Sunday, April 22, 2012

Insiden Karang Unarang, bukti kesigapan penerbang TNI AL.


(CN-235 MPA, Rajawali perairan Indonesia)

 Beberapa saat yang lalu saya membaca sebuah berita yang mengejutkan, lagi-lagi jiran Indonesia di utara berusaha untuk melintasi wilayah kedaulatan negeri ini secara ilegal. Kali ini “sohib” indonesia itu rupanya mulai mengubah modus operandinya, bukan hanya lewat jalan setapak di darat dan menggunakan kapal perang di laut perbatasan kedua negara.

Namun lebih jauh menggunakan pesawat patroli made in Indonesia pula, apa lagi jika bukan CN-235, beruntung penerbang TNI AL dengan sigap menghalau “penceroboh” gelap diatas langit karang Unarang itu.

 Penerbangan gelap disiang bolong.

Tak seperti berita intercept TNI AU pada insiden Bawean atau peristiwa black flight di atas Linud El-Tari, Kupang. Insiden Karang Unarang nampaknya kurang terekspose dengan baik. Mungkin karena peristiwa tersebut hanya sepintas lalu atau mungkin juga karena peristiwa tersebut bukan berupa “head to head” antara pesawat tempur TNI AU dengan pesawat musuh seperti dalam insiden sebelumnya. Namun sesungguhnya ada banyak poin penting yang tak bisa dilewatkan begitu saja.

(CN-235 TUDM, kabur setelah di bayangi pesawat patroli Indonesia)

Peristiwa yang bermula saat pesawat CN-235 TUDM bernomor lambung M44-05 mencoba memasuki wilayah udara indonesia di atas Karang Unarang, tak tanggung-tanggung baru terang tanah sekitar pukul 10.32 WITA. Pagi-pagi buta sudah berani menampakkan batang hidung diatas perairan NKRI. Beruntung pesawat patroli Angkatan laut indonesia yang dipiloti oleh Mayor Laut (P) Imam Safii yang sedang melakukan Operasi Tameng Hiu di wilayah Tarakan, -Perairan Ambalat dan sekitarnya-, langsung bergerak membayang-bayangi (shadowing) pesawat milik Malaysia dan selanjutnya melakukan pengusiran. Pada saat shadowing, NC-212-200 TNI AL dan CN-235 TUDM berjarak kurang dari 0,5 mil satu sama lain, pada ketinggian 500 kaki.

Rupanya terkejut dengan kesigapan penerbang patrioli kita, CN-235 TUDM putar haluan dan langsung pulang kandang. diperairan kapal perang Indonesia KRI Layang tak kalah gesitnya menghalau dua buah Coast Guard TLDM yakni kapal perang kelas Baung yang dibantu oleh kapal Pintar – 5194. Insiden Karang Unarang memberikan pelajaran penting betapa tak mudahnya mengawal perairan dan wilayah udara NKRI yang luas ini. Angkat topi dan jempol setinggi-tingginya bagi penerbang dan armada laut TNI AL yang sigap selalu menjalan tugas yang tak mudah tersebut.

(CN-212 bernomor lambung P851, pahlawan Indonesia diatas Karang Unarang)

Dilain pihak keberhasilan menghalau CN-235 TUDM menyisakan banyak penafsiran tersendiri, bagimana tidak, CN-235 merupakan anak kandung dari PT. Dirgantara Indonesia, wajar saja inilah membuat sebagian orang menyatakan peristiwa tersebut lebih dari sekedar pencerobohan wilayah namun juga sebuah upaya perang psikologis yang dalam.

Tak ada negara pengguna CN-235 yang meragukan kemampuan pesawat militer berbaling-baling dua tersebut, tak hanya jago dalam aksi mengangkut logistik dan pasukan namun juga mumpuni dalam tugas patroli. Bayangkan saja jika saat itu CN-235 TUDM bertipe Gun Ship, jelas sekali bisa jadi masalah tersendiri bagi penerbang Angkatan laut bila tak mengantisipasi hal tersebut, jangan sampai anak kandung PT. Dirgantara Indonesia itu menjelma menjadi senjata yang memakan “ibu” nya sendiri.

Perbanyak armada & perkuat senjata.

Banyak negara maritim mendambakan mempunyai pesawat patroli marim yang tangguh, tak terkecuali Indonesia yang telah melahirkan berbagai varian pesawat dan helikopter. Kemampuan pesawat–pesawat buatan anak negeri tersebut memang jempolan, tak heran banyak negera-negara di dunia tertarik menggunakan indonesia tersebut tak terkecuali negara maju seperti Turki, Pakistan dan Korea Selatan yang mengandalkan CN-235 untuk tugas patroli laut. Pun demikian dengan tetangga Indonesia macam Malaysia menggunakan pesawat buatan PT DI ini.

(Nomad, armada patroli lawas yang besar jasanya bagi negara, sebentar lagi memasuki masa pensiun)

Insiden diatas Karang Unarang sesungguhnya membuat kita menarik pelajaran berharga bahwa tak ada ada alasan bagi negara dengan garis pantai terpanjang di dunia ini tak memiliki jumlah kualitas penerbang yang berkelas dan kuantitas pesawat patroli yang mumpuni. Beberapa puluh tahun yang lalu pesawat patroli kita sempat ditumpukan pada pesawat Nomad, di tahun ini dan mendatang pesawat-pesawat patroli kita akan ditambah seiring naiknya anggaran pertahanan Indonesia, jenisnya adalah CN-235 MPA beserta CN-212 200/400 MPA. Sebuah berita gembira tentunya bagi kebangkitan penerbang angkatan laut Indonesia, sebab Nomad pesawat lawas yang telah berjasa besar tersebut akan memasuki masa pensiun.

Pada sisi lain insiden diatas karang Unarang mau tak mau juga membuka kenyataan bahwa hampir semua armada pesawat bersayap tegak milik angkatan laut indonesia ini belum dipersenjatai sepenuhnya. Dalam hikayat Indonesia pernah memiliki pesawat berbaling-baling tunggal, Ganet sebagai tulang punggung anti kapal selam selain Helikopter Westland Wasp.

(Gannet, pesawat AKS, andalan Angkatan Laut Indonesia dimasa lampau)

Maka sesungguhnya tak ada keharaman jika keseluruhan pesawat penerbang Angkatan laut disulap full armament made in dalam negeri. Sejauh saya ketahui dikalangan Angkatan laut baru helikopter NBO-105 saja yang dipersenjatai, padahal tugas patroli yang diemban oleh penerbang angkatan laut mau tak mau akan berhadapan langsung dengan bahaya yang mengancam.

Memang benar tugas patroli oleh penerbang TNI AL bukan sebagai penempur sebagaimana yang menjadi tugas dari pesawat-pesawat TNI AU, -tanpa mengurangi hormat saya pada TNI AU yang begitu saya banggakan,- namun dengan mempersenjatai pesawat-pesawat milik Angkatan Laut khususnya jenis CN-212 dan CN-235 jelas akan menambah wibawa, percaya diri dan kesigapan dalam upaya melindungi diri dari hal-hal yang tak terduga seperti insiden diatas Karang Unarang beberapa saat yang lalu.

Pesawat jenis CN-212 yang lisensinya hanya diberi pada PT. DI misalnya, dapat diubah menjadi tipe gun ship. Dua cantelan yang berada kedua buah wing pesawat dapat ditenggerkan beberapa jenis senjata misalnya, 7.62 mm double machine guns, 12.7 mm machine guns, 20mm cannons, 2.75 in. rocket launchers (LAU-3A,LAU-32), bombs up to 250 kg each, light missiles ('Sea Skua'), Smart torpedoes (MK-46.'Sting-Ray').


(Pesawat patroli kebanggan bangsa yang mendunia, Bravo bagi penerbang TNI AL)

Apakah mempersenjatai keseluruhan armada TNI AL itu cuma mimpi? Tentu saja tidak! Kita memiliki PT Pindad yang mampu memasok persenjataan bagi pesawat-pesawat tersebut. Memang tak semua dapat ditenggerkan, paling tidak pesawat-pesawat tersebut mampu membawa armament misalnya 7.62 mm double machine guns, 12.7 mm machine guns, 20mm cannons yang telah lama dibuat oleh PT. Pindad, bisa juga menggunakan rudal FFAR racikan PT. Dirgantara Indonesia, tak sulit bukan.

Lebih jauh hal ini akan semakin mengeratkan serta mensinergikan perusahaan pertahanan dalam negeri. Sehingga tak hanya membuka peluang kerja namun juga mengoptimalkan pertahanan dengan berdiri diatas kaki sendiri. Yang menjadi perkerjaan rumah kemudian adalah apakah ada keinginan bagi TNI sebagai User untuk menggunakannya? Dan sejauh mana peihak-pihak berwenang khususnya Pemerintah dan DPR mau meluruskannya.

Ada pepatah lama yang di ucapkan oleh jenderal Charles Gaule seorang perwira Prancis yang cemerlang semasa PD II, ia mengatakan bahwa lebih mudah merebut benteng walau setangguh apapun tempat itu dari pada merubah pemikiran jendral-jendral kolot yang tak mampu melihat perubahan dunia. Semoga ini bisa menjadi renungan kita bersama. (Zee)

No comments:

Post a Comment