi para kru juga untuk memobilisasi pergerakan mortir-mortir berkaliber besar yang mencapai 81 hingga 120 mm. Berat proyektil mortir juga bervarisi, misalnya untuk mortir kaliber 81 mm bisa berbobor 52,5 kg dengan jarak jangkauan 4.700 m. Lalu bagaimana dengan panser mortir milik pindad? Sejauh ini memang tak banyak informasi mengenai kaliber yang diusungnya, namun bisa jadi berkisar pada kaliber sedang dan besar.

Mortir dimasa depan akan dikembangkan lebih hebat lagi, misalnya menggunakan aplikasi radar untuk menjejak posisi musuh, bahkan dalam perkembangannya tidak hanya digunakan untuk menembak secara single-shot, namun juga secara kontinyu dengan memberikan magazine fed. Alhasil tembakan mortor dapat lebih cepat dengan jumlah yang banyak. Semoga pindad dapat mengusai, mengaplikasikan dan memproduksi mortir masa depan ini.(Zee)

Sunday, July 29, 2012

Hikayat Rudal Perisai Angkasa Indonesia.



(Kartika roket militer awal racikan para ahli Indonesia)

Berbicara mengenai tekhnologi rudal militer, Indonesia sesungguhnya bukan negara baru dalam hal itu, bahkan sejarah bangsa ini merupakan salah satu pengembang rudal militer potensial terbukti Indonesia di tahun 1960-an pernah meluncurkan roket eksperimental kartika sekaligus yang pertama di Asia Tenggara. 

Hikayat Rudal dan Roket militer Indonesia.

Tak ada negara dibelahan bumi selatan ini yang tak mengakui betapa superiornya Indonesia di tahun 1960-an, bahkan Asutralia yang begitu superior di mandala Kalimantan saat perebutan ladang-ladang minyak tahun 1940-an tak berkutik menghadapi gertakan Indonesia yang juga membuat Belanda angkat kaki dari Irian barat.

Salah satu arsenal gahar dimasa itu adalah rudal militer yang memang menjadi prioritas utama angkatan bersenjata Indonesia kala itu. Rudal-rudal militer mutakhir dan memiliki efek deterant tinggi saat itu memang lebih banyak berinduk di kalangan Angkatan Udara dan Angkatan laut Indonesia, sebut saja diantaranya SA-2, Kennel dan Styx yang menjadi momok bagi pihak-pihak yang mencoba mengganggu kedaulatan negara Republik Indonesia ini.

SAM (Surface to Air Missile)-75, misalnya untuk Asia Tenggara hanya Indonesia dan Vietnam yang memilikinya rudal penghancur pesawat tempur ini. rudal-rudal disebar di titik penting memagari ibu kota saat itu. Belum lagi rudal Kennel yang digotong oleh TU-16 membuat bomber legendaris itu ditakuti, pun demikian dengan Styx walau tak sempat digunakan namun efek deteran selepas insiden serangan Angkatan laut India ke panggalan Angkatan Laut pakistan di karachi tahun 70-an menaikan efek gentar bagi Komar Class pengusung rudal bongsor legendaris itu.

Ambisi indonesia untuk memiliki rudal pertahanan yang mumpuni rupanya sempat membuat bulu kuduk pimpinan NATO itu merindik, roket eksperimental Kartika yang diluncurkan di era Ir. Soekarno meneguhkan keinginan Amerika untuk menggusur kepala negara kharismatik asal indonesia itu.

Sampai-sampai sebuah laporan kawat diplomatik menyebutkan bahwa relasi Indonesia –Cina (Sino-Indo) tengah mengembangkan peluru-peluru kendali nuklir yang siap meledak dikawasan Asia tenggara. Tentu saja laporan itu terkesan berlebihan, namun kekhawatiran transper tekhnologi Cina yang mendapat lisensi dari Rusia mau tak mau membuat barat tak mampu menyembunyikan ketakutan atas kemajuan teknologi militer kedepan.

(SAM momok sekutu dimasa lalu)

Faktanya kemampuan militer Indonesia yang khususnya berhubungan dengan rudal memang menjadi andalan kedua matra baik angkatan laut dan udara Indonesia yang dimata pengamat barat lebih pro-Soviet dari pada Angkatan Darat yang dianggap dekat dengan Amerika. Bagi Amerika dan sekutunya, satu-satunya jalan untuk mencegah penguasaan persenjataan tingkat tinggi tersebut adalah melengserkan Bung Karno, hal itu memang terjadi. Setelah era Sukarno berakhir dan digantikan oleh rezim Orde baru, Amerika nampaknya puas dengan perkembangan tersebut. 

Terbukti jauhnya Indonesia dari blok timur seakan memupuskan keinginan memiliki tekhnologi rudal mutakhir yang dapat menggoyang keseimbangan kekuatan milier di Asia Tenggara. Sebagai gantinya Amerika dan sekutunya yang tergabung dalam NATO memberikan pilihan agar indonesia membeli persenjataan dari blok barat yang kapanpun dapat dikontrol melalui kebijakan embargo militer.

Memang benar bahwa dimasa pak Harto LAPAN yang sebagai institusi resmi ujung tombak dari penelitian dan pengembangan rudal militer lebih difokuskan pada pengindraan jauh, namun tak berarti tak ada usaha untuk mengusai teknologi mutakhir tersebut, terbukti dimasa sang Jendral besar itu Indonesia pernah melakukan proyek jangka panjang yang diberi kode “Proyek Menang”, yang dimaksud untuk mengusai tekhnologi roket jangka panjang yang dikerjakan oleh PT. Dirgantara Indonesia yang berhasil menetaskan roket FFAR serta Torpedo untuk kebutuhan Kapal Selam Indonesia, namun tetap saja dibawah pengawasan ketat negara-negara NATO. 

Ambisi lama bersemi kembali 

Bagai membangunkan macan yang tidur, begitulah kiranya sejak sengketa wilayah dan embargo militer yang diterapkan oleh barat berujung pada kembalinya ambisi Indonesi untuk memiliki kekuatan militer yang mumpuni.


(Uji coba peluncuran roket militer Indonesia)

Kali ini LAPAN langsung mengambil alih ujung tombak pengusaaan rudal-rudal jarak jauh masa depan Indonesia ini. Cetak biru roket-roket eksperimental yang lama di rahasiakan dan disimpan oleh LAPAN mulai dikeluarkan dari lemari besinya. Satu demi satu roket-roket tersebut mulai di uji coba dan hasil memang tidak mengecewakan.

Pucuk di cinta ulampun tiba, keinginan mengembangkan roket militer nasional, cikal bakal rudal-rudal besar tersebut mendapat perhatian serius dari pemerintah, khususnya dalam lima tahun belakangan ini. langkah nyata dari Mehan Purnomo yang melobi Cina untuk berbagi ilmu peroketan memang patut diacungi jempol, hanya soal waktu saja Indonesia dan Cina akan memproduksi bersama rudal C-705 yang saat ini banyak bersarang pada kapal-kapal angkatan laut Indonesia. Selain berkiblat ke cina, Indonesia juga melengkapi diri dengan Rudal yakhotn dari Rusia yang disebut-sebut pengamat asing sebagai bagian dari superioritas Angkatan Laut Indonesia.

Di dalam negeri sendiri Indonesia tak kalah genjar menggenjot teknologi rudalnya terbukti beberapa saat yang lalu bangsa ini mulai melansir roket ekperimental R-Han jarak 100 km, belum cukup Asia Tenggara kembali dikejutkan dengan peluncuran roket jarak 400 hingga 500 km, wajar saja roket yang bakal menjadi peluru kendali ini menjadi buah bibir dimasyarakat karena Indonesia sudah memiliki salah satu rudal modern Yakhont yang jaraknya 300 km, artinya ada kemajuan dalam pengembangan roket tersebut dan hanya tinggal menyempurnkan sistem pemandunya saja. Bayangkan saja jika jarak R-Han di lecut sejauh hingga 700 km dan disarangkan pada peluncur bersifat mobil seperti yakhont yang bersarang pada kapal perang Van Spinjk Class, efek deternd nya akan sangat besar sekali.

(C-705, rudal pamungkas anti kapal masa depan TNI AL)

Apakah pengembangan tersebut hanya mimpi? Tentu saja tidak, jalan ke arah tersebut sudah terbuka lebar, transper teknologi roket seperti sistem pemandu, penyempurnaan bahan bakar roket dan sebagainya akan masuk dalam genggaman para ahli roket nasional kita, kita hanya tinggal mengembangkan saja dan menciptakan varian-varian tersebut sesuai kebutuhan militer dalam negeri.

Ambisi memiliki kemampuan rudal-rudal pertahanan tersebut selayaknya tak berhenti pada pengembangan rudal darat ke darat  saja, namun juga harus diarahkan pada pengembangan rudal darat ke udara dan udara-ke udara ( Air to Air) untuk mengisi koleksi arsenal pesawat-pesawat militer kita. Indonesia telah menciptakan bom untuk sukhoi-sukhoi miliknya, sudah selayaknya juga dimbangi dengan persenjataan rudal yang mumpuni. Jika sudah demikian jiran-jiran nakal indonesia akan berpikir berpuluh kali bila ingin mengganggu wilayah kedaulatan Indonesia tercinta ini. (Zee).

Monday, July 23, 2012

Hikayat Batalyon Infanteri Raja Alam 61 3


(Salah seorang prajurid Batalyon Raja Alam 613 berfose dengan sebuah Mortir)

Di utara kaltim, siapa yang tak mengenal Batalyon Infatri Raja Alam, batalyon tertua dari tiga kekuatan militer Angkatan Darat yang tersebar disana. Selain Batalyon Raja Alam 613, ada juga Batalyon Maharaja Pandita 614 dan Brigade Infantri (Brigif) Bulungan Cakti. 

Hikayat Kombet Dari Utara

Kiprah dari Batlyon yang cukup sepuh ini mengakarkan istilah Kombet yang cukup masyur namanya di kawasan utara ini. Batalyon yang sudah melahirkan 23 Danyonif ini lahir pada pada Sabtu, 3 Juni 1978 pukul 12.15. Wita. Sang ayah, Kepala Staff TNI AD Jendral Widodo kemudian mentasmiyahkannya dengan nama Raja Alam. Ini bukan sembarang nama, Raja Alam merupakan salah satu tokoh sejarah di utara kaltim yang berperang menghadapi belanda.

Batalyon Raja Alam kemudian berada dibawah bimbingan dan pengawasan Kodim IX Mulawarman di jalan Aki Balak, Juata Kerikil, kota Tarakan sebagai basis terbesarnya. Menurut Tabel Organisasi Peralatan alias TOP saat ini, kekuatan utama Batalyon Raja Alam didukung oleh tak kurang dari 651 prajurid yang terdiri dari 27 orang Perwira, 114 Bintara, dan 510 orang Tamtama.
 
Batalyon Infantri ini sendiri terdiri dari 5 Kompi yakni: Kompi Senapan A, Kompi Senapan B, Kompi Senapan C, Kompi Bantuan dan Kompi Markas. Hal ini sesuai dengan literatur militer sendiri bahwa yang dimaksud dengan Batalyon adalah Satuan dasar tempur di bawah Brigade atau Resimen yang terdiri dari suatu Markas, Kompi Markas dan beberapa Kompi (biasanya tiga Kompi) atau Baterai (istilah Kompi khusus untuk satuan Altileri). Tiap Kompi biasanya dipimpin oleh seorang seorang Kapten, sedangkan tiap satu Batalyon dipimpin oleh seorang Mayor (senior) atau Letnan Kolonel.  

Dalam satuan infanteri, ada tiga macam kompi, yang disesuaikan dengan fungsinya, yaitu Kompi Senapan (Kipan), Kompi Markas (Kima), Kompi Bantuan (Kiban). Kompi Senapan disiapkan untuk operasi lapangan, dengan dukungan Kompi Bantuan. Persenjatan Kompi Bantuan lebih berat dari persenjataan Kipan, persenjataan Kipan terdiri dari Senjata Mesin Sedang (SMS), mitraliur, dan mortir. 

Di Tarakan Kompi-kompi itu di bagi-bagi lagi lokasinya. Kompi Senapan C misalnya dikhususkan di kawasan Mamburungan, kemudian sedangkan Kompi markasnya ada di Juata Krikil. Dari kesemua Kompi yang ada, hanya Kompi senapan B saja yang terletak di Tanjung Selor, diluar dari basis militernya di Tarakan.

(Mengasah skil menciptakan prajurid tempur sejati)

Sedikit informasi, Markas dari batalyon Infantri di Juata Krikil menempati kawasan seluas 31,7 Hektare, terdapat bangunan Kompi Mayon (Markas Batalyon) sebanyak 2 unit, juga terdapat 3 unit kantor Kompi, setiap Kompi memiliki 3 barak begitu pula Kompi bantuan memiliki pula sebanyak 3 unit barak. Untuk 1 barak diisi oleh 1 pleton, -terdiri kurang lebih 30 personel-, jadi kesemuanya ada 14 unit.

Soal armament, Batalyon Infantri Raja Alam memiliki beragam jenis senjata, khusunya untuk senjata per orangan, Batalyon ini menggunakan Senapan Serbu Varian 1 alias SS V1 buatan PT. Pindad yang legendaris itu. Selain itu ada pula Senapan Penembak Runduk (SPR), Mortir 60 sampai 81 mm, Senapan Mesin Ringan (SMR), Senapan Mesin Sedang (SMS) dan Senapan Mesin Berat (SMB) serta Senapan Serbu Otomatis atau SO.

Kiprah Batalyon Raja Alam 613 dalam menjaga keutuhan NKRI.

Diusianya yang tak lagi bilang muda, kenyang asam garam pertempuran telah dilakoni oleh Batalyon garis depan diperbatasan ini. dengan moto “Setia dan Pantang Menyerah dalam Pertempuran” telah berperan dalam berbagai operasi pemulihan keamanan.

Diantaranya Operasi Pengamanan Wilayah Ambon tahun 1999, Operasi Pengamanan Wilayah Sampit tahun 2000, Operasi Pengamanan Wilayah Aceh tahun 2001 dan Operasi Pengamanan Wilayah Papua pada tahun 2002. Selain itu Batalyon ini berkiprah besar dalam upaya pengamanan dan rekonsiliasi semasa konflik Tarakan beberapa saat yang lalu dengan pendekatan damai. 

Posisi Batlyon Raja Alam yang mengamankan wilayah utara bersama Batalyon Maharaja Pandita 614 dan Brigade Infantri (Brigif) Bulungan Cakti memang tidak lah mudah, sewaktu-waktu konflik terbuka antara Indonesia maupun negara jiran serumpun Malaysia bisa saja terjadi otomatis pasukan-pasukan tempur inilah yang diterjunkan lebih awal. 

 (Siap berangkat dimedan tugas kapan saja dan dimana saja)

Pun demikian dengan perbatasan Indonesia dengan Filipina yang cendrung tenang seperti angin sepoy-sepoy namun dibalik itu tak dapat di pungkiri ilegal fishing, perdagangan obat-obatan terlarang sampai jual beli senjata-senjata ilegal yang kemudian digunakan oleh para rompak laut dan perampok jelas menjadi catatan tersendiri yang tak bisa di abaikan.

Untuk membangun kualitas tempur yang mumpuni, latihan tempur dilakukan secara bertahap, bertingkat dan berlanjut. Bagi prajurid baru, latihan insentif berupa keahlian atau keterampilan menyamar, menembak dan bergerak adalah santapan wajib sampai benar-benar ahli dibidangnya. Selanjutnya adapula latihan satuan tingkat regu seperti pengamanan VVIP Presiden, latihan uji siap tempur dari Pleton hingga Batalyon secara kontinyu dilakukan demi terciptanya prajurid tempur pilihan yang siap menjaga kedulatan NKRI tercinta.

Sumber: Radar Tarakan Minggu 3 Juni 2012

Sunday, July 1, 2012

Hikayat Boa Class Indonesia.


(Iring-iringan Boa Class Indonesia)

Dibanyak negara, kata embargo memang hal tak menyenangkan, pun demikian Indonesia ketika nagara-negara barat melakukan embargo setelah tumbangnya rezim orde baru. Banyaknya persenjataan yang kualitasnya menurun berimbas pada kurang efektifnya menjaga aset-aset negara.

Disaat masa sulit mendera, Indonesia dalam hal ini Tentara Nasional Indonesia tentunya tak ingin berpangku tangan dan menunggu nasib menjadi pesakit baru di Asia Tenggara, salah satunya yang juga menjadi berkah dimasa-masa embargo tersebut adalah kesadaran mengenai keinginan untuk mandiri yang tidak sepenuhnya harus tergantung dengan negara-negara lain dalam hal mensuplay kebutuhan pertahanan negara.

Maka mulailah Indonesia melirik hasil karya anak bangsa agar tetap survive dimasa krisis. Ditengah krisis yang mendera dan di perparah dengan aktivitas asing yang mengambil kesempatan melakukan pencurian ikan, pengangkatan ilegal harta karun berupa kapal-kapal kuno tanpa seizin Indonesia serta meningkatnya jalur penjualan narkotika dan perdagangan manusia di atas wilayah laut NKRI tentunya menjadi hal yang menyakitkan bagi bangsa Indonesia khususnya bagi Angkatan Laut Indonesia yang juga terkena imbas dari embargo dan krisisi tersebut.

Boa Class Indonesia

Fasilitas Pemeliharaan dan Perbaikan (Fasharkan) Angkatan Laut Indonesia tentunya tak tinggal diam dengan kondisi tersebut, kebutuhan akan kapal-kapal patroli amat mendesak. Ditegah krisis Indonesia akhirnya survive dengan menghasilakan kapal patroli berbahan fiperglass yang ringan tapi kuat karena di topang dengan rangka yang dibuat dari bahan kayu berkualitas tinggi.

 (Kapal Cepat dengan  kanon Oerlikon 20/70 kaliber 20mm)

Di Mentigi, Boa Class ditetaskan untuk bersiap menjaga perairan dangkal Indonesia,  Pun demikian dengan sepupu dekat dari Boa class juga di tetaskan di Manokwari, nun jauh di kawasan timur Indonesia. 

Hikayat penamaan Boa sendiri tak lahir dengan sendirinya, namun didasarkan pada Surat Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Laut tentang Ketentuan Pokok Pemberian Nama Kapal-kapal Perang Republik Indonesia yang menyatakan, untuk jenis kapal patroli cepat menggunakan nama-nama ikan atau ular. 

Angkatan Laut sendiri nampaknya senang menggunakan nama-nama ular berbahaya pada armada kapal patroli cepat mereka ini. Filosofi itu lahir dari sifat-sifat ular berbisa nan berbahaya yang merentang dikawasan barat hingga timur Indonesia, cepat, tangkas, mematikan, sabar, ulet dan gesit begitulah nampaknya mengilhami keberadaan kapal patroli kebanggaan Angkatan laut Indonesia ini.

Dalam arsenal Angkatan Laut Indonesia, jenis kapal patroli cepat ini setidaknya di bagi dalam dua kelas yakni Cobra Class dan  Boa Class. Jika digabungkan hasil karya Fasharkan baik di Mentigi maupun di Monokwari sangat membanggakan kurang lebih ada sekitar 15 ekor ular-ular laut. 


(Angkatan Laut Indonesia dengan latar belakang deretan kapal cepat patroli buatan dalam negeri)

Salah satu peristiwa penting yang menggambarkan keberanian pelaut-pelaut indonesia di atas ular-ular laut ini salah satunya adalah insiden Tedong Naga, dimana sebuah kapal Malaysia berniat nekat menerobos perbatasan laut Indonesia di Amabalat, Tedong Naga yang bertugas saat itu tak gentar mengadang laju kapal perang malaysia tersebut sehingga sempat menimbulkan benturan antara kedua kapal perang tersebut. Insiden ini sempat memanaskan hubungan kedua negara, peristiwa ini pula menjadi jawaban kepada jiran Indonesia bahwa pelaut-pelaut Indonesia siap menghadang dan mengusir siapapun yang berniat mengganggu kedaulatan NKRI tercinta. 

Kemampuan dan persenjataan

Soal kemampuan, kapal patroli yang berhasil ditetaskan oleh Fasharkan ini tak perlu diragukan kehandalannya. Dengan berat 90 ton ular laut yang  mampu membawa 20 pelaut ini memiliki dimensi 36 meter x 7 meter ini mampu melaju kencang dan lincah bermanuver, hal ini tak lain karena 3 mesin MAN 1100HP D2842 LE 410 yang sanggup mendorong kapal hingga kecepatan 33,8 knot. 

Interior kapal perang ini dirancang futuristik dengan konsep kenyamanan yang tinggi. Selain ruang mesin tentunya ada pula ruang anjungan utama serta ruang pendukung untuk menjalani tugas seperti kantor, ruang komunikasi, ruang senjata, ruang tahanan dan tentu juga  ruang tidur yang nyaman bagi para awak yang bertugas.

Persenjataan kapal perang ini selain ditunjang dengan senjata-senjata individu juga diperkuat dengan  1 kanon Oerlikon 20/70 kaliber 20mm dengan kecepatan tembakan 250-320 rpm, jangkauan 4,3 Km untuk target udara dan permukaan terbatas yang ditempatkan di haluan, serta 1 buah senapan mesin 12,7 mm di buritan kapal.

Sumber: Komando Militer.

Elastisitas dalam Ber-TOT, Mengapa Tidak?!


(IFX/KFX projek pesawat tempur masa depan Indo-Korea)

Bila mencermati perkembangan belanja alutsista TNI dalam beberapa tahun belakangan ini, mau tak mau kita memang harus mengacungkan jempol dengan kinerja Kemhan dan pihak-pihak yang terlibat demi menyegarkan dan menyangarkan keperkasaan pengawal NKRI tercinta ini.

Namun sama seperti dua sisi mata koin, TOT yang sejati harusnya menguntungkan dan memuluskan upaya mendatangkan alat-alat terpur canggih tersebut, terkadang justru jadi bumerang yang setiap saat membuka kesempatan oknum-oknum dan kelompok tertentu mempolitisir menciptakan debat kusir yang justru menghambat upaya mencapai MEF, ini tentu harus disingkapi dengan bijak.

Luwes dalam ber-TOT untungkan Indonesia.

Saya peribadi amat setuju bahwa dalam tiap pembelian alat-alat tempur pertahanan, sewajarnya kita mendapatkan transper ilmu pengetahuan dalam hal merawat dan memproduksi suku cadang sehingga tak selamanya Indonesia tergantung pada produsen.

 (Chang Bogo Class. Kapal selam masa depan Indonesia)

Dalam kasus pembelian persenjataan dari Asia Timur misalnya diplomasi Indonesia terbukti mendapat tempat terbuka dan salam hangat dari Cina dan Korea Selatan yang tak pelit berbagi ilmu rancang bangun LPD, kapal selam, pesawat tempur dan misil militer sebuah prestasi yang begitu membanggakan. Keberhasilan itu juga tak hanya ditopang dari segi ekonomi belaka tapi juga mempengaruhi bidang pertahanan dan politik. 

Namun di sebagian kawasan Eropa dan Rusia kita tak terlalu beruntung.  Dengan Belanda misalnya untuk proyek Sigma Class dan Tank Leopard misalnya, kita dibuat tertatih-tatih dengan sikap tinggi hati mantan penjajah di era kolonial yang sesungguhnya tak sudi melihat meningkatnya kemampuan tempur militer kita. Belanda sengaja menarik ulur pembelian leopard sembari melihat situasi membaiknya perekonomian eropa, memainkan harga diri kita seolah-seolah bangsa ini pelanggar HAM kelas wahid, dan mantan penjajah itu lebih baik dari apa yang dilakukannya kepada Indonesia ratusan tahun lalu. Harusnya legislator negeri kincir angin bisa melihat Indonesia dengan perspektif baru, tapi nyatanya sikap keras kepala mereka menunjukan pandangan politik sesungguhnya.

Mencampuri urusan dalam negeri Indonesia dan mengobarkan kebencian rakyat Papua terhadap bangsanya sendiri sesungguhnya telah membuka topeng sejarah yang tak bisa ditutup-tutupi, Belanda masih belum tuntas menyimpan dendamnya pada kita, harusnya itu dapat dipahami dengan baik oleh pemimpin negeri ini bahwa konflik sejarah antara kita dan belanda memang tak pernah selesai. Namun apa dikata demi selanggah lebih baik dalam bidang alih tehnologi kapal perang Indonesia memang harus bersabar menghadapi sikap belanda yang kurang terpuji itu, sebaiknya lain kali lebih baik kita ber-TOT dengan negara yang tak suka mencampuri urusan dalam negeri seperti Jerman, Prancis dan Italia.

Dengan Rusia juga tak beda jauh sebenarnya walau terbuka pembelian alutsista tanpa embargo, tapi soal TOT, negeri beruang merah itu masih belum membuka ruang untuk diajak bernegosiasi, bahkan oleh legislator kita, Sukhoi sempat menjadi bulan-bulanan kritik karena soal TOT sehingga sempat ada oknum yang meminta pembatalan pembelian sukhoi.

 (C-705, rudal mutakhir racikan Indonesia dimasa depan)

Dalam segi kemampuan saya yakin keahlian para tehnisi dan insiyur tak akan kalah dengan kemampuan para ahli dari luar, namun dalam kasus Rusia, kita tak bisa menyalahkan negeri tirai besi itu untuk sulit berbagi ilmu dengan kita- setidaknya untuk saat ini-, sejarah telah mencatat bagaimana sejak kejatuhan Bung Karno, Angkatan Laut dan Udara kita yang cendrung dekat dengan Moskow kala itu terkena imbas luar biasa.

Bukan hanya Indonesia, Rusiapun dibuat berputih mata menyaksikan alat-alat tempur kebanggan mereka tanda persahabatan untuk bangsa indonesia ini berpindah tangan secara tragis ke tangan Amerika. Tersungkur dan sakit hati melihat MiG-21 diangkut dipelajari oleh musuh bebuyutan, TU-16 dilucuti sebagai simbol jatuhnya keperkasaan blok timur dan dirubahnya KRI Irian jadi besi kiloan tentu oleh kita sendiri bisa dibayangkan rasa sakitnya bila mengingat hal itu.

Sikap Rusia yang sedikit menjaga jarak tentunya tak lantas kita sikapi dengan pembatalan pembelian alat-alat tempur seperti sukhoi misalnya, pesawat tempur ini sempat didengungkan oleh sebagian kecil legislator kita untuk dibatalkan. Itulah sebabnya kita perlu bersikap luwes dan tak kaku. Pun demikian dalam ber TOT jika memang tak dapat dilakukan tak harus kita membatalkan, jika tak bisa mendapat rancang bangunnya paling tidak TOT suku cadangnya, jika hal itupun belum dapat kita kuasai paling tidak kita mendapat kepastian tertulis tak ada embargo untuk suku cadang sukhoi, itu saja sudah cukup untung. Hal lain yang juga harus diperhatikan ada komitmen pemerintah dan legislator kita.

Sejauh yang saya perhatikan sikap kritis legislator kita justru terkesan menghambat kemajuan mencapai MEF. Memang dimasa Orde Baru pemerintah menjadi pemegang kepetusan sentral yang tekadang membuat DPR hanya menyiapkan cap stempel saja, kini dimasa setelah Reformasi bergulir dan makin besarnya kekuasaan legislator, tak seharusnya menjadi ajang balas dendam. Pemerintah dan DPR harusnya menjadi garda depan mensukseskan keberhasilan modernisasi militer kita bukan sebaliknya justru diantaranya ada pihak-pihak yang menghalangi modernisasi yang kian mendesak ini.

Terakhir sebelum saya menutup tulisan ini, ada baiknya kita lebih bersikap luwes dalam mengejar ambisi militer untuk mandiri, TOT wajib namun jangan karena mengejar TOT semata, justru menjadi blunder bagi keberhasilan program modernisasi militer indonesia kedepan. Semoga Indonesia makin jaya dimasa depan. Amin

Sunday, May 6, 2012

Hikayat Pesawat COIN Indonesia Dari Masa Ke Masa.



 (Super Tucano dan Bronco, pesawat COIN kebanggan Indonesia )

Berbicara mengenai peran pesawat-pesawat tempur Indonesia, jika boleh jujur selain misi-misi intercept pesawat asing dan patroli udara, misi contra gerilya alias Counterinsurgency (COIN) merupakan misi yang paling banyak menorehkan hikayat pada lembaran sejarah Angkatan udara Indonesia. Hebatnya lagi, beberapa diantaranya justru melahirkan nama-nama harum di kancah pertempuran yang dikenang sepanjang masa. 

Bermula dari Era Mustang dan Kumbang.

Indonesia sesungguhnya termasuk negara yang beruntung, mengapa? Karena tak seperti dimasa-masa awal sebuah negara yang umumnya kesulitan dalam membangun Angkatan Udaranya, Indonesia justru sebaliknya. Dimasa awal kemerdekaan, khusunya di era tahun 1950a-an kita justru mendapatkan tak kurang dari 40 pesawat Pemburu P-51 Mustang, belum termasuk dengan Bomber B-26 Invander. Sebelumnya di tahun 1940-an, Indonesia bahkan sudah memiliki tak kurang dari 70 pesawat Guntei dan Churen peninggalan Jepang.

Menurut hikayat Mustang-mustang tersebut dahulu dimiliki oleh Angkatan Udara Belanda yang digunakan untuk mengadapi perlawanan bangsa indonesia yang telah memproklamasikan kemerdekaan. Kabarnya Amerika ikut andil dalam pengadaan pesawat-pesawat tempur untuk Belanda tersebut.

Namun Allah Swt maha pengasih, Belanda boleh gigit jari setelah perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 2 November 1949. Menurut KMB, AURIS akan melikuidasi AU Belanda (ML, Militaire Luchtvaart) dalam waktu relatif singkat, selambat-lambatnya enam bulan terhitung setelah pengakuan kedaulatan. 

 (Jejeran Mustang era 50-an)

Kompeni Belandapun mau tak mau merelakan pesawat-pesawat tempur hebat dieranya itu jatuh ketangan bangsa Indonesia. Wajar bagi Indonesia memilikinya, pesawat mustang yang sejatinya di beli dari hasil Kerja keras bangsa Indonesia sudah semestinya menjadi milik bangsa ini.

Mustang sendiri bukanlah pesawat sembarang, inilah satu-satunya pesawat yang berhasil sampai ke Berlin menghadapi pesawat-pesawat tangguh jerman. Mustang sejak awal memang dilahirkan sebagai pesawat pemburu yang tangguh, dilengkapi armament Machine Guns 4x .50 cal - 6x .50 cal, Mustang menjadi momok menakutkan pesawat tempur lawan.

Sebagai sebuah kekuatan udara bagi negara yang baru saja merdeka, TNI AU kala itu justru langsung berhadapan dengan berbagai tantangan dalam negeri, khususnya pemberontakan di berbagai daerah yang ternyata di kemudian hari diketahui intel-intel asing bermain dibelakangnya. Sebut saja diantaranya perang saudara yang melanda Indonesia seperti Pemberontakan PRRI dan Permesta yang dimanfaatkan oleh pihak Amerika yang kala itu berseberangan dengan Bung Karno.

Amerika yang superior itu di buat menanggung malu oleh para penerbang tempur Indonesia diantaranya Ignatus Dewanto yang berhasil memberi pukulan telak pada penerbang–intel asing- Allen Pope, Pilot Bomber Permesta yang sudah melakukan serangan terhadap fasilitas negara di bagian Indonesia Timur. Insiden Aleln Pope mencoreng muka presiden AS kala itu sehingga untuk membuang malu karena ketahuan berkomplot untuk menjatuhkan Bung Karno, Amerika Serikat akhirnya mau tak mau merelakan Hercules miliknya menjadi bagian dari Armada tempur Angkatan Udara Indonesia.



 (P-51 Mustang darinya lahir generasi penerbang tempur handal Indonesia)

Para perancang pesawat Indonesia yang di motori oleh Nurtanio ternyata tak berpangku tangan. Berawal dari tangan dingin Nurtanio, Indonesia berhasil menciptakan pesawat COIN yang diberi nama si Kumbang. Bayangkan saja bagaimana hebatnya karya anak bangsa yang lahir tak lama setelah 10 tahun indonesia merdeka ini. Pesawat Sikumbang  merupakan pesawat tempur pertama ciptaan anak bangsa serba logam. Walaupun hanya tiga buah namun pesawat kontra gerilya anak bangsa ini mampu menyempurnakan tugasnya dalam pembersihan GPK. 

Mustang dan Kumbang memang sudah tak lagi terbang dilangit nusantara, tapi sejarah tak dapat menampik pengorbanan keduanya bagi bangsa dan negara, Indonesia boleh bangga karena sejarah mencatat dari kedua pesawat tempur kebanggan negara ini menorehkan namanya melahirkan para penerbang tangguh yang siap membela ibu pertiwi.

OV-10  Bronco dan Operasi Seroja.

Selepas era Mustang dan Kumbang berakhir, di tahun 1970-an, Indonesia  mulai melirik  pesawat COIN pengganti Mustang yang sudah dipensiunkan. Indonesia sendiri saat itu tengah terlibat operasi penumpasan kelompok Fretelin di Timor-Timur yang berhaluan komunis. 

Indonesia khawatir suatu saat Timor Lorosae justru akan digunakan oleh Uni Soviyet sebagai basis pangkalan angkatan laut air hangat miliknya. Sebab jika itu terjadi akan jadi masalah besar dikemudian hari. Lebih dari itu kenyataannnya rakyat Timor Lorosaelah yang meminta bantuan indonesia untuk turut campur membantu mereka karena Fretelin banyak melakukan pembantaian massal di era perang saudara itu. 


( Si Kumbang dengan nomor registrasi NU-200, Pesawat COIN pertama ciptaan anak bangsa)

Inilah operasi yang melibatkan pesawat OV-10 F Bronco yang dikemudian hari dikenal sebagai salah satu Pesawat anti gerilya yang paling lama masa tugasnya. Jumlah keselurahn Bronco yang didatangkan ke indonesia full satu skuadron 16 ekor dalam keadaan baru. Dalam hikayat Bronco pertama kali merasa hawa tropis di Indonesia pada tanggal 28 September 1976.

Bronco masuk arsenal TNI AU setelah petinggi angkatan udara jatuh hati dengan kemampuan hebatnya semasa perang Vietnam. Bronco yang mendapat gelar si “Kuda Liar’, memang pantas diacungi jempol. Pesawat tempur kelahiran North American, hebatnya lagi walaupun memiliki sayap tetap, kemampuannya mirip dengan kemampuan helikopter serbu   yang cepat, mumpuni dalam terbang jarak jauh, murah dan sangat dapat diandalkan dalam operasi militer. 

Kemampuan armament Bronco sendiri memang luar biasa. Pada saat pertama di datangkan, OV-10 mampu memanggul empat senapan mesin kaliber 7,62 mm dengan total amunisi di luar badannya seberat 750 kg serta mampu beroperasi dan landasan pendek bila perlu dan landasan rumput dan diberi registrasi OV­10F Bronco.

Tak puas dengan persenjataan yang ada, Indonesia yang memang terkenal jago modif sekali lagi memodifikasi Bronco kesayangannya dengan menukar mengganti senapan mesin kaliber 7,62 mm menjadi 12,7 mm. 

Pada operasi Seroja tugas Bronco adalah memberikan bantuan tembakan udara atau BTU. Lebih khusus lagi untuk melakukan penyerangan target permukaan, baik dalam sebuah operasi berdiri sendiri (Serangan Udara Langsung) maupun sebagai pesawat tempur ringan dalam memberikan dukungan tembakan bagi pasukan darat. Dalam operasi udara dikenal sebagai  close air support.



 (Pesawat Si Kumbang, mungkin kah kita menghidupkannya kembali?)

Dari hikayatnya, pesawat OV-10 Bronco telah sukses berbakti dalam melakukan operasi udara (bantuan tembakan udara), seperti pada Ops Seroja (1976-1979), ops Tumpas (1977-1978), Ops Halilintar (1979), Ops Guruh Petir (1980), Ops Kikis (1981-1982), Ops Tumpas (1983-1985), Ops Halau (1985-1987), Ops Rencong Terbang (1991-1993), Ops Oscar (1991-1992).

Bronco memiliki masa tugas yang panjang, asam garam pertempuran sudah dilakoninya, itulah yang membuat para penerbang merasakan ikatan emosi yang dalam dengan si kuda liar ini. Rela binasa membela ibu pertiwi, bersama menerjang hujan peluru lawan dengan kawan-kawan sehati, tentunya tak mudah membuatnya terganti di dalam hati. Untuk mengenang pesawat COIN kebanggan negara ini, si kuda liar kemudian mendapat kehormatan pulang ke paraduan di Museum Mandala Dirgantara, Yogya.

Super Tucano, Pesawat Kontra Gerilya Masa Depan Indonesia.

Waktu tak dapat menipu, begitulah kiranya Bronco harus mengakhiri masa tugasnya mengawal ibu pertiwi, sama seperti ketika ia menggantikan dua bersaudara “Mustang dan Kumbang” yang sebelumnya sudah pulang ke peraduan.

Tantangan besar bagi Angkatan Udara Indonesia untuk menganti pesawat legendaris Bronco menjadi pekerjaan rumah yang tak mudah. Adalah Almarhum Marsekal Muda (Purn) F Djoko Poerwoko salah seorang petinggi TNI AU yang tetap ngotot mempertahankan pesawat kontra gerilya tetap menjadi bagian dari infentori arsenal Angkatan Udara Indonesia.

Tak perduli orang bilang apa, beliau tetap berjalan dengan prinsipnya. Kenyataan memang tak sedikit pihak yang mencoba menghilangkan pesawat-pesawat kontra gerilya ditubuh Angkatan Udara Indonesia, mulai dari gunjingan pesawat tempur rendah tekhnologi, beban bagi angkatan udara, tak punya efek deternd sampai pada tuduhan yang menyatakan pesawat-pesawat tempur jenis ini adalah simbol pelanggaran HAM bagi Angkatan udara Indonesia. Luar bisa memang cobaan yang menimpa angkatan udara negeri ini sehingga tak heran memang ada saja pihak-pihak yang mencoba mengganggu kedatangan super tucano pengganti Bronco ke Indonesia ini.

Tapi beliau dan petinggi Angkatan Udara lainnya sekali lagi menutup telinganya rapat-rapat dari gunjingan dan tuduhan tak mendasar yang dilemparkan diforum-forum diskusi menjelang Super Tucano masuk dalam daftar belanja alutsisita Indonesia. Kabarnya Super Tucano sejujurnya sudah lama menjadi impian para petinggi Angkatan udara bahkan sejak dimasa pucuk pimpinan TNI-AU masih dijabat Marsekal TNI Hanafie Asnan.


(OV-10 Bronco dalam kenangan)
Setelah melewati ujian berat dan mengalahkan para pesaingnya, Super Tucano akhirnya dipastikan didatangkan ke Indonesia tak lama lagi, bahkan diperediksikan 8 dari 16 ekor yang dikirim dari Brazil akan mendarat tahun 2012 ini. sayang, Marsekal Muda (Purn) F Djoko Poerwoko mangkat sebelum menyaksikan pesawat tempur impiannya itu terbang di langit NKRI tercinta. 

Super Tucano lahir dari rahim perusahaan dirgantara Embraer Defense System, Brazil. Pesawat ini sendiri sudah di gunakan dibanyak negara termasuk Brazil sebagai pengguna terbesarnya sebanyak 130 unit, dan Indonesia sendiri kabarnya akan menjadi pengguna pertama Super Tucano di Asia Tenggara.

Kemampuan manuver super tucano yang memang lahir di negara yang miliki iklim tropis seperti di Amerika Latin ini memang cocok untuk bertugas dikepulauan tropis Indoneia. Ia memiliki kecepatan maksimal 593 kilometer per jam, jarak operasi 4.820 kilometer dalam konfigurasi tanpa tangki tambahan, ketinggian maksimal 10.620 meter dari permukaan laut, dan laju tanjak 24 meter per detik, dan lepas landas atau mendarat dari landas pacu yang pendek.

Soal armament Super Tucano memang tak pelit, selain mampu memanggul senapan mesin 12,7 milimeter FN Herstal M3P dengan semburan hingga 1.100 peluru per menit, masih dapat ditambah lagi dengan satu kanon 20 milimeter di bagian bawah tubuh pesawat tempur ini, ditambah roket 70 milimeter dari empat jalur peluncur, serta hunjaman bom-bom konvensional Mk-82 atau dari kelas "Iron" dan bom pintar dari kelas "Cluster" yang masih bisa disimpan di dalam tubuhnya. Jika belum cukup, pesawat ini masih mampu membawa peluru kendali udara-ke-udara AIM-9 Sidewinder sebanyak dua unit atau dua MAA-1 Piranha dari Orbita, atau Python 3/4 bisa menjadi pamungkas.  

 
(Super Tucano, era baru pesawat kontra gerilya Indonesia)
 
Super tucano memang belum pernah melakukan operasi militer di Indonesia, namun bukan berarti ia tak punya catatan sejarah gemilang yang ditorehkannya. AU Kolombia merupakan salah satu angkatan bersenjata yang pernah merasakan manisnya aksi Super Tucano. Maklum sama seperti Indonesia, Kolombia juga tengah menghadapi kelompok gerilyawan  FARC (Fuerzas Armadas Revolucionarias de Kolombia) sudah seringkali meresahkan negara Amerika Latin itu.  

Pada tanggal 21 September 2010, Super Tucano melakukan pengeboman terhadap kamp pemberontak 12 mil Selatan Bogota. Operasi Odiseo, 15 Oktober 2011, lima Super Tucano mengebom Markas FARC, dimana Komandan pemberontak FARC Alfonso Cano tewas karena bom.

Operasi Frontera, 22 Februari 2012, Super Tuscano mengebom wilayah Bojaya, yang berbatasan dengan Panama, menewaskan teroris terkenal Pedro Alvarado, orang yang bertanggung jawab atas tewasnya 119 warga sipil di Bojaya tahun 2002.

Operasi Espada de Honor, 21 Maret 2012, lima Super Tucano mengebom markas FARC di Front Arauca dekat perbatasan Venezuela, 33 pemberontak tewas. Sembilan Super Tucano kemudian menghancurkan markas 27 FARC Viesta Hermosa dengan 40 bom, 36 pemberontak tewas.

Dikalangan AU Brazil sendiri, pesawat ini juga menorehkan prestasi cemerlang diantaranya menghancurkan kartel narkotika pada operasi Agata. Skuadron Scorpion Brazil, sukses melakukan serangan terhadap sebuah landasan udara terlarang dengan penggunaan Computer on-board. Dalam serangan tersebut, delapan bom seberat 230 kg (500 lb) Mk 82 digunakan untuk menghancurkan landasan. Dalam Operasi Agata-2, operasi militer Brazil pasukan Brasil telah menyita 62 ton narkoba, menangkap 3.000 orang dan menghancurkan tiga lapangan terbang gelap. Selain itu lebih dari 650 ton senjata dan bahan peledak telah disita.

Dari beberapa contoh hikayat operasi udara diatas terlihat jelas bahwa Super Tucano sangat cocok untuk penghancuran sasaran di permukaan, dengan melakukan serangan bom pintar, rata-rata target dapat dihancurkan dalam waktu singkat.  

Sumber Rujukan:

http://sejarah.kompasiana.com/2010/10/30/nurtanio-dan-si-kumbang-dalam-kenangan/

Super Tucano dan Prospek Pesawat Tempur Ringan Kontra-Gerilya.htm

PT Dirgantara Indonesia Mampu Produksi Pesawat Super Tucano EMB-314.htm

Mengenal Super Tucano pengganti OV-10 Bronco TNI AU « Kedirgantaraan « ramalanintelijen.net.htm

Sunday, April 29, 2012

Insiden Pulau Yeonpyeong, adakah artinya bagi Indonesia?

(Insiden Yeonpyeong, sebuah pelajaran berharga bagi Indonesia)

Bermula kisah saat saya menyaksikan manuver tentara Korea utara dilayar kaca, hati saya terenyuh melihat bombardir besar-besaran tanpa ampun perbatasan terluar di pulau Yeonpyeong milik korea Selatan. Kabarnya Korea Utara tersinggung dengan latihan bersama yang dilakukan oleh Korea Selatan dan Amerika Serikat. Parahnya lagi beberapa saat yang lalu negeri komunis itu juga sempat menenggelamkan kapal angkatan laut korea selatan yang sejujurnya masih “serumpun” dengannya

Provokasi korea utara boleh jadi merupakan sikap yang menunjukan pada rivalnya bahwa mereka tak segan-segan untuk melakukan yang sama kapanpun dan dimanapun. Namun angkat topi bagi Korea Selatan yang masih mampu membalas provokasi bar-bar tersebut dengan cara elegan, membalas salam dengan mengirim pula proyektil MBT kesayangannya, sehingga mau tak mau korea utara menghentikan provokasi yang tak senonoh itu.

Dalam hati saya bertanya, adakah artinya insiden berdarah ini bagi bangsa Indonesia?

Jangan Sepelekan Isu Perbatasan Kaltara-Sabah!  

Tak perlu menunggu 30 hingga 50 tahun sebuah peristiwa dapat dijadikan patokan sejarah. Insiden bombardir pulau Yeonpyeong seharusnya menempatkan bangsa ini bercermin, bahwa untuk memulai sebuah provokasi berdarah Korea utara tak perlu meminta izin pada dunia. Tengok pula saat Jepang tak perlu menyatakan diri berperang saat menyerang pangkalan Angkatan Laut Amerika di Hawai, pun demikian ketika pasukan Jerman melintas lebih dalam ke wilayah Polandia yang menjadi awal petaka perang dunia ke dua. 

(Sukhoi Indonesia, tak sabar rasanya melihat lebih banyak lagi membelah langit Nusantara)

Sejarah diatas seharusnya membuat kita lebih mawas diri dan dewasa saat bersikap dalam lingkungan hidup bertetangga. Kita tak pernah meminta untuk berperang, namun sebuah pepatah lama mengatakan bahwa untuk mendambakan hidup damai kita mau tak mau harus bersiap jika perang terjadi, itu bukan sekedar slogan namun sebuah peringatan yang memang dalam maknanya.

Sebuah kenyataan yang dihadapi dalam kehidupan bertetangga memang tak selalu mulus, apa lagi jika pernah di bayang-bayangi dengan sejarah suram dimasa terdahulu. Khususnya mengenai jiran Indonesia di utara kalimantan tersebut, sejarah konfrontasi bagi negeri serumpun indonesia itu merupakan bagian penting yang membentuk sejarah sebuah bangsa dan turut pula mempengaruhi kebijakan politik, budaya, ekonomi bahkan militernya. Ibarat kata bila Indonesia menempatkan satu tentara, sebisa mungkin mereka mengimbanginya bahkan menempatkan dua sekaligus. Phobia semasa konfrontasi ternyata memang masih membekas dalam ingatan mereka.

Saya orang utara sedikit banyaknya paham bagaimana mana cara pikir jiran serumpun tersebut. Saat isu persiapan pembelian MBT Leopard menggema diberbagai media, -saya yakin akan segera mendapat reaksi dari dari jiran Indonesia di utara itu,- benar saja ATM (Angkatan Tentera Malaysia) sudah mulai menggosok-gosok laras meriam MBT PT-91 yang bersarang di Kamp Gemas. Begitu tengah marak-maraknya Leopard terganjal oleh sikap picik sebagaian elit politik kita –bahkan mengatakan PT-91 tak akan dipindahkan dari sarangnya di semenanjung untuk menghadapi Leopard Singapura dan Patton Thailand-, diam tapi pasti mereka sudah memindahkan sebagian MBT ke daratan kalimantan, sampai akhirnya tiba-tiba nongol dalam berita Tank-tank kelas berat itu sudah ada diperbatasan. 

(Siap bertugas diperbatasan)

Bukan hanya itu dalam waktu yang bersamaan dengan kunjungan Menhan, Pak Purnomo ke Jerman dan Belanda untuk melobi pembelian Leoprad yang terseok-seok oleh sikap politisi kita, Malaysia membeli 18 mobil peluncur roket Astross di sabah, tepat diperbatasan dua negara. Apa artinya daratan sepanjang perbatasan itu dibandingkan dengan laras meriam modern dan peluncur roket mutakhir? masihkah politisi kita tak mampu melihat itu?

Inilah yang saya katakan bahwa para elit politik dan sebagian LSM membuat Indonesia tengah berjudi, dan yang dipertaruhkan tak main-main yaitu harga diri bangsa. Mengapa? karena isu leopard dan juga Sukhoi merupakan simbol harga diri dan kehormatan bangsa ini. isu ini tidak main-main bila gagal karena sikap picik sebagian elit politik kita, bisa-bisa Indonesia masuk dalam jajaran negara NATO (Not Actions Talk Only). Jangan sampai hal itu terjadi karena segelintir orang yang sudah gelap mata di pentas politik negeri ini.

Jangan tunda kedatangan MBT di Perbatasan!

Kita perlu MBT sebagai bagian dari kesetaraan pertahanan. Dengan militer dan ekonomi kuat Indonesia akan disegani. Saya tak perlu panjang lebar mengenai hal tersebut karena kita semua sebenarnya sudah tau betul fungsi MBT sebagai bagian dari pertahanan untuk menciptakan efek deteran bagi bangsa ini.

Saya tak ingin terlalu berandai-andai, hanya yang patut saya ingatkan bahwa apa yang terjadi pada pulau Yeonpyeong mungkin akan terulang diperbatasan kita bila bangsa ini tak segera menyikapinya dengan tepat. Karena itu Jangan lagi ada pihak yang berusaha menunda-nunda kedatangan MBT Leopard, Anti tank, peluncur roket, helikopter Super Cobra dan apapun itu yang menjadi bagian dari modernisasi milier kita diperbatasan. Jangan main-main dengan isu perbatasan sekecil apapun itu pasti akan mengundang aksi dan reaksi.