(Indonesia dan Timor Leste, merajut masa depan yang lebih baik)
Sejarah tetaplah sejarah, bagimana pahitnya peristiwa
tersebut haruslah dipandang sebagai bagian dari jalan introfeksi dari kesalahan
yang mungkin diperbuat dimasa lampau. Sebagai sebuah negeri yang besar yang
menghargai kemerdekaan, negeri ini pernah tergelincir dari visinya saat melakukan
invasi dari sebuah negara yang kurang lebih baru memproklamirkan kemerdekaan
secara sepihak 18 hari sebelumnya.
Kenangan lama
dan harapan baru
Tahun 1975 beribu-ribu pasukan penerjun payung seperti
bintang gemintang di malam hari, diiringi suara rentetan senapan dari langit
meriam-meriam kapal perang menambah suasana kembang api menarikan tarian
kematian terbesar dan spektakuler selepas kampenye trikora dan dwikora berkobar.
Ratusan tank, panser, meriam dan mortir melaju seperti banjir tak terbendung,
menghujam tanah para liurai.
Indonesia tak punya pilihan, trauma akan kaum merah
yang telah padam baru beberapa tahun, kini percikan kecil telah siap membakar
seluruh tanah timor, kaum merah mulai bergerak dan hanya beberapa langkah
menuju kekuasaan. Jatuhnya tanah timor yang keramat itu ketangan kaum merah,
suatu keniscayaan akan berulang kembali memory kekhawatiran tak hanya bagi
indonesia namun juga bagi sahabat-sahabat lainnya.
Indonesia tak punya ambisi teritori, Timor leste akan
merdeka setelah mereka siap pada masanya, dan indonesia meluruskan janji itu.
Setelah puluhan tahun di asuh oleh negeri ini, negeri para satria itu sudah
mereguh manisnya kemerdekaan. Berjabat tangan dan berpeluk bersama untuk
membangun negeri impian yang lebih baik. Dan indonesia siap untuk menggandeng
kawan baru sudah bisa berjalan itu, tak seperti Ausie yang menjadi kawan dengan
imbalan menyapu bersih celah timor demi mencari tetesan emas hitam untuk
dirinya sendiri, kawan, indonesia tak pernah melakukan itu. (zee)
Foto-foto
Alutsista TNI semasa kampanye militer di Timor Leste.