(Insiden Yeonpyeong, sebuah pelajaran berharga bagi Indonesia)
Bermula kisah saat saya menyaksikan manuver tentara
Korea utara dilayar kaca, hati saya terenyuh melihat bombardir besar-besaran
tanpa ampun perbatasan terluar di pulau Yeonpyeong milik korea Selatan.
Kabarnya Korea Utara tersinggung dengan latihan bersama yang dilakukan oleh
Korea Selatan dan Amerika Serikat. Parahnya lagi beberapa saat yang lalu negeri
komunis itu juga sempat menenggelamkan kapal angkatan laut korea selatan yang
sejujurnya masih “serumpun” dengannya
Provokasi korea utara boleh jadi merupakan sikap yang
menunjukan pada rivalnya bahwa mereka tak segan-segan untuk melakukan yang sama
kapanpun dan dimanapun. Namun angkat topi bagi Korea Selatan yang masih mampu
membalas provokasi bar-bar tersebut dengan cara elegan, membalas salam dengan
mengirim pula proyektil MBT kesayangannya, sehingga mau tak mau korea utara
menghentikan provokasi yang tak senonoh itu.
Dalam hati saya bertanya, adakah artinya insiden
berdarah ini bagi bangsa Indonesia?
Jangan
Sepelekan Isu Perbatasan Kaltara-Sabah!
Tak perlu menunggu 30 hingga 50 tahun sebuah
peristiwa dapat dijadikan patokan sejarah. Insiden bombardir pulau Yeonpyeong
seharusnya menempatkan bangsa ini bercermin, bahwa untuk memulai sebuah
provokasi berdarah Korea utara tak perlu meminta izin pada dunia. Tengok pula
saat Jepang tak perlu menyatakan diri berperang saat menyerang pangkalan
Angkatan Laut Amerika di Hawai, pun demikian ketika pasukan Jerman melintas lebih
dalam ke wilayah Polandia yang menjadi awal petaka perang dunia ke dua.
(Sukhoi Indonesia, tak sabar rasanya melihat lebih banyak lagi membelah langit Nusantara)
Sejarah diatas seharusnya membuat kita lebih mawas
diri dan dewasa saat bersikap dalam lingkungan hidup bertetangga. Kita tak pernah
meminta untuk berperang, namun sebuah pepatah lama mengatakan bahwa untuk
mendambakan hidup damai kita mau tak mau harus bersiap jika perang terjadi, itu
bukan sekedar slogan namun sebuah peringatan yang memang dalam maknanya.
Sebuah kenyataan yang dihadapi dalam kehidupan
bertetangga memang tak selalu mulus, apa lagi jika pernah di bayang-bayangi
dengan sejarah suram dimasa terdahulu. Khususnya mengenai jiran Indonesia di
utara kalimantan tersebut, sejarah konfrontasi bagi negeri serumpun indonesia
itu merupakan bagian penting yang membentuk sejarah sebuah bangsa dan turut
pula mempengaruhi kebijakan politik, budaya, ekonomi bahkan militernya. Ibarat
kata bila Indonesia menempatkan satu tentara, sebisa mungkin mereka
mengimbanginya bahkan menempatkan dua sekaligus. Phobia semasa konfrontasi
ternyata memang masih membekas dalam ingatan mereka.
Saya orang utara sedikit banyaknya paham bagaimana
mana cara pikir jiran serumpun tersebut. Saat isu persiapan pembelian MBT Leopard
menggema diberbagai media, -saya yakin akan segera mendapat reaksi dari dari
jiran Indonesia di utara itu,- benar saja ATM (Angkatan Tentera Malaysia) sudah
mulai menggosok-gosok laras meriam MBT PT-91 yang bersarang di Kamp Gemas. Begitu
tengah marak-maraknya Leopard terganjal oleh sikap picik sebagaian elit politik
kita –bahkan mengatakan PT-91 tak akan dipindahkan dari sarangnya di
semenanjung untuk menghadapi Leopard Singapura dan Patton Thailand-, diam tapi
pasti mereka sudah memindahkan sebagian MBT ke daratan kalimantan, sampai
akhirnya tiba-tiba nongol dalam berita Tank-tank kelas berat itu sudah ada
diperbatasan.
(Siap bertugas diperbatasan)
Bukan hanya itu dalam waktu yang bersamaan dengan
kunjungan Menhan, Pak Purnomo ke Jerman dan Belanda untuk melobi pembelian
Leoprad yang terseok-seok oleh sikap politisi kita, Malaysia membeli 18 mobil
peluncur roket Astross di sabah, tepat diperbatasan dua negara. Apa artinya
daratan sepanjang perbatasan itu dibandingkan dengan laras meriam modern dan
peluncur roket mutakhir? masihkah politisi kita tak mampu melihat itu?
Inilah yang saya katakan bahwa para elit politik dan
sebagian LSM membuat Indonesia tengah berjudi, dan yang dipertaruhkan tak
main-main yaitu harga diri bangsa. Mengapa? karena isu leopard dan juga Sukhoi
merupakan simbol harga diri dan kehormatan bangsa ini. isu ini tidak main-main
bila gagal karena sikap picik sebagian elit politik kita, bisa-bisa Indonesia
masuk dalam jajaran negara NATO (Not Actions Talk Only). Jangan sampai hal itu
terjadi karena segelintir orang yang sudah gelap mata di pentas politik negeri
ini.
Jangan tunda kedatangan MBT di Perbatasan!
Kita perlu MBT sebagai bagian dari kesetaraan
pertahanan. Dengan militer dan ekonomi kuat Indonesia akan disegani. Saya tak
perlu panjang lebar mengenai hal tersebut karena kita semua sebenarnya sudah tau
betul fungsi MBT sebagai bagian dari pertahanan untuk menciptakan efek deteran
bagi bangsa ini.
Saya tak ingin terlalu berandai-andai, hanya yang
patut saya ingatkan bahwa apa yang terjadi pada pulau Yeonpyeong
mungkin akan terulang diperbatasan kita bila bangsa ini tak segera menyikapinya
dengan tepat. Karena itu Jangan lagi ada pihak yang berusaha menunda-nunda
kedatangan MBT Leopard, Anti tank, peluncur roket, helikopter Super Cobra dan
apapun itu yang menjadi bagian dari modernisasi milier kita diperbatasan. Jangan
main-main dengan isu perbatasan sekecil apapun itu pasti akan mengundang aksi
dan reaksi.
No comments:
Post a Comment