(NBO-105, heli serang andalan Indonesia dalam beberapa dekade)
Bicara soal alutsista, tentunya kita tak dapat pula mengabaikan persenjataan modern yang populer dihampir semua angkatan bersenjata dan kepolisian Indonesia, apa lagi kalau bukan helikopter namanya.
Ya, hampir semua angkatan bersenjata kenal baik dengan arsenal yang satu ini. helikopter bagi masing-masing angkatan memang memiliki tipe dan misi yang berbeda-beda sesuai kebutuhannya.
Indonesia sendiri memiliki hikayat yang gemilang mengenai sejarah helikopter ini, bayangkan untuk sebuah bangsa yang tak sampai 20 tahun setelah merdeka, sudah mengoprasikan helikopter terbaik dimasanya, diantaranya Westland Wasp HAS MK.1 untuk misi Anti Kapal Selam (AKS) dan “Giant” heli asal Rusia MI-6 yang tak lain raksasa helikopter militer Indonesia kala itu.
Hikayat Heli Serang legendaris Indonesia.
Seperti yang saya ungkapkan sebelumnya, bahwa hampir semua angkatan memiliki helikopter, pun demikian pula dengan Angkatan darat, helikopter merupakan alat mobilitas yang efektif -selain truk militer tentu saja,- dan wajib sifat nya dmiliki oleh angkatan yang memilki jumlah personel terbanyak dari masing-masing angkatan bersenjata indonesia ini.
Dalam tradisi Angkatan Darat, helikopter-helikopter ini berada di bawah asuhan Pusat Penerbang Angkatan Darat a.k PUSPENERBAD. Sejauh ini untuk angkatan darat setidaknya memilki beberapa jenis helikopter baik jenis heli serang maupun heli angkut personil seperti NBO-105, NAS-332 Super Puma, dan N-Bell 412.
(NBO-105 dan rudal anti tank)
Untuk heli serang, NBO- 105 merupakan andalan selama lebih beberapa dekade, heli serang ini bukanlah heli serang biasa, namun sudah Battle Proven. Kemampuan NBO-105 sendiri sudah diakui kehandalannya.
Dalam hikayat, NBO-105 yang dioperasikan saat ini tak lain merupakan hasil rakitan anak negeri melalui PT. Dirgantara Indonesia atas lisensi pabrik pembuatnya, Messerschmitt-Bolkow-Blohm (MBB), sejak tahun 1976. Di pabrikan asalnya – MBB telah menjadi bagian dari Eurocopter sejak tahun 1991- produksi heli ini tetap berlangsung hingga tahun 2001, sebelum produk jenis ini digantikan oleh heli EC-135 yang lebih modern. Total BO-105 yang telah diproduksi berjumlah 1.406 di seluruh dunia termasuk di Indonesia.
Kemampuan NBO-105 memang luar biasa, dari awal helikopter bermesin ganda ini memang dirancang agar mampu bermanuver dengan baik disegala medan, hebatnya lagi mampu terbang rendah dan melakukan manuver akrobatik sehingga mampu meningkatkan kemampuan aksi serang darat yang mengagumkan.
(Variasi lain persenjataan yang dapa digotong oleh helikopter serang ini)
Soal armament, NBO-105 milik TNI AD tersebut mampu menggendong empat senapan mesin FN Herstal MO.32 kaliber 7,62 mm standard NATO yang ditempatkan dalam dua TMP (Twin Machine Gun Pods) atau dua senapan mesin FN Herstal M.3P kaliber 12,7 mm NATO dalam tiga HMP (Heavy Machine Gun Pods).
Belum cukup dengan itu, heli serang ini mampu memanggul roket FFAR (Folding Fins Air Rockets) jenis T.905 kaliber 2,75 inc NATO dalam dua MLRS (Multi-Launch Rocket System) masing-masing dengan 13 tabung peluncur. Tiga jenis hulu ledak yang digunakan ialah FZ-21 untuk anti personal, FZ-58 untuk anti tank dan FZ-32 untuk marking jika NBO-105 dioperasikan sebagai FAC (Forward Air Control) untuk memandu pesawat tempur yang sedang memberikan bantuan tembakan udara.
Hingga saat ini jumlah NBO yang miliki oleh Angkatan Darat sendiri berjumlah kurang lebih 17 ekor –total keseluruhan keseluruhan NBO-105 berjumlah 123 ekor yang berhasil ditelurkan oleh PT. Dirgantara-, belum termasuk di jajajaran Pusat Perbangan Angkatan Laut (PUSPENERBAL) dan Kepololisian RI yang juga mengoprasikan helikopetr jenis ini.
Hanya bedanya bila di Angkatan Darat armament yang mayoritas digunakan adalah jenis-jenis rudal macam FFAR (Folding Fins Air Rockets) jenis T.905 kaliber 2,75 inc NATO plus rudal HOT buatan Euromissile dan tipe ini diberi nama BO-105PAH-1, dikalangan penerbang Angkatan Laut persenjataan NBO 105 adalah Senapan Mesin tipe MAG-58M kaliber 7,62 mm buatan PT. Pindad.
Generasi Baru Heli Serang TNI AD.
Kiprah NBO-105 yang mengagumkan di berbagai palangan, dari Aceh hingga Timor-Timur memang tak diragukan lagi, namun seperti juga perkembangan teknologi yang semakin maju, mau tak mau indonesia pun harus melakukan modernisasi heli serang untuk menciptakan stabilitas miliiter antar kawasan. Bukan berarti kiprah NBO-105 ini sudah khatam riwayatnya, namun karena PT. Dirgantara Indonesia sendiri sudah tak lagi memproduksinya karena lisensi habis.
(seperti inilah model heli serbu masa depan Indonesia garapan PT. DI)
Lalu bagaimana dengan industri penerbangan dalam negeri? Menariknya PT. DI ternyata tidak tinggal diam dan tertarik untuk mengembangkan helikopter serang secara mandiri. Hal itu tak perlu diragukan lagi mengingat PT. DI memang pernah mendesain pesawat, tentunya bukan hal berat untuk mendesain helikopter serang terbaru setelah pengalaman bertahun-tahun merakit helikopter.
Model pertama yang dikembangkan adalah helikopter serang Bumble Bee yang basisnya dikembang dari helikopter NBO-105, namun dalam perkembangannya, helikopter ini kemudian diganti dengan helikopter Gendiwa, yang basisnya diambil dari bentuk N-Bell 412 yang dimodifikasi menjadi bentuk tandem.
Main rotor, tail rotor, engine dan juga gearbox diusahakan tidak dilakukan perubahan besar dari basis helikopter. Avionik dan sistem diubah dan disesuaikan dengan kebutuhan utama dari helikopter ini. Glass cockpit avionic system akan dipakai untuk memudahkan pilot dalam menjalankan misinya. Penambahan sistem senjata dan firing control juga menjadi hal utama yang dilakukan di dalam pengembangan helikopter ini
Dirgantara Combat Helicopter GANDIWA merupakan helikopter militer dengan peran utama sebagai pesawat/helikopter tempur, dengan kemampuan menyergap target di darat, seperti musuh infanteri dan kendaraan lapis baja. Disebabkan helikopter ini dilengkapi dengan persenjataan berat, boleh disebut sebagai gunship helicopter. Karena helikopter ini juga dapat dipakai untuk melakukan penyerangan, maka biasa disebut juga sebagai helikopter serang (attackt helicopter).
(Mi-35P, Tank Udara terbaru Indonesia)
Senjata yang digunakan pada helikopter tempur ini dapat mencakup autocannons, machine-guns, roket, dan peluru kendali seperti Hellfire. Selain itu helikopter ini juga mampu membawa rudal udara ke udara, meskipun sebagian besar untuk tujuan pertahanan diri. Sejauh ini prototipe helikopter ini masih dikembangkan, namun kapan diproduksi untuk kebutuhan pertahanan dalam negeri? Jawaban masih misteri, selain itu PT. Dirgantara sendiri masih disibukan dengan pesanan 40 helikopter N-bell 412 EP belum termasuk pesawat macam CN-235 MPA dan lain-lain
Mengatasi kondisi tersebut, para pembuat kebijakan negara pun tak tinggal diam, sejak mesranya kembali hubungan Indonesia-Rusia, alutsisita modern pun ikut mengalir juga, setidaknya dari segi helikopter nama helikopter serang MI-35 P adalah salah satunya.
Arsenal baru yang kerap di panggil “Tank Udara” ini memang pantas mendapat tempat tersendiri,- walaupun jumlahnya belum sebanyak NBO-105-, dengan jumlah sekitar 7 buah,- MI-35 P merupakan alutsisita gahar kebanggan TNI AD yang mampu memberikan efek deterent bagi musuh maupun gerilyawan-gerilyawan liar yang kerap mencoba mengoyang stabilitas keamanan negara.
Helikopter serang milik rusia ini memang menampilkan sosok sangar dengan beragam armamenat yang diusungnya, pun demikian kemampuannya tempurnya tak perlu diragukan lagi.
(Apache, heli serang incaran TNI AD)
Bodi helikopter ini sangat adaptable (dapat diadaptasikan sesuai keperluan), mampu membawa sampai delapan pasukan siap tempur atau penumpang atau empat tandu berisi pasien. Sistem sayap “patah”-nya (stubbed wing) memungkinkan untuk dibawanya persenjataan dalam jumlah besar, dengan standarnya adalah pod roket, pod senapan, sistem misil anti-tank. Sistem sayap ini juga memungkinkan helikopter dilengkapi dengan misil udara-ke-udara untuk pertahanan diri. Sebuah senapan mesin juga terpasang di bagian hidung. Bukan indonesia namanya jika tidak melakukan modifikasi terhadap armament barunya ini, Mi-35 p ini kemudian diperkuat lagi dengan senjata senapan mesin fleksibel 12,7 mm dan senjata laras ganda 30 mm.
Kemampuan lain yang menjadi andalan MI-35P adalah sebagai penghancur Tank, kemampuan ini ditopang sisitem AT-6, Tank Anti rudal yang berguna dalam oprerasi kontra lapis baja. Kemampuan lain tak kalah pentingnya adalah sebagai support bagi pasukan di darat, sehingga helikopter ini memang mumpuni sebagai alat tempur khususnya bagi pasukan Infantri. Hebatnya lagi lapisan kacanya mampu menahan tembakan kaliber 20 mm dari jarak dekat. Kemampuan ini makin gahar setelah ditopang dengan kualitas baja yang tebal dan berkualitas tinggi.
Saat ini tank serang terbaru indonesia ini bersarang di Skuadron 31/ Serbu Pusat Penerbangan TNI AD. Konon untuk menambah kemampuan serang, selain Mi-35, Indonesia juga berupaya untuk mendapatkan heli serang Apache, jika mampu terlaksana ini akan menjadi momentum manis bagi angkatan bersenjata Indonesia. Apapun itu upaya untuk memodernisasi arsenal helikopter serang angkatan darat pantas diacungi jempol dan dukungan penuh segenap rakyat indonesia. Selamat bertugas tank udara Indonesia!.
Showing posts with label Aviasi. Show all posts
Showing posts with label Aviasi. Show all posts
Tuesday, March 20, 2012
Friday, March 9, 2012
Riwayat T-33 Indonesia, Simbol perlawanan Hegemoni AS di Indonesia.
(T-33 Indonesia)
Sepintas lalu orang mungkin akan mengernyitkan dahi bila membaca judul tulisan ini, siapapun yang menyelami sejarah dunia perbangan militer Indonesia memang tak asing lagi bila bersua dengan pesawat ex Amerika dari Filipina yang didatangkan untuk menganti keperkasaan pesawat-pesawat era Soviet di indonesia.
Paman Sam dengan dalih membangkitkan kembali kekuatan dan kesiapan Angkatan Udara Republik indonesia, “mengizinkan” Indonesia untuk membeli pesawat bekas pakai jiran kita yaitu Avon Sabre, dari Australia dan T-33 yang diboyong AS dari Filipina. Semurni itukah niat negeri patung Liberty itu untuk membantu Indonesia yang sempat menjadi rivalnya pada masa Bung karno?
Jual beli ejekan yang terselubung.
tak dapat dipungkiri setelah lungsurnya Bung Karno dan terputusnya hubungan dengan Soviet kala itu, membuat armada Tu-16 dan jejeran MIG Family terpaksa dikandangkan karena tak ada suku cadang yang memadai, titik krisis yang menggeluti dunia pertahanan Indonesia sampai pada puncaknya di tahun 1970-an. Untuk menguatkan kembali armada angkasa Indonesia maka operasi Garuda Bangkit dilangsanakan untuk memenuhi misi tersebut.
Disinilah peran Amerika cukup vital kala itu, karena memang hampir semua pesawat blok barat yang ada dimasa itu memang produk mereka, tak dipungkiri memang ada berkah yang dimiliki oleh TNI AU, misalnya perbaikan dan pembangunan pasilitas hanggar, selain tentunya kedatangan pesawat-pesawat ex jiran indonesia. Namun keberadaan pesawat-pesawat ini ternyata dibayar mahal, untuk mendapatkannya sebagian MIG-21 Indonesia harus direlakan untuk dibedah oleh tekhnisi Paman Sam demi mengetahui titik kelemahannya, pun demikian dengan bomber legendaris yang sempat menakutkan blok barat, Tuvolep-16 yang berakhir tragis, dilucuti agar tak lagi bebas mengaum diangkasa.
(jejeran T-33 yang baru datang dari Filipina)
Puaskah Paman Sam dengan semua itu? Rupanya masih belum cukup, demi mengerdilkan Angkatan Udara Republik Indonesia, negara yang pernah disebut yang terkuat dibelahan bumi selatan ini di ejek habis-habisan dengan barter yang tak sama nilainya, Bayangkan saja negara yang sebelumnya mampu membeli dan mengoperasikan jejeran MiG Familiy beserta armada Bomber yang bertekhnologi tinggi diganti dengan pesawat latih serang yang tak mumpuni kemampuannya jika tak ingin dikatakan kualitas kemampuan- dalam sudut pandang penerbang Indonesia- tak layak digunakan sebagai pesawat latih serang, bekas pakai pula.
Maka dapat dipahami bantuan tersebut dilakukan paman sam kala itu karena memang dilakukan “setengah hati”, sebelumnya AS membenci angkatan udara Indonesia yang berhasil menunjukan superioritas bangsa Asia atas orang Barat yang tergeletak nasibnya diatas tanah keramat bernama Papua itu.
Angkatan udara Indonesia dibuat seumpama “orang sakit dari Asia”, pengerdilan kemampuan yang dibungkus rapi ini nampaknya bukan tak disadari oleh oleh para petinggi TNI AU, namun tentu saja untuk membalas perlakuan tersebut harus dapat dilakukan dengan cara elegan dan terhormat, sebab secara militer tentunya tak mungkin, apalagi indonesia memang memerlukan peralatan militer untuk mempertahankan kedaulatan bangsa, lalu bagaimana cara?
(T-33 dalam latihan Elang Malindo yang pertama)
Pesawat T-33 Indonesia yang didatangkan dari pangkalan Subik di Filipina tahun 1973 ini, diketahui sebagai pesawat yang payah, bagaimana tidak, Selain tidak dilengkapi armament, pesawat ini masih menggunakan radio UHF (model militer Amerika) serta adanya batasan manuver yang hanya plus 3G, betul-betul pesawat latih jet yang tidak bisa dibuat manuver sama sekali, jelas beda kelas dengan pesawat-pesawat yang pernah dioperaskan, –baik Fighter maupun Bomber,- yang pernah ditunggangi oleh penerbang kita di era 60-an.
Tak patah semangat, indonesia membalas perlakuan tersebut dengan memperbaiki kualitas terbang T-33, setelah dilakukan penguatan pada wing rod spar, barulah pesawat dapat melakukan full maneuver hingga plus 7g serta radio yang diubah menjadi VHF, standar komunikasi pesawat di Indonesia. Kejadian ini jelas jadi tamparan buat Paman Sam, tehnisi Indonesia dari Depo Logistik-30 Malang atas kajian Komando Logistik kala itu mampu memcahkan masalahnya dengan solusi yang jitu.
Walaupun pelakunya para tehnisi yang disekolahkan di Amerika serta diikuti oleh personel AU AS yang bertindak sebagai Technician Representative, -wajar saja mereka yang memproduksi pesawat sehingga merasa perlu tau modifikasi apa yang dilakukan oleh Indonesia,- hal ini tetap tak dapat mengabaikan kenyatan bahwa para tekhnisi tak kalah hebat walau harus diadu dengan tehnisi Amerika sendiri, kemampuan para tekhnisi indonesia dengan cepat mempelajari dan menguasai pesawat ini memang mengagumkan.
(T-33A, makin garang setelah di upgread jadi pesawat latih serang)
Dengan kemampuan baru tersebut, maka para pilot T-33 mulai melakukan latihan air-to-air manuver sebagai dasar manuver pesawat Kohanudnas. Prestasi tersebut tentunya sangat membanggakan.
Paman Sam kembali dibuat tercengang dengan kemampuan anak bangsa menguatkan pesawat yang tak layak digunakan sebagai pesawat latih serang tersebut, kali ini tamparan lebih keras diberikan melalui menguatan sistem persenjataan. Pesawat yang dari awal tak dilengkapi persenjataan ini oleh Indonesia ditingkatkan kemampuannya.
Kegiatan mempersenjatai diri ini murni dilakukan tanpa campur tangan asing dan hebatnya lagi peralatan bidik (gun-sight) mempergunakan produk Timur yaitu gun sight bekas pesawat Ilyusin-28. Bayangkan saja muka petinggi AS begitu mengetahui T-33 yang sejatinya simbol ejekan mereka terhadap Indonesia ternyata mampu dimaksimalkan dengan baik oleh anak bangsa ini.
Sebuah balasan yang cantik dan elegan, rasa gado-gado timur dan barat yang lezat ini tentunya tak selezat yang dirasakan oleh Paman Sam. Tapi apa mau dikata, Indonesia memang punya sejarah panjang sekaligus punya bakat menghidupkan kembali pesawat-pesawat yang hampir lunas nyawanya, tengoklah Curen dan Guntei dimasa tahun 1940-an, rupanya Paman Sam tak memprediksikan hal itu. Luntur rasa sombong dan tinggi hati mereka begitu dihadapi kenyataan, walaupun digencet sekuat tenaga, Angkatan Udara Indonesia masih mampu mengeluakan cakarnya membalas perlakuan tak senonoh Paman Sam yang mencoba melucuti kekuatan udara bangsa ini.
(walau sudah pensiun, aura gaharnya masih terasa)
Kemampuan yang meningkat setelah di upgread memang pantas membuat Paman Sam gigit jari, setelah modifikasi armament pesawat TA-33A,- kode TA-33A adalah penomoran pada pesawat-pesawat T-33 yang dipersenjatai,- pesawat ini mampu membawa amunisi sebanyak 250 x 2 butir peluru 12,7 mm dan dua tabung rocket launcher jenis LAU (Launcher Airborne Rocket) – 68 yang dapat diisi tujuh rocket jenis FFAR 2,75 inci (Folding Fin Airborne Rocket) atau born hingga berat 50 kg setiap sayapnya.
Makin bertaji lagi pesawat-pesawat T-33 Indonesia, makin segan pula Paman Sam hendak menjual pesawat bekas pakai pada Indonesia, sejak saat itu baik OV-10 Bronco, F-5E, serta F-16 yang di didatangkan ke Indonesia merupakan barang baru dari pabrikannya. Pun demikian mengenai 24 ekor F-16 Hibah dari Amerika, Indonesia hanya mau mengambilnya setelah di upgread Blok-52, tentu saja armada F-16 kali ini bakal jadi “barang baru” kembali.
Sebagai bekas pakai yang berhasil di modifikasi oleh anak bangsa, T-33 memang tak terlalu panjang masa dinasnya, namun pesawat ini menorehkan prestasi yang cemerlang mengharumkan nama Indonesia, salah satunya dalam misi latihan bersama Indonesia malaysia bersandi Elang Malindo 1 yang diadakan di Butterworth, Malaysia. Ditangan para penerbang dan tehnisi Indonesia pesawat-pesawat ini mampu menunjukan kelasnya.
T-33 memang telah lama pensiun namun aura garangnya masih terasa kental walaupun sudah masuk museum. Disinilah T-33 memberikan arti penting menegakkan harga diri bangsa, khususnya lagi TNI AU dihadapan raksasa militer macam Paman Sam ini.
Sepintas lalu orang mungkin akan mengernyitkan dahi bila membaca judul tulisan ini, siapapun yang menyelami sejarah dunia perbangan militer Indonesia memang tak asing lagi bila bersua dengan pesawat ex Amerika dari Filipina yang didatangkan untuk menganti keperkasaan pesawat-pesawat era Soviet di indonesia.
Paman Sam dengan dalih membangkitkan kembali kekuatan dan kesiapan Angkatan Udara Republik indonesia, “mengizinkan” Indonesia untuk membeli pesawat bekas pakai jiran kita yaitu Avon Sabre, dari Australia dan T-33 yang diboyong AS dari Filipina. Semurni itukah niat negeri patung Liberty itu untuk membantu Indonesia yang sempat menjadi rivalnya pada masa Bung karno?
Jual beli ejekan yang terselubung.
tak dapat dipungkiri setelah lungsurnya Bung Karno dan terputusnya hubungan dengan Soviet kala itu, membuat armada Tu-16 dan jejeran MIG Family terpaksa dikandangkan karena tak ada suku cadang yang memadai, titik krisis yang menggeluti dunia pertahanan Indonesia sampai pada puncaknya di tahun 1970-an. Untuk menguatkan kembali armada angkasa Indonesia maka operasi Garuda Bangkit dilangsanakan untuk memenuhi misi tersebut.
Disinilah peran Amerika cukup vital kala itu, karena memang hampir semua pesawat blok barat yang ada dimasa itu memang produk mereka, tak dipungkiri memang ada berkah yang dimiliki oleh TNI AU, misalnya perbaikan dan pembangunan pasilitas hanggar, selain tentunya kedatangan pesawat-pesawat ex jiran indonesia. Namun keberadaan pesawat-pesawat ini ternyata dibayar mahal, untuk mendapatkannya sebagian MIG-21 Indonesia harus direlakan untuk dibedah oleh tekhnisi Paman Sam demi mengetahui titik kelemahannya, pun demikian dengan bomber legendaris yang sempat menakutkan blok barat, Tuvolep-16 yang berakhir tragis, dilucuti agar tak lagi bebas mengaum diangkasa.
(jejeran T-33 yang baru datang dari Filipina)
Puaskah Paman Sam dengan semua itu? Rupanya masih belum cukup, demi mengerdilkan Angkatan Udara Republik Indonesia, negara yang pernah disebut yang terkuat dibelahan bumi selatan ini di ejek habis-habisan dengan barter yang tak sama nilainya, Bayangkan saja negara yang sebelumnya mampu membeli dan mengoperasikan jejeran MiG Familiy beserta armada Bomber yang bertekhnologi tinggi diganti dengan pesawat latih serang yang tak mumpuni kemampuannya jika tak ingin dikatakan kualitas kemampuan- dalam sudut pandang penerbang Indonesia- tak layak digunakan sebagai pesawat latih serang, bekas pakai pula.
Maka dapat dipahami bantuan tersebut dilakukan paman sam kala itu karena memang dilakukan “setengah hati”, sebelumnya AS membenci angkatan udara Indonesia yang berhasil menunjukan superioritas bangsa Asia atas orang Barat yang tergeletak nasibnya diatas tanah keramat bernama Papua itu.
Angkatan udara Indonesia dibuat seumpama “orang sakit dari Asia”, pengerdilan kemampuan yang dibungkus rapi ini nampaknya bukan tak disadari oleh oleh para petinggi TNI AU, namun tentu saja untuk membalas perlakuan tersebut harus dapat dilakukan dengan cara elegan dan terhormat, sebab secara militer tentunya tak mungkin, apalagi indonesia memang memerlukan peralatan militer untuk mempertahankan kedaulatan bangsa, lalu bagaimana cara?
(T-33 dalam latihan Elang Malindo yang pertama)
Pesawat T-33 Indonesia yang didatangkan dari pangkalan Subik di Filipina tahun 1973 ini, diketahui sebagai pesawat yang payah, bagaimana tidak, Selain tidak dilengkapi armament, pesawat ini masih menggunakan radio UHF (model militer Amerika) serta adanya batasan manuver yang hanya plus 3G, betul-betul pesawat latih jet yang tidak bisa dibuat manuver sama sekali, jelas beda kelas dengan pesawat-pesawat yang pernah dioperaskan, –baik Fighter maupun Bomber,- yang pernah ditunggangi oleh penerbang kita di era 60-an.
Tak patah semangat, indonesia membalas perlakuan tersebut dengan memperbaiki kualitas terbang T-33, setelah dilakukan penguatan pada wing rod spar, barulah pesawat dapat melakukan full maneuver hingga plus 7g serta radio yang diubah menjadi VHF, standar komunikasi pesawat di Indonesia. Kejadian ini jelas jadi tamparan buat Paman Sam, tehnisi Indonesia dari Depo Logistik-30 Malang atas kajian Komando Logistik kala itu mampu memcahkan masalahnya dengan solusi yang jitu.
Walaupun pelakunya para tehnisi yang disekolahkan di Amerika serta diikuti oleh personel AU AS yang bertindak sebagai Technician Representative, -wajar saja mereka yang memproduksi pesawat sehingga merasa perlu tau modifikasi apa yang dilakukan oleh Indonesia,- hal ini tetap tak dapat mengabaikan kenyatan bahwa para tekhnisi tak kalah hebat walau harus diadu dengan tehnisi Amerika sendiri, kemampuan para tekhnisi indonesia dengan cepat mempelajari dan menguasai pesawat ini memang mengagumkan.
(T-33A, makin garang setelah di upgread jadi pesawat latih serang)
Dengan kemampuan baru tersebut, maka para pilot T-33 mulai melakukan latihan air-to-air manuver sebagai dasar manuver pesawat Kohanudnas. Prestasi tersebut tentunya sangat membanggakan.
Paman Sam kembali dibuat tercengang dengan kemampuan anak bangsa menguatkan pesawat yang tak layak digunakan sebagai pesawat latih serang tersebut, kali ini tamparan lebih keras diberikan melalui menguatan sistem persenjataan. Pesawat yang dari awal tak dilengkapi persenjataan ini oleh Indonesia ditingkatkan kemampuannya.
Kegiatan mempersenjatai diri ini murni dilakukan tanpa campur tangan asing dan hebatnya lagi peralatan bidik (gun-sight) mempergunakan produk Timur yaitu gun sight bekas pesawat Ilyusin-28. Bayangkan saja muka petinggi AS begitu mengetahui T-33 yang sejatinya simbol ejekan mereka terhadap Indonesia ternyata mampu dimaksimalkan dengan baik oleh anak bangsa ini.
Sebuah balasan yang cantik dan elegan, rasa gado-gado timur dan barat yang lezat ini tentunya tak selezat yang dirasakan oleh Paman Sam. Tapi apa mau dikata, Indonesia memang punya sejarah panjang sekaligus punya bakat menghidupkan kembali pesawat-pesawat yang hampir lunas nyawanya, tengoklah Curen dan Guntei dimasa tahun 1940-an, rupanya Paman Sam tak memprediksikan hal itu. Luntur rasa sombong dan tinggi hati mereka begitu dihadapi kenyataan, walaupun digencet sekuat tenaga, Angkatan Udara Indonesia masih mampu mengeluakan cakarnya membalas perlakuan tak senonoh Paman Sam yang mencoba melucuti kekuatan udara bangsa ini.
(walau sudah pensiun, aura gaharnya masih terasa)
Kemampuan yang meningkat setelah di upgread memang pantas membuat Paman Sam gigit jari, setelah modifikasi armament pesawat TA-33A,- kode TA-33A adalah penomoran pada pesawat-pesawat T-33 yang dipersenjatai,- pesawat ini mampu membawa amunisi sebanyak 250 x 2 butir peluru 12,7 mm dan dua tabung rocket launcher jenis LAU (Launcher Airborne Rocket) – 68 yang dapat diisi tujuh rocket jenis FFAR 2,75 inci (Folding Fin Airborne Rocket) atau born hingga berat 50 kg setiap sayapnya.
Makin bertaji lagi pesawat-pesawat T-33 Indonesia, makin segan pula Paman Sam hendak menjual pesawat bekas pakai pada Indonesia, sejak saat itu baik OV-10 Bronco, F-5E, serta F-16 yang di didatangkan ke Indonesia merupakan barang baru dari pabrikannya. Pun demikian mengenai 24 ekor F-16 Hibah dari Amerika, Indonesia hanya mau mengambilnya setelah di upgread Blok-52, tentu saja armada F-16 kali ini bakal jadi “barang baru” kembali.
Sebagai bekas pakai yang berhasil di modifikasi oleh anak bangsa, T-33 memang tak terlalu panjang masa dinasnya, namun pesawat ini menorehkan prestasi yang cemerlang mengharumkan nama Indonesia, salah satunya dalam misi latihan bersama Indonesia malaysia bersandi Elang Malindo 1 yang diadakan di Butterworth, Malaysia. Ditangan para penerbang dan tehnisi Indonesia pesawat-pesawat ini mampu menunjukan kelasnya.
T-33 memang telah lama pensiun namun aura garangnya masih terasa kental walaupun sudah masuk museum. Disinilah T-33 memberikan arti penting menegakkan harga diri bangsa, khususnya lagi TNI AU dihadapan raksasa militer macam Paman Sam ini.
Saturday, March 3, 2012
Mig 21 Fishbed, Dimanakah Riwayatmu Kini?
(MIG-21 Fishbed Indonesia)
Indonesia pernah dikenal sebagai macan asia di bidang militer atau ada pula yang menyebutnya yang “terkuat di belahan bumi selatan”, bangga juga rasanya bila mengenang saat-saat tersebut, walau sekarang kondisinya tak lagi sama, namun keinginan menjadikan kekuatan militer Indonesia unggul kembali atas dasar melindungi rakyat, harta kekayaan negara dan martabat bangsa Indonesia, modernisasi kali ini bisa dibilang kedua terbesar sejak zaman Bung Karno berkuasa dulu.
MIG-21 Fishbed, momok Belanda semasa Trikora
Boleh dibilang salah satu arsenal gahar yang menjadi senjata andalan Indonesia kala itu untuk menghadapi Belanda yang bercokol di tanah Papua adalah MIG 21-Fisbed, begitu istimewa nya MIG-21 Fishbed sehingga dalam riwayat sejarah indonesia termasuk salah satu alat diplomasi sekaligus alat militer yang ampuh “meluluhkan kepala batu” Belanda agar beringsut di Papua.
Sikap kepala batu Belanda pada dasarnya adalah bentuk penolakan terhadap kekalahan mereka dari Indonesia, -negeri yang dahulu diklaimnya telah dijajah 350 tahun dan ingin terus seperti itu sampai kiamat,- dan tanah Papua bagi Kolonial Belanda adalah sebuah pertaruhan harga diri yang mahal harganya.
(Jejeran MIG-21 dalam kenangan)
Sikap megulur-ngulur waktu untuk memperkuat posisi baik secara politik, hukum, budaya dan militer di Papua mengundang kemarahan rakyat Indonesia, namun Belanda tetap saja tidak mendengar, mereka pikir indonesia terlalu mudah untuk mereka, apa lagi arsenal angkatan udara Republik Indonesia kala itu hasil hibah Belanda.
Mustang P-51 D dianggap kalah kelas dengan jet Hawker Hunter F-6, itupun dikemudian hari masih lagi ditambah dengan 12 pesawat tempur Neptune P2V-7, 6 helikopter dan 4 Dakota C-47. Begitu pula KRI peninggalan Belanda Albatross Class dianggap tak sepadan dengan kegagahan Angkatan laut Belanda apa lagi sejak Karel Doorman duduk manis disekitar perairan Holandia, Belum lagi penempatan marinir di Biak, makin percaya diri kolonial Belanda, makin besar congkaknya.
Tapi seperti istilah pepatah barat, “orang Asia sukar untuk ditebak”, begitupula dengan indonesia, Belanda begitu terkejut dengan kedatangan bergelombang senjata-senjata mutakhir dari Soviet, “Bah! mau apalagi Indonesia ini?!”, begitulah kira-kira petinggi Belanda dibuat terkejut dengan senjata-senjata blok timur yang membanjiri pangkalan-pangkalan Angkatan Udara, naval base Angkatan Laut, serta senapan serbu, meriam-meriam serta kendaraan-kendaraan tempur Angkatan Darat Indonesia.
Menurut catatan Kohanudnas, untuk senjata pertahanan udara saja -selain pesawat-pesawat tempur tentunya-, adalah 12 pucuk meriam 85 mm, 64 pucuk meriam 40 mm, 18 pucuk meriam 37 mm, 144 pucuk meriam 20 mm dan 216 pucuk senapan mesin berat (SMB) 12,7 mm.
(Bomber legendaris kebanggan indonesia)
Ciut nyali Belanda menghadapi Indonesia makin besar setelah peristiwa Laut Aru, Komodor Yos Sudarso gugur diatas KRI Macan Tutul, Belanda paham hanya soal waktu kemarahan bangsa Indonesia akan meledak, laharnya bisa langsung melenyapkan Belanda jadi abu di tanah keramat Papua.
Berita dari pesawat pengintai “Dragon Lady” yang sengaja diterbangkan oleh Amerika dari Philipina ke Darwin untuk menengok persiapan armada udara RI, begitu terkejutnya mereka mendapati jejeran MIG 21 Fishbed beserta Bomber yang sudah termasyur namanya ikut pula berjejer di Pangkalan Udara Iswahjudi, “Alamak ! kemarin ILyushin-28 sekarang Tupolev-16 Badger, hancur lebur Belanda di Papua!”. Pihak koloial Belanda sendiri tak menyangga dengan laporan tersebut, keruan saja ciut nyali para penerbang Belanda menghadapi Indonesia, Hawk Hunter plus Neptune jelas bukan tandingan MIG-21 Fishbed.
Tentu saja yang paling deg-dengan adalah awak Karel Doorman, bagaimana tidak cukup dua buah rudal Kennel yang dibawa bomber paling di takuti barat itu, kapal besar itu bernasib sama dengan kuburan massal, rasa sombong dan percaya diri luntur seketika, sehingga saking takutnya menanggung malu yang tak tertahankan, Kapal Kareel Doorman dibawa kabur ke Australia, hancur lebur hegemoni Belanda di tanah Papua. Dengan perginya Belanda, selesai sudah Trikora.
Habis sudah kedigdayaan MIG-21 Fishbed?, ternyata belum, MIG-21 berserta karibnya TU-16 Badger disiagakan semasa Konfrontasi menghadapi jiran Malaysia yang didukung oleh Inggris, lagi-lagi MIG-21 di hadapkan dengan jenis pesawat yang hampir sama seperti Hawker Hunter atau HS Buccaneer, tentu saja dari segi kualitas, penerbang kita jelas unggul. Sayangnya walau tak ada hikayat Dogfligh atau perang udara antara MIG 21 Fishbed, pesawat-pesawat malaysia paham benar apa yang mereka hadapi, sehingga terkesan menjaga jarak dengan MIG-21 Fishbed Indonesia.
(Hawk Hunter Belanda, kalah kelas dengan MIG-21 Indonesia)
MIG-21 saat itu, justru kebanyakan di tugaskan untuk mengawal Bomber kebanggan negara saat itu TU-16 Badger dari suntikan “Nyamuk-nyamuk nakal” macam Hawk Hunter dan Buccaner. Pada dasarnya konfrentasi dengan Malaysia lebih seru memang terjadi di darat ketimbang di laut dan Udara, tetapi tetap saja MIG-21 memberi efek gentar sekaligus sinyal pada pihak lawan untuk tidak macam-macam masuk kewilayah NKRI.
Mig-21 F memperkuat AURI hanya sampai dengan tahun 1967. Selanjutnya pesawat kebanggan negara ini pulang ke “peraduan” setelah sebelumnya melakukan farewell flight terbang sebulan penuh di Lanud Kemayoran.
MIG-21 Fishbed, dimana kah kau sekarang?
Sayangnya untuk pesawat tempur sekelas MIG-21 tak panjang masa dinasnya, tak lain karena suku cadangnya sulit didapat, maklum saja arah politik dan kebijakan Indonesia pasca naiknya Mayor Djendral Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia saat itu bersebrangan dengan Moskow, inilah yang membuat jet tempur kebanggan bangsa ini terpaksa didiamkan disarangnya.
Amerika serikat kabarnya begitu tertarik dengan pesawat ini, untuk menghidupkan kembali kekuatan armada Angkatan Udara Indonesia, negeri paman sam itu menawarkan armada Avon Sabre Ex Australia dan pesawat latih serang T-33, syaratnya TU-16 Badger harus dipotong “sayapnya” agar tak dapat terbang, rupanya Amerika takut juga dengan bomber legendaris itu.
(Karel Doorman, terpaksa di ungsikan sebelum jadi abu)
Cukup kah itu? Ternyata tidak untuk mendapatkan pesawat-pesawat dari barat, giliran MIG-21 Fishbed diboyong Washington ke Groom Lake, markas dari Red Eagles yaitu suatu skuadron yang ditugasi untuk mempelajari kelemahan dari pesawat-pesawat buatan uni soviet. Kisah ini saya ketahui dari sebuah kutipan artikel yang sumbernya diaambil dari karya tulis Steve Davies berjudul: “Red Eagles, America’s Secret MiGs”, disitu dikisahkan bagaimana setelah Bung karno Jatuh, Amerika “menawari” Indonesia pesawat-pesawat militer untuk mambangun kembali kekuatan udara Indonesia, syaratnya Indonesia harus memberikan beberapa MIG-21 Fishbed kepada Amerika.
Bayangkan saja bagaimana untungnya paman sam kala itu, karena tak ada suku cadang, Indonesia tak kurang harus mempensiunkan 30 Mig-17, 10 Mig-19 dan 20 Mig-21. Dan yang diboyong Wasinghton keluar Indonesia adalah: 10 Mig-21F13 dengan tail number 2151,2152,2153,2155,2156,2157,2159,2162,2166,2170; 1 Mig-21U tail number 2172 dan 2 Mig-17F tail number 1184 dan 1187.” Sedangkan nasib MIG-19 tak kalah sedihnya, karena mau tak mau harus dijual ke Paksitan, syukurlah petinggi TNI masih berfikir jernih dan tegas menolak tawaran Pakistan membeli rudal Kennel milik TU-16 itu.
Benarkah ini hanya kebetulan?, dalam sebuah buku yang pernah saya baca karya Bradley R. Simpson, akademisi asal Amerika yang jujur dan memiliki hati bersih membongkar konspirasi besar yang terjadi di Indonesia sekitar tahun 1960a-an itu. Dalam bukunya “Economist With Gun”, digambarkan bagaimana petinggi Amerika menerapkan standar ganda dalam politik terhadap angkatan bersenjata indonesia. Amerika merangkul Angkatan Darat tapi disisi lain paman sam juga membenci Angkatan Udara dan Angkatan Laut yang dianggap lebih dekat dengan Moskow dimasa bung Karno.
Mungkin inilah yang menimbulkan kesan pada saya bahwa dari awal MIG-21 Fishbed, TU-16, KRI Irian dan Sub Marine Whiskey Class sudah diincar sejak awal untuk dilemahkan, benarkah dugaan saya? Biarlah waktu yang menjawabnya.
Semoga ini menjadi pelajaran penting bagi Indonesia, untuk lebih mandiri dan tidak lagi terjebak dengan politik kepentingan antar kubu-kubu, ideologi dan kepentingan asing yang berebut pengaruh di tanah air kita yang bertuah ini. Semoga riwayat MIG-21 bisa menjadi pelajaran penting nan mahal demi keutuhan bangsa dan negara ini. Amin
Indonesia pernah dikenal sebagai macan asia di bidang militer atau ada pula yang menyebutnya yang “terkuat di belahan bumi selatan”, bangga juga rasanya bila mengenang saat-saat tersebut, walau sekarang kondisinya tak lagi sama, namun keinginan menjadikan kekuatan militer Indonesia unggul kembali atas dasar melindungi rakyat, harta kekayaan negara dan martabat bangsa Indonesia, modernisasi kali ini bisa dibilang kedua terbesar sejak zaman Bung Karno berkuasa dulu.
MIG-21 Fishbed, momok Belanda semasa Trikora
Boleh dibilang salah satu arsenal gahar yang menjadi senjata andalan Indonesia kala itu untuk menghadapi Belanda yang bercokol di tanah Papua adalah MIG 21-Fisbed, begitu istimewa nya MIG-21 Fishbed sehingga dalam riwayat sejarah indonesia termasuk salah satu alat diplomasi sekaligus alat militer yang ampuh “meluluhkan kepala batu” Belanda agar beringsut di Papua.
Sikap kepala batu Belanda pada dasarnya adalah bentuk penolakan terhadap kekalahan mereka dari Indonesia, -negeri yang dahulu diklaimnya telah dijajah 350 tahun dan ingin terus seperti itu sampai kiamat,- dan tanah Papua bagi Kolonial Belanda adalah sebuah pertaruhan harga diri yang mahal harganya.
(Jejeran MIG-21 dalam kenangan)
Sikap megulur-ngulur waktu untuk memperkuat posisi baik secara politik, hukum, budaya dan militer di Papua mengundang kemarahan rakyat Indonesia, namun Belanda tetap saja tidak mendengar, mereka pikir indonesia terlalu mudah untuk mereka, apa lagi arsenal angkatan udara Republik Indonesia kala itu hasil hibah Belanda.
Mustang P-51 D dianggap kalah kelas dengan jet Hawker Hunter F-6, itupun dikemudian hari masih lagi ditambah dengan 12 pesawat tempur Neptune P2V-7, 6 helikopter dan 4 Dakota C-47. Begitu pula KRI peninggalan Belanda Albatross Class dianggap tak sepadan dengan kegagahan Angkatan laut Belanda apa lagi sejak Karel Doorman duduk manis disekitar perairan Holandia, Belum lagi penempatan marinir di Biak, makin percaya diri kolonial Belanda, makin besar congkaknya.
Tapi seperti istilah pepatah barat, “orang Asia sukar untuk ditebak”, begitupula dengan indonesia, Belanda begitu terkejut dengan kedatangan bergelombang senjata-senjata mutakhir dari Soviet, “Bah! mau apalagi Indonesia ini?!”, begitulah kira-kira petinggi Belanda dibuat terkejut dengan senjata-senjata blok timur yang membanjiri pangkalan-pangkalan Angkatan Udara, naval base Angkatan Laut, serta senapan serbu, meriam-meriam serta kendaraan-kendaraan tempur Angkatan Darat Indonesia.
Menurut catatan Kohanudnas, untuk senjata pertahanan udara saja -selain pesawat-pesawat tempur tentunya-, adalah 12 pucuk meriam 85 mm, 64 pucuk meriam 40 mm, 18 pucuk meriam 37 mm, 144 pucuk meriam 20 mm dan 216 pucuk senapan mesin berat (SMB) 12,7 mm.
(Bomber legendaris kebanggan indonesia)
Ciut nyali Belanda menghadapi Indonesia makin besar setelah peristiwa Laut Aru, Komodor Yos Sudarso gugur diatas KRI Macan Tutul, Belanda paham hanya soal waktu kemarahan bangsa Indonesia akan meledak, laharnya bisa langsung melenyapkan Belanda jadi abu di tanah keramat Papua.
Berita dari pesawat pengintai “Dragon Lady” yang sengaja diterbangkan oleh Amerika dari Philipina ke Darwin untuk menengok persiapan armada udara RI, begitu terkejutnya mereka mendapati jejeran MIG 21 Fishbed beserta Bomber yang sudah termasyur namanya ikut pula berjejer di Pangkalan Udara Iswahjudi, “Alamak ! kemarin ILyushin-28 sekarang Tupolev-16 Badger, hancur lebur Belanda di Papua!”. Pihak koloial Belanda sendiri tak menyangga dengan laporan tersebut, keruan saja ciut nyali para penerbang Belanda menghadapi Indonesia, Hawk Hunter plus Neptune jelas bukan tandingan MIG-21 Fishbed.
Tentu saja yang paling deg-dengan adalah awak Karel Doorman, bagaimana tidak cukup dua buah rudal Kennel yang dibawa bomber paling di takuti barat itu, kapal besar itu bernasib sama dengan kuburan massal, rasa sombong dan percaya diri luntur seketika, sehingga saking takutnya menanggung malu yang tak tertahankan, Kapal Kareel Doorman dibawa kabur ke Australia, hancur lebur hegemoni Belanda di tanah Papua. Dengan perginya Belanda, selesai sudah Trikora.
Habis sudah kedigdayaan MIG-21 Fishbed?, ternyata belum, MIG-21 berserta karibnya TU-16 Badger disiagakan semasa Konfrontasi menghadapi jiran Malaysia yang didukung oleh Inggris, lagi-lagi MIG-21 di hadapkan dengan jenis pesawat yang hampir sama seperti Hawker Hunter atau HS Buccaneer, tentu saja dari segi kualitas, penerbang kita jelas unggul. Sayangnya walau tak ada hikayat Dogfligh atau perang udara antara MIG 21 Fishbed, pesawat-pesawat malaysia paham benar apa yang mereka hadapi, sehingga terkesan menjaga jarak dengan MIG-21 Fishbed Indonesia.
(Hawk Hunter Belanda, kalah kelas dengan MIG-21 Indonesia)
MIG-21 saat itu, justru kebanyakan di tugaskan untuk mengawal Bomber kebanggan negara saat itu TU-16 Badger dari suntikan “Nyamuk-nyamuk nakal” macam Hawk Hunter dan Buccaner. Pada dasarnya konfrentasi dengan Malaysia lebih seru memang terjadi di darat ketimbang di laut dan Udara, tetapi tetap saja MIG-21 memberi efek gentar sekaligus sinyal pada pihak lawan untuk tidak macam-macam masuk kewilayah NKRI.
Mig-21 F memperkuat AURI hanya sampai dengan tahun 1967. Selanjutnya pesawat kebanggan negara ini pulang ke “peraduan” setelah sebelumnya melakukan farewell flight terbang sebulan penuh di Lanud Kemayoran.
MIG-21 Fishbed, dimana kah kau sekarang?
Sayangnya untuk pesawat tempur sekelas MIG-21 tak panjang masa dinasnya, tak lain karena suku cadangnya sulit didapat, maklum saja arah politik dan kebijakan Indonesia pasca naiknya Mayor Djendral Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia saat itu bersebrangan dengan Moskow, inilah yang membuat jet tempur kebanggan bangsa ini terpaksa didiamkan disarangnya.
Amerika serikat kabarnya begitu tertarik dengan pesawat ini, untuk menghidupkan kembali kekuatan armada Angkatan Udara Indonesia, negeri paman sam itu menawarkan armada Avon Sabre Ex Australia dan pesawat latih serang T-33, syaratnya TU-16 Badger harus dipotong “sayapnya” agar tak dapat terbang, rupanya Amerika takut juga dengan bomber legendaris itu.
(Karel Doorman, terpaksa di ungsikan sebelum jadi abu)
Cukup kah itu? Ternyata tidak untuk mendapatkan pesawat-pesawat dari barat, giliran MIG-21 Fishbed diboyong Washington ke Groom Lake, markas dari Red Eagles yaitu suatu skuadron yang ditugasi untuk mempelajari kelemahan dari pesawat-pesawat buatan uni soviet. Kisah ini saya ketahui dari sebuah kutipan artikel yang sumbernya diaambil dari karya tulis Steve Davies berjudul: “Red Eagles, America’s Secret MiGs”, disitu dikisahkan bagaimana setelah Bung karno Jatuh, Amerika “menawari” Indonesia pesawat-pesawat militer untuk mambangun kembali kekuatan udara Indonesia, syaratnya Indonesia harus memberikan beberapa MIG-21 Fishbed kepada Amerika.
Bayangkan saja bagaimana untungnya paman sam kala itu, karena tak ada suku cadang, Indonesia tak kurang harus mempensiunkan 30 Mig-17, 10 Mig-19 dan 20 Mig-21. Dan yang diboyong Wasinghton keluar Indonesia adalah: 10 Mig-21F13 dengan tail number 2151,2152,2153,2155,2156,2157,2159,2162,2166,2170; 1 Mig-21U tail number 2172 dan 2 Mig-17F tail number 1184 dan 1187.” Sedangkan nasib MIG-19 tak kalah sedihnya, karena mau tak mau harus dijual ke Paksitan, syukurlah petinggi TNI masih berfikir jernih dan tegas menolak tawaran Pakistan membeli rudal Kennel milik TU-16 itu.
Benarkah ini hanya kebetulan?, dalam sebuah buku yang pernah saya baca karya Bradley R. Simpson, akademisi asal Amerika yang jujur dan memiliki hati bersih membongkar konspirasi besar yang terjadi di Indonesia sekitar tahun 1960a-an itu. Dalam bukunya “Economist With Gun”, digambarkan bagaimana petinggi Amerika menerapkan standar ganda dalam politik terhadap angkatan bersenjata indonesia. Amerika merangkul Angkatan Darat tapi disisi lain paman sam juga membenci Angkatan Udara dan Angkatan Laut yang dianggap lebih dekat dengan Moskow dimasa bung Karno.
Mungkin inilah yang menimbulkan kesan pada saya bahwa dari awal MIG-21 Fishbed, TU-16, KRI Irian dan Sub Marine Whiskey Class sudah diincar sejak awal untuk dilemahkan, benarkah dugaan saya? Biarlah waktu yang menjawabnya.
Semoga ini menjadi pelajaran penting bagi Indonesia, untuk lebih mandiri dan tidak lagi terjebak dengan politik kepentingan antar kubu-kubu, ideologi dan kepentingan asing yang berebut pengaruh di tanah air kita yang bertuah ini. Semoga riwayat MIG-21 bisa menjadi pelajaran penting nan mahal demi keutuhan bangsa dan negara ini. Amin
Saturday, February 25, 2012
F-16 Indonesia, Rajawali Pembelah Angkasa.
(F-16 Kebanggan Indonesia)
F-16 Fighting Falcon adalah jet tempur multi-peran yang dikembangkan oleh General Dynamics (lalu di akuisisi oleh Lockheed Martin), di Amerika Serikat.
Pesawat ini awalnya dirancang sebagai pesawat tempur ringan, dan akhirnya ber-evolusi menjadi pesawat tempur multi-peran yang sangat populer.
Kemampuan F-16 untuk bisa dipakai untuk segala macam misi inilah yang membuatnya sangat sukses di pasar ekspor, dan dipakai oleh 24 negara selain Amerika Serikat, Indonesia termasuk negara yang menggunakan pesawat tempur terpopuler di banyak negara Ini.
Kiprah F-16 di Indonesia banyak menuai pujian, salah satunya peristiwa intercept F-16 terhadap F-18 Amerika yang melintas di perairan Indonesia, pesawat tempur kebangaan bangsa inipun juga bertugas mengawal pesawat kepresidenan, jika RI 1 melakukan kunjungan ke daerah-daerah di Indonesia, bahkan saat konflik Ambalat memanas, 1 Flight Rajawali ini juga sempat menunjukan cakarnya. Memberikan rasa aman dan bangga bagi bangsa ini.
TNI Angkatan Udara yang sebelumnya memiliki 12 ekor, akan memiliki tambahan 24 ekor lagi yang di ugread ke Blok 52, ini tentu sangat membanggakan.
Rasanya sudah tak sabar lagi melihat Rajawli-rajawali Indonesia itu membelah langit dan menggentarkan hati setiap lawan yang berniat mengusik NKRI tercinta.
Selamat bertugas Eagle-eagle baru Indonesia!.
Foto-foto F-16 Indonesia
F-16 Fighting Falcon adalah jet tempur multi-peran yang dikembangkan oleh General Dynamics (lalu di akuisisi oleh Lockheed Martin), di Amerika Serikat.
Pesawat ini awalnya dirancang sebagai pesawat tempur ringan, dan akhirnya ber-evolusi menjadi pesawat tempur multi-peran yang sangat populer.
Kemampuan F-16 untuk bisa dipakai untuk segala macam misi inilah yang membuatnya sangat sukses di pasar ekspor, dan dipakai oleh 24 negara selain Amerika Serikat, Indonesia termasuk negara yang menggunakan pesawat tempur terpopuler di banyak negara Ini.
Kiprah F-16 di Indonesia banyak menuai pujian, salah satunya peristiwa intercept F-16 terhadap F-18 Amerika yang melintas di perairan Indonesia, pesawat tempur kebangaan bangsa inipun juga bertugas mengawal pesawat kepresidenan, jika RI 1 melakukan kunjungan ke daerah-daerah di Indonesia, bahkan saat konflik Ambalat memanas, 1 Flight Rajawali ini juga sempat menunjukan cakarnya. Memberikan rasa aman dan bangga bagi bangsa ini.
TNI Angkatan Udara yang sebelumnya memiliki 12 ekor, akan memiliki tambahan 24 ekor lagi yang di ugread ke Blok 52, ini tentu sangat membanggakan.
Rasanya sudah tak sabar lagi melihat Rajawli-rajawali Indonesia itu membelah langit dan menggentarkan hati setiap lawan yang berniat mengusik NKRI tercinta.
Selamat bertugas Eagle-eagle baru Indonesia!.
Foto-foto F-16 Indonesia
Saturday, February 18, 2012
Merindukan Sukhoi di Langit Bulungan.
(1 Flight Sukhoi Indonesia melakukan patroli perbatasan)
Tiba-tiba atap genteng rumah serasa bergetar, kaget bukan buatan ketika mendengar deru pesawat tempur meraung-raung dilangit Bulungan, itulah perkenalan saya dengan Sukhoi yang benar-benar nyata dalam pandangan saya. Bulan Mei 2011, tentu pengalaman itu tak saya lupakan.
Awalnya saya sempat mengira terjadi penyusupan pesawat TUDM sehingga dikejar-kejar pesawat TNI AU dan kemudian di usir keluar wilayah kedaulatan Indonesia. Saya ingat bahwa ada empat pesawat terbang rendah dan suaranya serasa memecah gendang telinga, dengan formasi empat pesawat dipecah jadi dua ke arah yang berlainan namun masih diwilayah kota tanjung selor dan sekitarnya, berulah setelah kami tahu bahwa itu adalah 1 Flight atau 4 pesawat Sukhoi Indonesia yang sedang patroli, rasa bangga membumbung didalam dada. Akhirnya sang Rajawali keluar juga dari sarangnya!.
beragam kisah menarik terjadi, patroli dihari pertama sekitar jam 09.00 atau 90.20. 1 Flight pesawat tempur tiba-tiba melintas, karuan saja masyarakat sempat kaget karena melihat pesawat tempur dengan kecepatan penuh meliuk-liuk seperti elang mengincar anak ayam, bahkan salah sebuah kantor yang terletak diatas ketinggian bukit (kantor Pariwisata Kabupaten Bulungan), konon kaca-kacanya sempat bergetar walau tak sampai pecah.
Dikota kecil seperti Tanjung Selor, berita patroli empat pesawat Sukhoi yang melintas dilangit Bulungan beberapa hari itu menjadi pembicaraan hangat, bagaimana tidak secara gratis seisi kota disuguhi pemandangan unik dan membanggakan melihat pesawat tempur kebanggan bangsa itu meliuk-liuk rendah seakan hanya beberapa meter dari bubungan rumah, kemampuan akrobatik para pilot membuat rasa bangga dihati, pun demikian juga dengan saya. Tak ayal lagi kemunculan Rajawali angkasa itu menjadi momen yang ditunggu-tunggu kehadirannya dilangit bulungan. Sayang saya tak dapat memotret barang seekorpun saking cepat nya pesawat itu melesat.
Koran lokal seperti Radar Tarakan secara gencar memberitakan patroli Sukhoi yang berangkat dari Makassar itu, yang membuat lidah berdecak kagum, diantara para tekhnisi pria terdapat pula seorang wanita Serda, Lusiani Purwaningsih, yang dipercaya menjadi tekhnisi salah satu pesawat serbu andalan Indonesia ini. Sukhoi-sukhoi Indonesia ini bersarang di Skuadron 11 Lanud Hasanuddin di Makassar.
Sukhoi bukan pesawat tempur sembarang, pesawat ini merupakan pesawat mutakhir Indonesia, bangsa ini juga memiliki sejumlah jet tempur selain Sukhoi, seperti Hawk 100/200, F-16, F-5E Tiger II, kedepan kita juga akan kedatangan pesawat tempur T-50 Golden Eagle, Super Tucano dan KFX.
Jenis pesawat Sukhoi yang berpatroli saat itu adalah dua Sukhoi 30 yang diterima TNI AU tahun 2009 dan dua Sukhoi 27 SKM yang diterima bulan September 2010, jadi 1 Flight ,-4 atau 6 ekor pesawat,- biasanya memang jumlah ideal dalam patroli udara.
Patroli pesawat tempur ini memiliki makna ganda, yaitu untuk meningkatkan dan menciptakan pertahanan udara dalam negeri sekaligus rasa nasionalis dan bangga bagi rakyat indonesia, juga bermakna warning atau peringatan bagi jiran kita untuk tidak mencoba-coba memasuki wilayah kedaulatan Republik indonesia. Nyatanya dihari pertama dan akhir patroli, tak sebijipun pesawat-pesawat TUDM yang keluar dari kandangnya berani terbang mendekati wilayah udara indonesia.
Soal armament, Sukhoi jelas tak di ragukan lagi kemampuan menggendong persenjataan dengan total berat 6000 kg. Termasuk di antaranya, 10 misil udara ke udara (AA), yang terdiri dari misil jarak menengah dengan semi active radar homing jenis R-27R1 (NATO menyebutnya AA-10A Alamo-A), misil AA jenis R-27-T1 (AA-10B Alamo-B) yang punya jangkauan 500 m hingga 60 km dan dipandu dengan infrared, serta R-73E (AA-11 Archer) yang berguna untuk pertempuran jarak dekat berpanduan infrared, dan mampu menerkam musuh dari jarak 300 m hingga 20 km. Sejata lainnya adalah rudal udara ke darat, serta aneka bom freefall seberat 100kg, 250 kg, dan 500 kg, bom cluster (25 kg – 500 kg) dan roket C-8, C-13, dan C-25. Plus, canon 30 mm jenis Gsh-301 yang mampu memuntahkan peluru 150 butir per putaran serta jarak jangkau sejauh jangkauan misil jarak pendek.
Tak semua armament digunakan saat patroli tersebut, namun yang tentunya istimewa adalah Sukhoi Indonesia juga dilengkapi dengan bom buatan dalam negeri yaitu P-100. Keistimewaan lain dari sukhoi adalah manuver patukan kobra alias Cobra Pugachev hasil kreasi Viktor Pugacev yang terkenal.
Hal ini semakin menegaskan bahwa TNI tak tinggal diam bila terjadi provokasi diwilayah negara Republik Indonesia, bukan hanya Sukhoi sebenarnya yang sempat diturunkan untuk patroli khususnya ketika Ambalat memanas, F-16 juga sempat keluar sarangnya untuk bertugas dalam operasi udara pengamanan Alur Laut Kepulauan Indonesia (AlkI) dan wilayah perairan Ambalat. Saya tahu betul itu karena saat saya melakukan penerbangan dari Balikpapan ke Tarakan beberapa tahun lalu, saya sempat melihat jejeran 1 Flight pesawat tempur F-16 disalah satu sudut bandara dalam kondisi siap tempur.
Harus saya akui pertemuan saya dengan Sukhoi begitu membekas, apalagi kedepan rencananya pemerintah akan membangun apron baru untuk pesawat tempur di bandara juata tarakan, otomatis jet-jet tempur Indonesia seperti Sukhoi, F-16, Hawk 100/200, Super Tucano dan T-50 bakal landing di Tarakan untuk misi patroli, saya berharap bisa melihat lagi Rajawali-rajawali Angkasa Indonesia itu mengepakkan sayapnya lagi dilangit biru bulungan. Semoga.
Friday, February 17, 2012
Sejarah baru Penerbangan Indonesia-Malaysia di Tarakan.
(pesawat ATR 72 seri 200 yang digunakan dalam rute penerbangan Tarakan-Tawau).
Beberapa saat yang lalu membaca sebuah koran Radar Tarakan periode Selasa 10 Januari 2012, yang isinya memberitakan mengenai rencana penerbangan pertama MAS atau Malaysia Airlines di Tarakan, sebuah mementum baru sekaligus membuka lembaran sejarah baru bagi hubungan Indonesia-Malaysia atau lebih spesifik lagi Malaysia Timur dengan Kalimantan Timur bagian utara (KALTARA) melalui jalur udara.
Penerbangan ini mengisi sejarah baru hubungan kawasan bertetangga yang lama terjalin berabad lamanya.
Hubungan Penerbangan Indonesia-Malaysia dikawasan Kalimantan.
Berbicara mengenai MASwing yang merupakan anak perusahaan Malaysia yang akan membuka rute Tawau-Tarakan sekitar Februari 2012 nanti, tentunya akan semakin memudahkan jembatan ekonomi yang memang sudah terjalin lama.
Ditempat asalnya maskapai negeri jiran ini sudah melayani penerbangan dikawasan Sabah dan Serawak, dalam sehari saja ada sekitar 130 penerbangan. Dibawah kepemimpinan Dato Capt Mohd Nawawi Awang, Chief Executive Officer (CEO) MASwing, maskapai penerbangan ini ingin lebih jauh lagi mengepakkan sayapnya, untuk itu mereka mencoba menembus pangsa pasar penerbangan Tarakan-Tawau, seperti yang kita ketahui bahwa jalur perdagangan dikawasan bertetangga itu biasanya dilalui melaui jalur laut dan adapula jalur darat. Kawasan ini tak pernah sepi dari pelintas sehingga perputaran uang yang cukup besar.
Dalam sejarah Kesultanan Bulungan, kesultanan pernah menguasai kawasan ini. Ekspedisi militer pertama dijalankan dimasa Sultan Alimuddin dengan melayarkan kapal-kapal perang dibawah komando putranya sendiri, Laksamana Ni’ untuk mengontrol ekonomi, hukum dan keamanan terhadap serangan bajak laut.
Seiring waktu kawasan ini menjadi daya tarik tersendiri, Pelayar dari barat khususnya Spanyol bahkan menamakan teluk sebuku yang bedekatan dengan Tawau, diberi nama Santa Lucia. Tentunya kondisinya sekarang tak lagi sama, khususnya setelah kota Tawau masuk kedalam kawasan Inggris dan pengaruh Bulungan perlahan tapi pasti memudar.
Dewasa ini hubungan Tawau- dan kawasan di utara kalimantan tetap terjalin dengan baik. Peluang pasar yang besar seiring berlomba-lombanya kota-kota dikawasan utara untuk membangun basis ekonomi yang mapan, apa lagi sesuai amanat kesejahteraan bersama yang didengung-dengungkan dalam BIMP EAGA, (Brunai-Indonesia-Malaysia-Philipina), otomatis membuka pangsa pasar dalam bidang transportasi ekonomi, namun dalam urusan penerbangan khususnya antara Malaysia Timur dan Kalimantan Timur bagian utara, jelas merupakan hal yang baru.
Menariknya untuk mempermudah segala urusan yang berhubungan dengan persoalan tiket, maskapai ini telah bekerja sama dengan pihak-pihak di Indonesia dan mencapai kesepakatan bahwa untuk mempermudah segala urusan dan menghindari selisih paham dikemudian hari, harga tiket disesuaikan dengan nilai dan mata uang masing-masing negara, artinya ditarakan dijual dengan mata uang Rupiah di Malaysia menggunakan Ringgit dan juga bisa menggunakan mata uang Dollar.
Dalam tahap awal penerbangan dijadwalkan tiga kali dalam seminggu, yaitu senin, rabu dan kamis. Harga tiket untuk sekali penerbangan dimuali dari USD 41 atau setara Rp. 381.000. Tiket sendiri dapat dibeli secara Online melalui internet selain melalui perwakilan yang akan ditempatkan ditarakan dan kawasan sekitarnya.
Sebagai catatan, penerbangan internasional Tarakan-Tawau ini akan connecting flight dengan penerbangan internasional lainnya, karena pesawat yang sama akan melanjutkan penerbangan ke kota Kinabalu, sehingga pisawat dapat pula melanjutkan penerbangan ke negara-negara lain.
Untuk rute Tarakan-Tawau, maskapai MASwing menerbangakan armada barunya ATR 72 seri 200 yang keseluruhan armada ini berjumlah 10 unit pesawat. Kode pesawat yang akan digunakan menggunakan kode penerbangan MH3141/3142-TWU/TRK/TWU, akan bertolak dari Tawau sekitar pukul 10.00 WITA dan pesawat sampai di Tarakan pukul 10.40 Wita, pesawat milik maskapai MASwing ini akan bertolak kembali ke Tawau dari Tarakan 11.05 WITA dan mendarat dikota tersebut kurang lebih pukul 11.35 WITA.
Tentunya kita berharap, terbukanya penerbangan rute kawasan Malaysia timur dengan Kaltara ini akan membawa dampak positif bagi kedua masyarakat dikawasan betetangga yang serumpun ini, tentunya tanpa mengindahkan kesamaan hak dan kesetaraan yang sama, serta menghormati aturan hukum yang berlaku dimasing-masing negara. Itu artinya kedua pihak harus sama-sama bisa diuntungkan dan bukan sebaliknya.
Hal yang juga menjadi pekerjaan rumah adalah kedepann adalah maskapai apa yang dimiliki oleh Indonesia yang melakukan ekspansi bisnis ke Malaysia Timur? Sebab bagaimanapun jika MASwing mampu, mengapa kita tidak?
Beberapa saat yang lalu membaca sebuah koran Radar Tarakan periode Selasa 10 Januari 2012, yang isinya memberitakan mengenai rencana penerbangan pertama MAS atau Malaysia Airlines di Tarakan, sebuah mementum baru sekaligus membuka lembaran sejarah baru bagi hubungan Indonesia-Malaysia atau lebih spesifik lagi Malaysia Timur dengan Kalimantan Timur bagian utara (KALTARA) melalui jalur udara.
Penerbangan ini mengisi sejarah baru hubungan kawasan bertetangga yang lama terjalin berabad lamanya.
Hubungan Penerbangan Indonesia-Malaysia dikawasan Kalimantan.
Berbicara mengenai MASwing yang merupakan anak perusahaan Malaysia yang akan membuka rute Tawau-Tarakan sekitar Februari 2012 nanti, tentunya akan semakin memudahkan jembatan ekonomi yang memang sudah terjalin lama.
Ditempat asalnya maskapai negeri jiran ini sudah melayani penerbangan dikawasan Sabah dan Serawak, dalam sehari saja ada sekitar 130 penerbangan. Dibawah kepemimpinan Dato Capt Mohd Nawawi Awang, Chief Executive Officer (CEO) MASwing, maskapai penerbangan ini ingin lebih jauh lagi mengepakkan sayapnya, untuk itu mereka mencoba menembus pangsa pasar penerbangan Tarakan-Tawau, seperti yang kita ketahui bahwa jalur perdagangan dikawasan bertetangga itu biasanya dilalui melaui jalur laut dan adapula jalur darat. Kawasan ini tak pernah sepi dari pelintas sehingga perputaran uang yang cukup besar.
Dalam sejarah Kesultanan Bulungan, kesultanan pernah menguasai kawasan ini. Ekspedisi militer pertama dijalankan dimasa Sultan Alimuddin dengan melayarkan kapal-kapal perang dibawah komando putranya sendiri, Laksamana Ni’ untuk mengontrol ekonomi, hukum dan keamanan terhadap serangan bajak laut.
Seiring waktu kawasan ini menjadi daya tarik tersendiri, Pelayar dari barat khususnya Spanyol bahkan menamakan teluk sebuku yang bedekatan dengan Tawau, diberi nama Santa Lucia. Tentunya kondisinya sekarang tak lagi sama, khususnya setelah kota Tawau masuk kedalam kawasan Inggris dan pengaruh Bulungan perlahan tapi pasti memudar.
Dewasa ini hubungan Tawau- dan kawasan di utara kalimantan tetap terjalin dengan baik. Peluang pasar yang besar seiring berlomba-lombanya kota-kota dikawasan utara untuk membangun basis ekonomi yang mapan, apa lagi sesuai amanat kesejahteraan bersama yang didengung-dengungkan dalam BIMP EAGA, (Brunai-Indonesia-Malaysia-Philipina), otomatis membuka pangsa pasar dalam bidang transportasi ekonomi, namun dalam urusan penerbangan khususnya antara Malaysia Timur dan Kalimantan Timur bagian utara, jelas merupakan hal yang baru.
Menariknya untuk mempermudah segala urusan yang berhubungan dengan persoalan tiket, maskapai ini telah bekerja sama dengan pihak-pihak di Indonesia dan mencapai kesepakatan bahwa untuk mempermudah segala urusan dan menghindari selisih paham dikemudian hari, harga tiket disesuaikan dengan nilai dan mata uang masing-masing negara, artinya ditarakan dijual dengan mata uang Rupiah di Malaysia menggunakan Ringgit dan juga bisa menggunakan mata uang Dollar.
Dalam tahap awal penerbangan dijadwalkan tiga kali dalam seminggu, yaitu senin, rabu dan kamis. Harga tiket untuk sekali penerbangan dimuali dari USD 41 atau setara Rp. 381.000. Tiket sendiri dapat dibeli secara Online melalui internet selain melalui perwakilan yang akan ditempatkan ditarakan dan kawasan sekitarnya.
Sebagai catatan, penerbangan internasional Tarakan-Tawau ini akan connecting flight dengan penerbangan internasional lainnya, karena pesawat yang sama akan melanjutkan penerbangan ke kota Kinabalu, sehingga pisawat dapat pula melanjutkan penerbangan ke negara-negara lain.
Untuk rute Tarakan-Tawau, maskapai MASwing menerbangakan armada barunya ATR 72 seri 200 yang keseluruhan armada ini berjumlah 10 unit pesawat. Kode pesawat yang akan digunakan menggunakan kode penerbangan MH3141/3142-TWU/TRK/TWU, akan bertolak dari Tawau sekitar pukul 10.00 WITA dan pesawat sampai di Tarakan pukul 10.40 Wita, pesawat milik maskapai MASwing ini akan bertolak kembali ke Tawau dari Tarakan 11.05 WITA dan mendarat dikota tersebut kurang lebih pukul 11.35 WITA.
Tentunya kita berharap, terbukanya penerbangan rute kawasan Malaysia timur dengan Kaltara ini akan membawa dampak positif bagi kedua masyarakat dikawasan betetangga yang serumpun ini, tentunya tanpa mengindahkan kesamaan hak dan kesetaraan yang sama, serta menghormati aturan hukum yang berlaku dimasing-masing negara. Itu artinya kedua pihak harus sama-sama bisa diuntungkan dan bukan sebaliknya.
Hal yang juga menjadi pekerjaan rumah adalah kedepann adalah maskapai apa yang dimiliki oleh Indonesia yang melakukan ekspansi bisnis ke Malaysia Timur? Sebab bagaimanapun jika MASwing mampu, mengapa kita tidak?
Wednesday, February 8, 2012
Mengepak Sayap Sejarah Penerbangan Di Bulungan

PBY-5A Catalina milik AU Belanda, jenis yang sama yang juga pernah ditempatkan di Bulungan)
Bila menilik sejarah bulungan, kita pernah memiliki bebarapa legenda sejarah peninggalan belanda yang masih dibicarakan oleh orang tua-tua di Tanjung Palas, seperti Warmound, menjadi legenda yang saat ini menghuni dasar sungai kayan, kitapun juga pernah “punya” pesawat amphibi yang sempat menghiasi langit Bulungan, nah bagaimana hikyatnya?
Hikayat Si Perahu Terbang dan Si Nyonya Besi yang melegenda.
Kisah mengenai sejarah pesawat Amphibi di khususnya di Tanjung Palas dan Tanjung Selor, telah lama saya dengar, menurut catatan Iwan Sentosa dalam bukunya “Tarakan Pearl Harbour Indonesia”, maupun data sejarah yang dikeluarkan oleh Pemkot Tarakan, diketahui terdapat pesawat Amphibi yang terkenal yaitu “si perahu terbang”, Dornier DO-24K yang mashur digunakan dalam angkatan laut Belanda. Selain DO-24K, langit Bulungan juga sempat dihiasi pesawat PBY-5A Catalina yang legendaris itu.
Menurut sejarahnya DO-24K memang diperuntukan untuk misi angkatan laut untuk mengganti pesawat Wals Dornier yang sempat digunakan di Hindia Belanda, ironisnya pesawat justru ini paling banyak digunakan oleh Luftwaffe alias AU Jerman.
Pesawat ini dirancang oleh Flugzeugwerke Dornier untuk misi penyelamatan dan patroli maritim, produsennya adalah Dornier Aviolanda. DO-24K mulai debut penerbangannya pada bulan juni dan diperkenalkan ke publik secara umum pada Noverber 1937, sejak itu ia masih diproduksi hingga 1945, bahkan dibawah masa pendudukan Jerman, tentu saja dibawah pengawasan yang ketat oleh pemerintah pendudukan Jerman di Belanda. Beberapa dari DO-24K sempat dibawa kabur ke Hindia Belanda, diantaranya ditempatkan di Tarakan.
Menjelang perang fasifik, Colonial Belanda memang gencar-gencarnra melakukan modernisasi armada tempur tak terkecuali di Tarakan dan Bulungan khususnya pesawat tempur mereka yang merupakan warisan dari PD I, setidaknya menurut catatan iwan sentosa, terdapat Bomber Glenn-Martin dan pesawat tempur “ si gendut” Brewster Buffalo yang dioprasikan oleh Militaire Luchtvaart (AU Kerajaan Belanda), kemudian Dornier DO-24K yang dioprasikan oleh penerbang angkatan laut belanda alias Marine Luchtvaartdiens, digunakan khusus sebagai pesawat intai.
Tak ada yang benar-benar tau pasti sejak kapan “Si Perahu Terbang” ini masuk dalam daftar arsenal AL Belanda khususnya yang ditempatkan di Bulungan, namun yang pasti pesawat ini sudah sering hilir mudik Bulungan-Tarakan sebelum Jepang menyerang kota Tarakan.
Nasib DO-24K tak banyak juga yang mengetahuinya, ada yang mengatakan pesawat ini hancur saat pendaratan Jepang, terlebih lagi pesawat ini pula yang kedapatan bertemu langsung dengan armada Kekaisaran Jepang di sekitar perairan pulau Bunyu pada 10 Januari 1942, namun ada pula kabar yang menyebutkan pesawat tersebut sempat dilarikan ke Australia dan digunakan oleh RAAF (AU Australia).
Sungai Kayan Sempat Jadi Landasan.
Lain hikayat “si perahu terbang” DO-24K, lain pula cerita “si nyonya besi” PBY-5A Catalina. Si Nyonya besi lahir dari pabrikan Amerika dan memulai debutnya pada Maret 1935, dan terus diproduksi hingga tahun 1940-an oleh perusahaan Consolidated Aircraft dan American Aircraft Manufactures. Pesawat ini terlihat sekitar tahun 1947-an di Bulungan.
Menurut beberapa cerita yang terdengar dari mulut ke mulut, Catalina dahulu hanggarnya diletakkan di sekitar Tanjung Palas, bila akan berangkat akan terdengar suara lonceng dipukul bertalu-talu. Pemandangan seperti ini sudah sering dilihat oleh orang-orang baik di Tanjung selor dan di Tanjung Palas pada zamannya.
Catalina sempat menjadi pesawat angkut kesayangan Belanda di Bulungan pasca kembalinya Tarakan ke tangan sekutu, karena kapasitas angkutnya yang cukup besar, tujuh hingga delapan orang muat dalam pesawat ini. Si nyonya besi dianggap pas selain mampu memangkas waktu perjalanan dari Bulungan ke Tarakan, kemampuannya sebagai pesawat amphibi juga dianggap cocok untuk kontur istana kesultanan Bulungan yang terletak dipinggir Sungai kayan. Istilah PB sendiri mengacu pada Patrol Bomber, itu karena Catalina mampu menggotong ranjau laut, aneka bom, torpedo dan senapan mesin kaliber 50 milimeter.
Sayang nasib si nyonya besi itu tak diketahui pasti, mungkin diangkut pulang kembali ke Belanda setelah Bulungan menyatakan bergabung dengan republik secara resmi 1949.
Apapun itu, sejarah mengenai DO-24K maupun PBY- 5A Catalina tetaplah menjadi kenangan tersendiri setidaknya bagi mereka yang pernah berjumpa dengannya atau mungkin sekedar menjadi cerita untuk anak cucu saat bersantai diwaktu luang. Demikianlah sekilas riyawat penerbangan di zaman kesultanan bulungan yang dapat penulis kisahkan.(ditambahkan dari berbagai sumber).
Daftar Pustaka:
Iwan Sentosa “Tarakan Pearl Harbour Indonesia.
WIKIPEDIA: Dornier DO-24K.
WIKIPEDIA: PBY-5A Catalina.
Thursday, January 12, 2012
Nomad, MPA, dan Kemaritiman Kita
(Nomad, pesawat lawas TNI AL)
Berita jatuhnya pesawat Nomad TNI Angkatan Laut di Kalimantan Timur, Senin (7/9), selain menimbulkan rasa sedih juga membangkitkan momentum. Mungkin di satu sisi kita masih terus merisaukan jatuhnya alat utama sistem persenjataan (alutsista) tua kita. Namun, tidak kalah fundamental adalah bagaimana kita menempatkan pesawat seperti Nomad dalam visi kemaritiman kita.
Bagi Indonesia yang dua pertiga wilayahnya laut, patroli maritim tak diragukan lagi merupakan keniscayaan. Memantau gerakan kapal musuh, memburu pelaku penangkapan ikan ilegal, penyelundup barang maupun manusia, dan aktivitas polutif bisa disebut sebagai aktivitas yang membutuhkan dukungan pesawat patroli maritim.
Oleh: Ninok Leksono, KOMPAS.
Berita jatuhnya pesawat Nomad TNI Angkatan Laut di Kalimantan Timur, Senin (7/9), selain menimbulkan rasa sedih juga membangkitkan momentum. Mungkin di satu sisi kita masih terus merisaukan jatuhnya alat utama sistem persenjataan (alutsista) tua kita. Namun, tidak kalah fundamental adalah bagaimana kita menempatkan pesawat seperti Nomad dalam visi kemaritiman kita.
Dalam perspektif negara maritim, yang kemarin banyak mendapat sorotan dengan acara Sail Bunaken yang dihadiri kapal-kapal perang asing, pesawat patroli maritim sebenarnya merupakan komponen yang vital. Negara-negara besar atau negara yang punya visi kemaritiman punya pesawat jenis ini, yang dikenal sebagai MPA (maritime patrol aircraft). AS punya P-3C Orion, Inggris punya Nimrod, Perancis punya Atlantique, dan Spanyol punya Persuader.
Nomad N24 yang dibuat oleh pabrik Government Aircraft Factory Australia ini tidak pertama-tama dirancang untuk pesawat patroli maritim, tetapi hanya sebagai pesawat berciri transpor serba guna dengan kemampuan STOL (short take-off and landing).
Setelah prototipe pertama Nomad N2 terbang pada 23 Juli 1971, unit produksi pertama —N22—diserahkan kepada militer Filipina tahun 1975. Tipe N22 ini juga menjadi dasar bagi pembuatan pesawat patroli pantai Searchmaster, yang selain digunakan oleh militer juga oleh dinas pabean Australia dan AS. Dari N22 ini pula dikembangkan N24, pesawat Nomad yang badannya lebih panjang 1,14 meter dibandingkan dengan N22. N24 memang lalu dipasarkan sebagai pesawat komuter yang kabinnya bisa menampung 16 kursi penumpang. Selain untuk penumpang, N24 juga ditawarkan sebagai pesawat barang Cargomaster dan ambulans udara Medicmaster.
Pesawat yang produksinya berakhir tahun 1984 ini untuk tipe Searchmaster B dilengkapi radar pencari Bendix RDR 1400 dan punya awak normal empat orang. Sementara itu, untuk Searchmaster L yang lebih canggih punya radar Litton LASR (AN/APS504) yang berada di bawah hidung pesawat dan punya kemampuan pindai 360 derajat.
Kebutuhan
Memang untuk negara-negara besar, pengertian patroli maritim terkait dengan perang antikapal selam (anti-submarine warfare/ASW). Karena misi tersebut, pesawat patroli dipasangi sistem sonar berteknologi canggih, lalu ada juga yang dipersenjatai dengan bom dan rudal Exocet.
Memang untuk negara-negara besar, pengertian patroli maritim terkait dengan perang antikapal selam (anti-submarine warfare/ASW). Karena misi tersebut, pesawat patroli dipasangi sistem sonar berteknologi canggih, lalu ada juga yang dipersenjatai dengan bom dan rudal Exocet.
Kini ketika argumen perang konvensional relatif surut, muncul argumen patroli maritim yang dilatarbelakangi oleh kepentingan ekonomi dan keamanan laut. Patroli maritim terus digelar dari Laut Utara hingga di ribuan pulau di Filipina dan Indonesia. Dan—seperti disebut dalam kutipan pada awal tulisan ini—metode yang paling efektif adalah melalui, dan dengan, pesawat udara.


(CN-235 dengan rudal Exocet, ampuh menjaga peraian NKRI tercinta).
Bagi Indonesia yang dua pertiga wilayahnya laut, patroli maritim tak diragukan lagi merupakan keniscayaan. Memantau gerakan kapal musuh, memburu pelaku penangkapan ikan ilegal, penyelundup barang maupun manusia, dan aktivitas polutif bisa disebut sebagai aktivitas yang membutuhkan dukungan pesawat patroli maritim.
Untuk maksud dan tujuan itu, pesawat patroli maritim punya kemampuan untuk menemukan tempat (locating), mengenali (identifying), dan bila diperlukan menghadapi (dealing) problem yang ada.
Nomad TNI AL bisa dikatakan terlalu tua dan terlalu simpel untuk tujuan dan tugas besar ini. PT Dirgantara Indonesia pernah menawarkan pesawat MPA yang berbasis CN-235. Pesawat juga ditawarkan ke pasar lebih luas dalam pameran kedirgantaraan seperti Singapore Airshow. Namun, sebegitu jauh belum ada deal.
CN-235MPA buatan PTDI, Bandung
Seperti yang sering kita dengar, problem yang selalu disebut dalam pengadaan alutsista adalah anggaran. Namun, ketika ada wilayah seluas 8,5 juta kilometer persegi yang harus diawasi, pemenuhan kewajiban itulah yang seharusnya dilakukan. Kalau tidak, kita hanya akan berhenti pada wacana saat mengatakan bahwa setiap tahun kita menderita kerugian 4 miliar dollar AS karena penangkapan ilegal, 5 miliar dollar AS karena penyelundupan bahan bakar minyak, dan 600 juta dollar AS karena penyelundupan kayu. Selain itu, juga akan terus berlangsung pencemaran laut sepanjang garis 167.000 kilometer dan adanya lebih dari 3.000 kapal nelayan asing yang beroperasi tanpa izin.
Sebegitu jauh, Indonesia hanya punya satu atau dua Boeing 737-200 dan sebuah Hercules C-130H-MP untuk memantau perairannya.
Nomad yang hanya punya kemampuan untuk patroli pantai jelas jauh dari memadai untuk mematroli perairan Indonesia. Dengan demikian, misalnya penambahan C-130MP dirasakan masih membutuhkan persiapan alokasi anggaran lebih besar, pengadaan CN-235 MPA dalam jumlah yang optimal mestinya harus lebih fisibel.
Kerugian yang ada akibat pencurian ikan memang mestinya bisa digunakan untuk membeli pesawat MPA. Namun, jelas orang akan dihadapkan pada pertanyaan mana lebih dulu, ayam atau telurnya.
Sementara solusi finansial masih belum tampak, teknologi telah banyak menawarkan solusi. Dengan radar canggih yang kini terpasang pada pesawat seperti CN-235 MPA, misi penemuan, identifikasi, dan bila perlu menghadapi problem di laut dapat dipecahkan.
Adanya pesawat patroli yang andal akan bisa setiap kali memberi informasi kepada TNI AL, Polri, Departemen Kelautan dan Perikanan, serta Departemen Perhubungan untuk ditindaklanjuti (Kompas, 15/9/2004).
Tampaknya di sini yang lebih dulu perlu ada ialah visi kemaritiman, yang memberi kerangka dan cetak biru pemanfaatan laut, baik untuk pertahanan maupun pendayagunaan sumber daya untuk kesejahteraan bangsa. Dengan adanya visi yang gamblang di sini, pengadaan pesawat MPA sebagai sistem dan metode sahih untuk mencapai tujuan di atas tak harus menjadi problem. Dengan itu, negara sperti Indonesia tidak akan lagi merasa nyaman untuk menerbangkan pesawat era 1970-an seperti Nomad.
Sumber: http://alutsista.blogspot.com/2009/09/nomad-mpa-dan-kemaritiman-kita.html
Tuesday, September 6, 2011
CN-235 Pesawat Kebanggan Indonesia Yang Mendunia.

(salah satu dari varian CN-235 yang legendaris)
Indonesia boleh bangga dengan hasil karya anak negeri, khususnya didunia penerbangan, bangsa kita telah berhasil menciptakan pesawat, salah satunya yang paling terkenal adalah CN-235.
pesawat ini paling banyak diminati oleh negara-negara di luar indonesia, lebih utama lagi digunakan sebagai pesawat patroli, mimpi indonesia menjadikan pesawat ini sebagai pesawat patroli dunia sudah didepan mata, bukan hanya itu, sebagai pesawat patroli, khususnya tipe MPA (Maritime Patrol Aircraft) dilengkapai dengan dengan radar untuk mendeteksi kapal-kapal di perairan, Selain itu, pesawat CN-235 versi militer tersebut juga bisa dilengkapi dengan persenjataan seperti torpedo anti kapal selam serta persenjataan lainnya.
Hebatnya lagi pesawat ini tidak hanya digunakan untuk misi patroli, diberbagai negara yang menggunakannya, CN-235 juga digunakan sebagai military transport bahkan pesawat angkut kehormatan.
baru-baru ini saja PT DI sedang mengerjakan pesawat CN-235 pesanan korea selatan sebayak empat buah, korea selatan termasuk negara yang memiliki pesawat ini dalam jumlah banyak. Bahkan pada Desember 2009 TNI AL diberitakan membeli tiga unit CN-235 MPA sebagai bagian dari rencana memiliki enam pesawat MPA sampai tahun 2014. Ini artinya kabar miring yang mengatakan bahwa salah satu pesawat kebanggan indonesia ini tidak diproduksi lagi adalah kabar bohong belaka.
lalu negara mana saja yang menggunakan pesawat legendaris ini? inilah daftarnya:
1. USA - Pesawat Penjaga pantai.
2. Arab Emirat - untuk AL Arab emirat.
3. Arab Saudi - Angkatan Udara (AU) Arab Saudi.
4. Perancis - AL perancis.
5. Spain /Spanyol - Angakatan Udara Spain.
6. Turky - AU dan AL Turki.
7. korea selatan - AU Korea.
8. Maroko - AU maroko.
9. Pakistan - AU Pakistan.
10. Panama - AU Panama.
11. Yordania - AU Yordania.
12. Irlandia - AU Irlandia.
13. Kolombia - AU Kolombia.
14. Chile - AD Chile.
15. Ecuador - AU Ekuador.
16. Papua New Guinea - AU Ekuador.
17. Botswana - Au Botswana.
18. Brunei - AU Brunei.
19. Gabon - AU Gabon.
20. Afrika Selatan - AU Afrika Selatan.
21. Malaysia - beli 8 CN-235 untuk TUDM.
CN 235 memang hebat! bagaimana menurutmu boi?
Subscribe to:
Posts (Atom)