Monday, June 3, 2013

Modernisasi Alutsisita TNI AD.



(Leopard RI, MBT kebanggan TNI AD)

Dalam beberapa tahun ini kita disuguhkan dengan segala macam bentuk modernisasi militer Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang menumbuhkan kebanggan tersendiri dalam hati, belum lagi menyaksikan beragam latihan entah itu Armada Jaya, Angkasa Yudha maupun Latihan Antar Kecabangan (Lantarcab) AD yang bikin bulu kuduk berdiri menyaksikan para prajurid menghadapi simulasi pertempuran, seperti kata pepatah, prajurid itu adalah manusia-manusia yang sudah dikontrak mati dengan malaikat maut atas nama bangsa dan negara. Karena itu wajar ada rasa haru menyaksikan satu persatu dari mereka diembarkasi dalam kapal-kapal perang yang siap berlayar, pun demikian pula ketika Herkules meraung-raung memanggil mereka dengan tegap untuk bersiap diterjunkan dari langit. Sebuah kebanggaan yang memang pantas dirasakan segenap insan bangsa Indonesia terhadap angkatan bersenjatanya.

Ketika TNI AD memandang Korps Marinir 

Menyoroti modernisasi militer, terkhususnya lagi TNI AD, boleh saya bilang pembelian kali ini memang pembelian yang cerdas dan jitu, sebut saja diantaranya 100 buah Tank Leopard, 50 IFV Marder, Meriam gerak sendiri Caesar dan Artileri roket berat Astross yang menumbuhkan kepercayaan dalam diri TNI AD. Maaf, tanpa mengecilkan peran, boleh dibilang walaupun besar jumlah, namun secara psikologis, insan TNI AD boleh dibilang agak kurang “PD” bila disandingkan dengan rekan mereka yang lain, sebut saja Korps Marinir.

Ko bisa ya? Lihat saja perbandingan sebelum pembelian jitu tadi, dari segi kavaleri saja misalnya, sebelum Leopard mati-matian diperjuangkan masuk daftar alutsista TNI AD, tank terberat justru milik Marinir BPM 3F dan lumayan sangar pula dikelasnya dengan kaliber 100 mm, begitu pula dari segi ranpur dan roket, Marinir dapat jatah BTR-80 dengan senjata berat 30 mm. Di bidang artileri RM 70 Grad Marinir yang lebih modern dari roket artileri M-51 TNI AD yang digunakan dalam latihan antara kecabangan beberapa saat yang lalu. Itu belum termasuk bila disandingkan dengan pembelian di era orde baru, bayangkan walaupun TNI AD dapat jatah banyak Tank Scorpion dan Stromer dari segi jumlah namun lagi-lagi kalah sangar dari BVP-2 dan AMX 10 P Marinir, uniknya tank  AMX 10 P dengan kemampuan ekstra nubika ini malah jadi tank spesialis parade, makanya ada saja oknum TNI AD yang menyayangkan hal tersebut, menurutnya AMX-10 P bila dikaryakan ditangan TNI AD akan lebih berguna daripada jadi pajangan saat defile apapun alasannya.   

Lebih jauh  di era Bung Karno, TNI AD dapat jatah Light Tank combatan AMX 13 dan AMX VCI, itupun bila disandingkan dengan PT 76 dan BTR 50, Marinir masih jauh berwibawa dari TNI AD. Inilah yang dirasakan oleh oleh sebagian oknum TNI AD, entah ia prajurid ataupun perwira, menjadikan hal tersebut salah satu sebab meruncingnya persaingan antara dua sepupu dekat ini, TNI AD sudah lama hidup dengan perasaan inferior ketika memandang Marinir, belum lagi kebangkitan Marinir yang makin nyata dari tahun ketahun belakangan ini, peran marinir makin menguat khususnya setelah tumbangnya rezim orde baru.

Karena itu pembelian strategis yang dilaksanakan oleh pemerintah dan pihak TNI mendatangkan persenjataan modern seperti yang penulis sebutkan diatas tak hanya di harapkan memperkecil ruang persaingan antara keduanya namun juga dapat digunakan dalam latihan gabungan (Latgab) Marinir-TNI AD dalam upaya menciptakan doktrin baru, ini tentu akan memperkaya khazanah militer Indonesia. (zee)

Friday, May 31, 2013

KILAS BALIK : KAMPANYE MILITER DI TIMOR LESTE.

(Indonesia dan Timor Leste, merajut masa depan yang lebih baik)

Sejarah tetaplah sejarah, bagimana pahitnya peristiwa tersebut haruslah dipandang sebagai bagian dari jalan introfeksi dari kesalahan yang mungkin diperbuat dimasa lampau. Sebagai sebuah negeri yang besar yang menghargai kemerdekaan, negeri ini pernah tergelincir dari visinya saat melakukan invasi dari sebuah negara yang kurang lebih baru memproklamirkan kemerdekaan secara sepihak 18  hari sebelumnya.

Kenangan lama dan harapan baru 

Tahun 1975 beribu-ribu pasukan penerjun payung seperti bintang gemintang di malam hari, diiringi suara rentetan senapan dari langit meriam-meriam kapal perang menambah suasana kembang api menarikan tarian kematian terbesar dan spektakuler selepas kampenye trikora dan dwikora berkobar. Ratusan tank, panser, meriam dan mortir melaju seperti banjir tak terbendung, menghujam tanah para liurai. 

Indonesia tak punya pilihan, trauma akan kaum merah yang telah padam baru beberapa tahun, kini percikan kecil telah siap membakar seluruh tanah timor, kaum merah mulai bergerak dan hanya beberapa langkah menuju kekuasaan. Jatuhnya tanah timor yang keramat itu ketangan kaum merah, suatu keniscayaan akan berulang kembali memory kekhawatiran tak hanya bagi indonesia namun juga bagi sahabat-sahabat lainnya. 

Indonesia tak punya ambisi teritori, Timor leste akan merdeka setelah mereka siap pada masanya, dan indonesia meluruskan janji itu. Setelah puluhan tahun di asuh oleh negeri ini, negeri para satria itu sudah mereguh manisnya kemerdekaan. Berjabat tangan dan berpeluk bersama untuk membangun negeri impian yang lebih baik. Dan indonesia siap untuk menggandeng kawan baru sudah bisa berjalan itu, tak seperti Ausie yang menjadi kawan dengan imbalan menyapu bersih celah timor demi mencari tetesan emas hitam untuk dirinya sendiri, kawan, indonesia tak pernah melakukan itu. (zee)  

Foto-foto Alutsista TNI semasa kampanye militer di Timor Leste.


Monday, April 8, 2013

Insiden lapas Cebongan, batu ujian bagi Kopassus


(Kopassus juga manusia, cintanya tak pernah mati untuk negeri ini)

Beberapa saat lalu nama Indonesia tiba-tiba menjadi terkenal akibat sebuah peristiwa yang sejatinya tak pernah dinginkan, yakni peristiwa serangan oleh kelompok tak dikenal ke Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, di Sleman Jogjakarta.

Menurut beberapa sumber, peristiwa tersebut dipicu penusukan salah seorang mantan Anggota Kopassus yang saat ini bertugas menjadi Agen Intelejen AD, kejadian sendiri terjadi disebuah kafe yang pelakunya empat orang preman, konon salah satunya adalah oknum anggota kepolisian yang sedang diskorsing karena ulah tak disiplin. 

Peristiwa menjadi petaka ditengah bulan maret tahun ini menjadi suatu peristiwa yang bikin miris hati, publik dikagetkan dengan kesaksin para pelaku tak lain adalah anggota Kopassus Grup 2, sontak serta merta ada banyak pihak yang mencemooh kejadian tersebut dan menuding peristiwa ini menjadi tinta hitam bagi sejarah gemilang Kopassus, khususnya Grup 2, namun anehnya para penggiat HAM dan anggota DPR yang banyak berkoar tersebut tak satupun mau memalingkan wajah pada korban dan keluarga yang ditinggalkan akibat kekejaman oknum preman tersebut, dalam bahasa “halusnya” Anggota TNI yang gugur dalam tugas akibat perilaku para preman hanyalah tindakan kriminal yang sudah biasa dan tak perlu dibesar-besarkan, sedangkan begitu anggota Kopassus “bergerak”, bermunculah macam-macam tudingan pelanggaran HAM berat, heibat … luar biasa ketidakadilan yang kasat mata ini, seolah gugurnya Anggota TNI tak ada “bekasnya” dimata para penggiat HAM, media dan anggota DPR itu, kalau mau keadilan yang fair dong. Pertanyaannya adalah benarkah ini hal hanya yang kebetulan? 

Mau disudutkan, justru dapat pujian.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak pihak yang ingin menjatuhan citra Kopassus khususnya para penggiat HAM barat, bahkan mereka sudah merong-rong semenjak dimasa Alm. Gusdur, maka blow up terhadap pemberitaan untuk menjatuhkan citra Kopassus menjadi suguhan yang dinanti-nantikan oleh mereka. 

Memang benar dalam hal ini perilaku yang di lakukan oleh oknum Kopassus tersebut bukan hal yang baik untuk di contoh, saya sepakat dalam hal ini. Namun masalahnya adalah mengapa penyidikan terhadap pelaku penusukan anggota TNI itu tak terlalu di dalami lagi ?, bukan kah masih banyak saksi dan bahkan beberapa anggota preman pelaku penusukan yang menjadi buron? 

Harus diakui, peristiwa ini menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi Kopassus, khususnya di bidang pembinaan anggota, tak ada yang meragukan kemampuan mereka dalam beraksi, jiwa Korsa yang dimiliki oleh oknum Kopassus memang patut dipupuk, namun mengarahkannya untuk menjauh dari tindakan indispliner menjadi batu ujian yang patut dilalui oleh segenap insan Komando Pasukan Khusus ini.

Menariknya, dukungan justru mengalir deras ditengah cemooh segelintir orang, sesuatu yang mungkin diluar nalar bagi sebagian orang, seakan-akan citra Kopassus yang dulunya dibenci oleh insiden tahun 1998, berbanding terbalik dengan kondisi saat ini, tak henti-hentinya sanjungan dan dukungan mengalir bak banjir memberikan jempol pada aksi Kopassus, kok bisa? Inilah bukti cinta dan bangga rakyat kepada Kopassus, karena apa rakyat sudah mulai gerah dengan aksi preman yang tak cuma ada di jalan, tapi juga merambah ke tingkat yang besar bahkan menjadi legal karena mengantongi izin berbadan hukum dalam bentuk perusahaan jasa keamanan dan jasa tagih hutang, hebatnya lagi ada yang teroganisir macam organisasi mafia model Triad dan Yakuza itu. 

Masyarakat melihat momentum insiden lapas cebongan menjadi “pengingat” bagi penegak hukum untuk yang terkesan memberi ruang pada “organisasi kriminal” berkembang bentuk, teratur, memiliki jaringan yang luas dan rekrutmen anggota yang makin banyak itu. Lebih jauh para preman ini juga tak hanya menguasai “bisnis maksiat”, tapi juga kepemilikian sajam yang bebas dan senpi yang tak berijin. Inilah yang saya pandang justru masyarakat merasa aman dengan aksi malam itu.   

Tentu saja demi tegaknya keadilan dan disiplin militer, para oknum Kopassus sudah siap lahir batin menjalani sanksi di pengadilan, maka sudah siapkah para penegak hukum kita, media, DPR dan penggiat HAM untuk jujur dan adil serta bersikap objektif terhadap tindakan kriminal yang dilakukan oleh pereman yang merupakan musabab petaka di bulan maret itu, yang kini tengah berlindung dibelakang organisasi kejahatan tersebut dan hukum tertulis?. (Zee)  

Sumber Gambar : Kaskus Militer

Wednesday, March 27, 2013

Menilik Projek Masa Depan Malaysia di tapal batas Kaltara – Sabah.


 (Scan Eagle, kabarnya sudah dilirik AB Malaysia untuk ditempatkan di perbatasan)

Satu pertanyaan yang menarik bagi saya adalah, apakah yang akan dilakukan jiran kita itu pasca pencerobohan yang memakan jiwa tak sedikit tersebut, jelas mereka tak bodoh dengan membuat kesalahan yang sama kali ini, bisik-bisik tetangga konon kabarnya jiran sebelah tengah menyiapkan projek pertahanan masa depan yang ditumpukan dalam memperlebar kemampuan pengawasan baik mata di darat, laut dan udara, dan yang terakhir ini menurut kabar angin tengah gencar-gencarnya dipersiapkan.

Memperkuat mata di langit.

Para ahli kedirgantaraan malaysia paham betul sulitnya bersaing dengan Indonesia manakala berhubungan dengan teknologi rancang bangun pesawat angkut seperti medium lifter CN-295 maupun pesawat patroli maritim berbasis CN-212 dan CN-235, maka kerja keras mereka mulai ditumpukan pada pengembangan yang cukup gencar digalakan di bidang pesawat mata-mata nir awak alias UAV, entah dengan membeli dari luar, dapat lisensi maupun upaya mencoba merancang sendiri, jelas sekali yang satu ini menjadi bagian dari future soldier yang mereka miliki.

Konflik sabah yang baru saja terjadi beberapa waktu lalu membuka mata jiran tersebut, betapa luasnya garis pantai perairan sabah yang berlekuk-lekuk itu menjadi masalah rumit dikemudian hari bila tak dimbangi dengan peningkatan pengawasan terhadapnya. Maka pengembangan pesawat mata-mata nir awak akan menjadi solusi jitu bagi jiran tersebut. Sebagaimana yang kita ketahui Malaysia sudah melakukan manuver yang mengancam dengan mengirim dua buah kapal selam kebanggan mereka di teluk Spanggar Sabah, ini tak hanya ditujukan untuk Indonesia semata namun juga mejadi warning bagi Filipina.

Namun tentu saja pengerahan kapal selam yang masuk kategori operasi kelas berat pasti akan memicu keluarnya kekuatan militer kedua negara yang bersempadan dengan mereka dari sarangnya, pemerintah Malaysia jelas dibuat galau jika itu terjadi, di darat mata mereka terhalang, khususnya diperbatasan Sabah dengan Kaltara, dimana TNI makin menumpuk disepanjang perbatasan dua negara itu, pun demikian dengan pengawasan mata di langit, peristiwa kepergoknya CN-235 TUDM yang kabur ketika disergap oleh CN-212 Indonesia diperbatasan dua negara menjadi pelajaran berharga bagi jiran sebelah untuk berhati-hati mengerahkan aset udaranya yang satu itu, maka jelas sekali dengan tidak mengendurnya penambahan aset militer di Sabah, UAV yang dianggap lebih mungil akan menjadi salah satu prioritas menjadi alat pengawasan dari udara.

Masalahnya adalah, jiran kita ini sudah cukup dikenal agak sedikit nakal dengan sengaja mencoba-coba aset militernya melewati batas wilayah kedaulatannya, Indonesia pernah merasakan sengatan tersebut dan sempat pula memberikan pelajaran yang patut bagi mereka. Beberapa tahun lalu misi pencerobohan mereka kerap dilakukan lewat laut maupun udara. Peningkatan kekuatan militer baik dilakukan oleh Indonesia yang mulai ditumpukan diutara kalimantan dan Filipina yang menggeser aktivitas kekuatan militernya kedaerah selatan jelas sekali akan mengundang keingintahuan pihak Malaysia. Maka tak heran akan sangat mungkin secara ilegal aset-aset militer yang mungil seperti itu akan diarahkan lebih jauh masuk ke wilayah Indonesia ataupun Filipina.  

Mata dibalas dengan mata.

Pemerintah Indonesia bukan tak bisa membaca arah yang satu ini, dengan melakukan modernisasi kekuatan udara dan memasukan PUNA sebagai rancangan kekuatan militer masa depan akan menjadi  jawaban jitu untuk misi pengawasan di tapal batas, tak tanggung-tangung dalam tahap awal saja ditempat 1 skuadron PUNA di Kalbar, kemudian di Kaltara, bandar udara Juata Tarakan diperkuat sebagai pangkalan aju bagi pesawat-pesawat tempur patroli baik dari TNI AU maupun pesawat-pesawat maritim patrol dari TNI AL.

Namun tentu saja kita masih memerlukan skudron intai di perbatasan Sabah dan kaltara. Sehingga dimasa depan paling tidak untuk mengkover perbatasan yang memanjang dari Kuching hingga Tawau butuh lebih dari 1 Skuadron PUNA. Tentang pengawasan melalui radar, rasanya kita masih perlu menambah lagi satuan radar untuk mengkover wilayah gelap yang mungkin saja dimanfaatkan oleh pihak-pihak luar. 

Dibalik hal itu, kekuatan pemukul seperti satuan artileri udara harus segera di tarik dikawasan berdekatan diperbatasan, bagaimanapun kita tak akan punya toleransi terhadap segala jenis pelanggaran kedaulatan baik yang dilakukan oleh kapal maupun pesawat patroli maritim, apalagi jika dilakukan oleh UAV yang sudah masuk kategori ilegal bila masuk ke wilayah NKRI, tak ada pilihan lain kecuali harus di tembak jatuh ditempat. (zee).