Sunday, April 29, 2012

Insiden Pulau Yeonpyeong, adakah artinya bagi Indonesia?

(Insiden Yeonpyeong, sebuah pelajaran berharga bagi Indonesia)

Bermula kisah saat saya menyaksikan manuver tentara Korea utara dilayar kaca, hati saya terenyuh melihat bombardir besar-besaran tanpa ampun perbatasan terluar di pulau Yeonpyeong milik korea Selatan. Kabarnya Korea Utara tersinggung dengan latihan bersama yang dilakukan oleh Korea Selatan dan Amerika Serikat. Parahnya lagi beberapa saat yang lalu negeri komunis itu juga sempat menenggelamkan kapal angkatan laut korea selatan yang sejujurnya masih “serumpun” dengannya

Provokasi korea utara boleh jadi merupakan sikap yang menunjukan pada rivalnya bahwa mereka tak segan-segan untuk melakukan yang sama kapanpun dan dimanapun. Namun angkat topi bagi Korea Selatan yang masih mampu membalas provokasi bar-bar tersebut dengan cara elegan, membalas salam dengan mengirim pula proyektil MBT kesayangannya, sehingga mau tak mau korea utara menghentikan provokasi yang tak senonoh itu.

Dalam hati saya bertanya, adakah artinya insiden berdarah ini bagi bangsa Indonesia?

Jangan Sepelekan Isu Perbatasan Kaltara-Sabah!  

Tak perlu menunggu 30 hingga 50 tahun sebuah peristiwa dapat dijadikan patokan sejarah. Insiden bombardir pulau Yeonpyeong seharusnya menempatkan bangsa ini bercermin, bahwa untuk memulai sebuah provokasi berdarah Korea utara tak perlu meminta izin pada dunia. Tengok pula saat Jepang tak perlu menyatakan diri berperang saat menyerang pangkalan Angkatan Laut Amerika di Hawai, pun demikian ketika pasukan Jerman melintas lebih dalam ke wilayah Polandia yang menjadi awal petaka perang dunia ke dua. 

(Sukhoi Indonesia, tak sabar rasanya melihat lebih banyak lagi membelah langit Nusantara)

Sejarah diatas seharusnya membuat kita lebih mawas diri dan dewasa saat bersikap dalam lingkungan hidup bertetangga. Kita tak pernah meminta untuk berperang, namun sebuah pepatah lama mengatakan bahwa untuk mendambakan hidup damai kita mau tak mau harus bersiap jika perang terjadi, itu bukan sekedar slogan namun sebuah peringatan yang memang dalam maknanya.

Sebuah kenyataan yang dihadapi dalam kehidupan bertetangga memang tak selalu mulus, apa lagi jika pernah di bayang-bayangi dengan sejarah suram dimasa terdahulu. Khususnya mengenai jiran Indonesia di utara kalimantan tersebut, sejarah konfrontasi bagi negeri serumpun indonesia itu merupakan bagian penting yang membentuk sejarah sebuah bangsa dan turut pula mempengaruhi kebijakan politik, budaya, ekonomi bahkan militernya. Ibarat kata bila Indonesia menempatkan satu tentara, sebisa mungkin mereka mengimbanginya bahkan menempatkan dua sekaligus. Phobia semasa konfrontasi ternyata memang masih membekas dalam ingatan mereka.

Saya orang utara sedikit banyaknya paham bagaimana mana cara pikir jiran serumpun tersebut. Saat isu persiapan pembelian MBT Leopard menggema diberbagai media, -saya yakin akan segera mendapat reaksi dari dari jiran Indonesia di utara itu,- benar saja ATM (Angkatan Tentera Malaysia) sudah mulai menggosok-gosok laras meriam MBT PT-91 yang bersarang di Kamp Gemas. Begitu tengah marak-maraknya Leopard terganjal oleh sikap picik sebagaian elit politik kita –bahkan mengatakan PT-91 tak akan dipindahkan dari sarangnya di semenanjung untuk menghadapi Leopard Singapura dan Patton Thailand-, diam tapi pasti mereka sudah memindahkan sebagian MBT ke daratan kalimantan, sampai akhirnya tiba-tiba nongol dalam berita Tank-tank kelas berat itu sudah ada diperbatasan. 

(Siap bertugas diperbatasan)

Bukan hanya itu dalam waktu yang bersamaan dengan kunjungan Menhan, Pak Purnomo ke Jerman dan Belanda untuk melobi pembelian Leoprad yang terseok-seok oleh sikap politisi kita, Malaysia membeli 18 mobil peluncur roket Astross di sabah, tepat diperbatasan dua negara. Apa artinya daratan sepanjang perbatasan itu dibandingkan dengan laras meriam modern dan peluncur roket mutakhir? masihkah politisi kita tak mampu melihat itu?

Inilah yang saya katakan bahwa para elit politik dan sebagian LSM membuat Indonesia tengah berjudi, dan yang dipertaruhkan tak main-main yaitu harga diri bangsa. Mengapa? karena isu leopard dan juga Sukhoi merupakan simbol harga diri dan kehormatan bangsa ini. isu ini tidak main-main bila gagal karena sikap picik sebagian elit politik kita, bisa-bisa Indonesia masuk dalam jajaran negara NATO (Not Actions Talk Only). Jangan sampai hal itu terjadi karena segelintir orang yang sudah gelap mata di pentas politik negeri ini.

Jangan tunda kedatangan MBT di Perbatasan!

Kita perlu MBT sebagai bagian dari kesetaraan pertahanan. Dengan militer dan ekonomi kuat Indonesia akan disegani. Saya tak perlu panjang lebar mengenai hal tersebut karena kita semua sebenarnya sudah tau betul fungsi MBT sebagai bagian dari pertahanan untuk menciptakan efek deteran bagi bangsa ini.

Saya tak ingin terlalu berandai-andai, hanya yang patut saya ingatkan bahwa apa yang terjadi pada pulau Yeonpyeong mungkin akan terulang diperbatasan kita bila bangsa ini tak segera menyikapinya dengan tepat. Karena itu Jangan lagi ada pihak yang berusaha menunda-nunda kedatangan MBT Leopard, Anti tank, peluncur roket, helikopter Super Cobra dan apapun itu yang menjadi bagian dari modernisasi milier kita diperbatasan. Jangan main-main dengan isu perbatasan sekecil apapun itu pasti akan mengundang aksi dan reaksi.

Sunday, April 22, 2012

Insiden Karang Unarang, bukti kesigapan penerbang TNI AL.


(CN-235 MPA, Rajawali perairan Indonesia)

 Beberapa saat yang lalu saya membaca sebuah berita yang mengejutkan, lagi-lagi jiran Indonesia di utara berusaha untuk melintasi wilayah kedaulatan negeri ini secara ilegal. Kali ini “sohib” indonesia itu rupanya mulai mengubah modus operandinya, bukan hanya lewat jalan setapak di darat dan menggunakan kapal perang di laut perbatasan kedua negara.

Namun lebih jauh menggunakan pesawat patroli made in Indonesia pula, apa lagi jika bukan CN-235, beruntung penerbang TNI AL dengan sigap menghalau “penceroboh” gelap diatas langit karang Unarang itu.

 Penerbangan gelap disiang bolong.

Tak seperti berita intercept TNI AU pada insiden Bawean atau peristiwa black flight di atas Linud El-Tari, Kupang. Insiden Karang Unarang nampaknya kurang terekspose dengan baik. Mungkin karena peristiwa tersebut hanya sepintas lalu atau mungkin juga karena peristiwa tersebut bukan berupa “head to head” antara pesawat tempur TNI AU dengan pesawat musuh seperti dalam insiden sebelumnya. Namun sesungguhnya ada banyak poin penting yang tak bisa dilewatkan begitu saja.

(CN-235 TUDM, kabur setelah di bayangi pesawat patroli Indonesia)

Peristiwa yang bermula saat pesawat CN-235 TUDM bernomor lambung M44-05 mencoba memasuki wilayah udara indonesia di atas Karang Unarang, tak tanggung-tanggung baru terang tanah sekitar pukul 10.32 WITA. Pagi-pagi buta sudah berani menampakkan batang hidung diatas perairan NKRI. Beruntung pesawat patroli Angkatan laut indonesia yang dipiloti oleh Mayor Laut (P) Imam Safii yang sedang melakukan Operasi Tameng Hiu di wilayah Tarakan, -Perairan Ambalat dan sekitarnya-, langsung bergerak membayang-bayangi (shadowing) pesawat milik Malaysia dan selanjutnya melakukan pengusiran. Pada saat shadowing, NC-212-200 TNI AL dan CN-235 TUDM berjarak kurang dari 0,5 mil satu sama lain, pada ketinggian 500 kaki.

Rupanya terkejut dengan kesigapan penerbang patrioli kita, CN-235 TUDM putar haluan dan langsung pulang kandang. diperairan kapal perang Indonesia KRI Layang tak kalah gesitnya menghalau dua buah Coast Guard TLDM yakni kapal perang kelas Baung yang dibantu oleh kapal Pintar – 5194. Insiden Karang Unarang memberikan pelajaran penting betapa tak mudahnya mengawal perairan dan wilayah udara NKRI yang luas ini. Angkat topi dan jempol setinggi-tingginya bagi penerbang dan armada laut TNI AL yang sigap selalu menjalan tugas yang tak mudah tersebut.

(CN-212 bernomor lambung P851, pahlawan Indonesia diatas Karang Unarang)

Dilain pihak keberhasilan menghalau CN-235 TUDM menyisakan banyak penafsiran tersendiri, bagimana tidak, CN-235 merupakan anak kandung dari PT. Dirgantara Indonesia, wajar saja inilah membuat sebagian orang menyatakan peristiwa tersebut lebih dari sekedar pencerobohan wilayah namun juga sebuah upaya perang psikologis yang dalam.

Tak ada negara pengguna CN-235 yang meragukan kemampuan pesawat militer berbaling-baling dua tersebut, tak hanya jago dalam aksi mengangkut logistik dan pasukan namun juga mumpuni dalam tugas patroli. Bayangkan saja jika saat itu CN-235 TUDM bertipe Gun Ship, jelas sekali bisa jadi masalah tersendiri bagi penerbang Angkatan laut bila tak mengantisipasi hal tersebut, jangan sampai anak kandung PT. Dirgantara Indonesia itu menjelma menjadi senjata yang memakan “ibu” nya sendiri.

Perbanyak armada & perkuat senjata.

Banyak negara maritim mendambakan mempunyai pesawat patroli marim yang tangguh, tak terkecuali Indonesia yang telah melahirkan berbagai varian pesawat dan helikopter. Kemampuan pesawat–pesawat buatan anak negeri tersebut memang jempolan, tak heran banyak negera-negara di dunia tertarik menggunakan indonesia tersebut tak terkecuali negara maju seperti Turki, Pakistan dan Korea Selatan yang mengandalkan CN-235 untuk tugas patroli laut. Pun demikian dengan tetangga Indonesia macam Malaysia menggunakan pesawat buatan PT DI ini.

(Nomad, armada patroli lawas yang besar jasanya bagi negara, sebentar lagi memasuki masa pensiun)

Insiden diatas Karang Unarang sesungguhnya membuat kita menarik pelajaran berharga bahwa tak ada ada alasan bagi negara dengan garis pantai terpanjang di dunia ini tak memiliki jumlah kualitas penerbang yang berkelas dan kuantitas pesawat patroli yang mumpuni. Beberapa puluh tahun yang lalu pesawat patroli kita sempat ditumpukan pada pesawat Nomad, di tahun ini dan mendatang pesawat-pesawat patroli kita akan ditambah seiring naiknya anggaran pertahanan Indonesia, jenisnya adalah CN-235 MPA beserta CN-212 200/400 MPA. Sebuah berita gembira tentunya bagi kebangkitan penerbang angkatan laut Indonesia, sebab Nomad pesawat lawas yang telah berjasa besar tersebut akan memasuki masa pensiun.

Pada sisi lain insiden diatas karang Unarang mau tak mau juga membuka kenyataan bahwa hampir semua armada pesawat bersayap tegak milik angkatan laut indonesia ini belum dipersenjatai sepenuhnya. Dalam hikayat Indonesia pernah memiliki pesawat berbaling-baling tunggal, Ganet sebagai tulang punggung anti kapal selam selain Helikopter Westland Wasp.

(Gannet, pesawat AKS, andalan Angkatan Laut Indonesia dimasa lampau)

Maka sesungguhnya tak ada keharaman jika keseluruhan pesawat penerbang Angkatan laut disulap full armament made in dalam negeri. Sejauh saya ketahui dikalangan Angkatan laut baru helikopter NBO-105 saja yang dipersenjatai, padahal tugas patroli yang diemban oleh penerbang angkatan laut mau tak mau akan berhadapan langsung dengan bahaya yang mengancam.

Memang benar tugas patroli oleh penerbang TNI AL bukan sebagai penempur sebagaimana yang menjadi tugas dari pesawat-pesawat TNI AU, -tanpa mengurangi hormat saya pada TNI AU yang begitu saya banggakan,- namun dengan mempersenjatai pesawat-pesawat milik Angkatan Laut khususnya jenis CN-212 dan CN-235 jelas akan menambah wibawa, percaya diri dan kesigapan dalam upaya melindungi diri dari hal-hal yang tak terduga seperti insiden diatas Karang Unarang beberapa saat yang lalu.

Pesawat jenis CN-212 yang lisensinya hanya diberi pada PT. DI misalnya, dapat diubah menjadi tipe gun ship. Dua cantelan yang berada kedua buah wing pesawat dapat ditenggerkan beberapa jenis senjata misalnya, 7.62 mm double machine guns, 12.7 mm machine guns, 20mm cannons, 2.75 in. rocket launchers (LAU-3A,LAU-32), bombs up to 250 kg each, light missiles ('Sea Skua'), Smart torpedoes (MK-46.'Sting-Ray').


(Pesawat patroli kebanggan bangsa yang mendunia, Bravo bagi penerbang TNI AL)

Apakah mempersenjatai keseluruhan armada TNI AL itu cuma mimpi? Tentu saja tidak! Kita memiliki PT Pindad yang mampu memasok persenjataan bagi pesawat-pesawat tersebut. Memang tak semua dapat ditenggerkan, paling tidak pesawat-pesawat tersebut mampu membawa armament misalnya 7.62 mm double machine guns, 12.7 mm machine guns, 20mm cannons yang telah lama dibuat oleh PT. Pindad, bisa juga menggunakan rudal FFAR racikan PT. Dirgantara Indonesia, tak sulit bukan.

Lebih jauh hal ini akan semakin mengeratkan serta mensinergikan perusahaan pertahanan dalam negeri. Sehingga tak hanya membuka peluang kerja namun juga mengoptimalkan pertahanan dengan berdiri diatas kaki sendiri. Yang menjadi perkerjaan rumah kemudian adalah apakah ada keinginan bagi TNI sebagai User untuk menggunakannya? Dan sejauh mana peihak-pihak berwenang khususnya Pemerintah dan DPR mau meluruskannya.

Ada pepatah lama yang di ucapkan oleh jenderal Charles Gaule seorang perwira Prancis yang cemerlang semasa PD II, ia mengatakan bahwa lebih mudah merebut benteng walau setangguh apapun tempat itu dari pada merubah pemikiran jendral-jendral kolot yang tak mampu melihat perubahan dunia. Semoga ini bisa menjadi renungan kita bersama. (Zee)

Saturday, April 14, 2012

AKSI PENYUSUPAN INTELEJAN REPUBLIK INDONESIA DI BULUNGAN

(Ir. PM. Noor, salah seorang penggagas aksi terjun payung di kalimantan)

Tidak banyak yang mengetahui bahwa pada bulan oktober 1947, terjadi peristiwa penting yang turut pula mewarnai sejarah Kesultanan Bulungan, yaitu aksi yang sangat berani yang dilakukan oleh Tentara Republik Indonesia menembus blocakade pemerintah Colonial Belanda dan menyusupkan intelejennya bahkan hingga masuk ke jantung Kesultanan Bulungan, Tanjung Selor.

Kondisi politik di Kalimantan yang tidak jelas akibat minimnya informasi yang diperoleh akhirnya membuat Republik Indonesia segera berekasi untuk melakukan aksi spionase berupa penyusupan atau infiltrasi tentara melalui operasi terjun payung ke pedalaman dan operasi menembus blokade Belanda di Kalimantan timur bagian utara, penggagas utama dari operasi penerjunan payung pertama R.I. kepedalaman Kalimantan ini adalah Ir. P.M. Noor, Gubernur pertama kalimantan.

Beliau menulis surat kepada Kepala Staff Angkatan Udara (KASAU) Republik Indonesia Suryadharma, berupa permohonan menindak lanjuti rencana yang sudah di bicarakan pada saat keduanya secara tidak sengaja berada dalam satu kereta api yang sama untuk menuju ke Jakarta pada saat itu. Isi surat yang di kirim oleh Ir. P.M. Noor kepada Suryadharma sebagai berikut:

(Dakota Sky Train, banyak jasanya untuk bangsa dan negara)

“…Untuk usaha-usaha merebut Kalimantan menjadi daerah Republik Indonesia, maka disamping usaha-usaha lain yang kini di jalankan, maka dipandang perlu memulai pasukan payung, mengirim pemuda-pemuda yang berasal kalimantan ke kalimantan”.

Dalam waktu singkat Gubernur Kalimantan menerima jawaban dari Kepala Staff Angkatan Udara Republik Indonesia Suryadharma. Akhirnya diambil keputusan untuk sesegera mungkin membentuk suatu Staff Khusus untuk pasukan Payung Republik Indonesia yang taktis di bawah Komando Panglima Angkatan Udara, peralatan disediakan olah Angkatan Darat dan Gubernur Kalimantan.

Sebagai catatan, sebelum menjabat sebagai KASAU, pada masa mudanya, Suryadaharma pernah ditugaskan dalam sebuah Operasi Militer di Borneo Timur waktu itu beliau masih menjabat sebagai perwira pengamat (observer) diatas pesawat yang dipiloti J. H. Lukkien pada saat Tarakan diduduki tentara Jepang Tahun 1942, itulah nampaknya membuat Suryadharma cukup mengenal Borneo Timur sehingga operasi penerjunan pasukan payung di belantara Kalimantan Tengah dan penyusupan pasukan keperbatasan Kalimantan Timur Bagian utara dapat dilaksanakan.

Akhirnya ditunjuklah sebagai pelatih Opsir Udara I Sudjono dan dibantu beberapa rekannya antara lain Mayor Udara Siswadi dan Kopral Udara Mat Yasir. peserta yang ikut dalam persiapan penerjunan ini berjumlah 72 orang, 60 orang berasal dari seluruh Kalimantan dan sisanya 12 orang berasal dari Jawa, Madura dan Sulawesi. Semuanya berasal dari kesatuan MN (MUHAMMAD NOOR)1001.

(Bettle Proven, tahan dalam segala jenis medan)

Pada hari Sabtu tanggal 18 Oktober 1947, sebuah pesawat Dakota C-47 Skytrain RI-002 yang memuat rombongan pejuang Republik Indonesia melakukan misi menembus Blokade Belanda dan memasuki Kalimantan Timur bagian Utara. Pesawat ini berangkat dari Lapangan Udara Meguwo (sekarang Adisucipto) Jogjakarta dan dikemudikan oleh seorang Kapten pilot berkebangsaan Amerika yang menaruh simpati pada perjuangan bangsa indonesia pada saat itu, pilot tersebut bernama Robert Bob Earl Freeberg, sedang yang bertindak sebagai Co pilotnya adalah Opsir Muda Udara III Makmur Suhondo, sebagai mantan penerbang pesawat pengebom privateer-Versi AL-AS B 24 Liberator pada perang dunia ke-II, bukan hal yang sulit bagi Bob untuk menembus blokade Belanda, bahkan sehari sebelumnya tanggal 17 Oktober 1947, Bob juga berhasil menerjunkan pasukan pertama Republik Indonesia ke pedalaman Kalimantan Tengah.

Pada pukul 07.30 pesawatpun tiba di Labuan, British North Borneo (Kalimantan Utara wilayah Kekuasan Inggris) untuk refuelling (pengisian bahan bakar), setelah itu pesawat melanjutkan penerbangan ke Manila dan mendarat di Bandar Udara Makati Rizal, Manila pada pukul 14.30 waktu setempat. Karena pada waktu itu Indonesia dan Filipina belum memiliki hubungan diplomatik, dan rombongan juga tidak memiliki Entry Visa, maka mereka akhirnya di tahan di immigration Camp Grace Park, Rizal Extention, Manila selama 4 hari 3 malam. Setelah pengurusan visa dianggap selesai, rombonganpun akhirnya meninggalkan immigration Camp Grace Park dan kemudian menempati rumah yang telah disiapkan oleh Moeharto dalam perjalanan yang pertama ke Manila di 3, Cuneta Rizal City, Pasay, Manila dan di 1499 F.B. Harrison Street.

Secara keseluruhan rombongan ini berjumlah 12 orang yang di pimpin oleh Moeharto dengan anggota Soeharnoko Harbani, Soenaryo, Bambang Saptoadji, Boedihardjo, Moelyono, Soetardjo Sigit, Brenthel Soesilo, Marjunani, Soedarsono, Dhomber, Moelyono Adikusuma, Ir. Dalam operasi ini, Dhomber yang merupakan putra asli kalimantan dari kesatuan M.N. 1001 yang pada saat itu dibawah komando Mayor Tjilik Riwut, di tugaskan secara khusus memandu rombongan untuk memasuki wilayah Kalimantan Timur yang di kuasai oleh NICA dan membangun jaringan mata-mata sekaligus mengorganisasikan gerakan gerilyawan di kalimantan.

(RI, 002, syimbol keberanian para penerjun payung Indonesia)

Khususnya di Kalimantan Timur, wilayah kesultanan Bulungan yang berbatasan langsung dengan Sabah (British North Borneo) dan dengan Filipina selatan, sekitar Kepulauan Sulu dan Mindanao memang sangat strategis, terbukti kawasan ini pernah digunakan oleh Sekutu untuk membangun jaringan mata-mata sebagai persiapan untuk merebut pulau Tarakan dari tentara Jepang sekitar tahun 1943 yaitu dalam Operasi Pyiton dan Operasi Squirrel pada bulan April tahun 1944.

Setelah seluruh persiapan dianggap beres, maka dengan menumpang kapal milik perusahaan De La Rama Shipping Company, MV Northen hawker, Dhomber bersama Moelyono Adikusuma berlayar menuju Kalimantan Timur yang pada saat itu diduduki oleh NICA termasuk didalamnya Kesultanan Bulungan. Route perjalanan yang dilalui, dari Manila menuju Cebu City terus menuju Bais Dumaguete (Negros Occ) dilanjutkan ke Zamboanga lalu menuju Cotabato dan dilanjutkan ke Jolo.

Dari Jolo City dengan menyewa perahu pelayaran dilanjutkan menuju Pulau Tawi-Tawi, terus ke Ungus Matata, Tandubas Island, dengan melewati Bonggao, Tambisan, Samporna, Lahad Dato, terus menuju Tarakan lalu ke Tanjung Selor (Bulungan). Tanggal 30 Nopember 1947, rombongan tiba di Tanjung Selor-Bulungan. Pada saat itu sedang diadakan perayaan Birau yang dilaksanakan oleh sultan Bulungan yang ke-10, Sultan Djalaluddin.

(keberanian yang layak untuk dikenang)

Rupanya nasib mereka sedang mujur, karena kesibukan menyambut perayaan, maka kedatangan mereka tidak mendapat perhatian dinas intel NICA. Dalam berkomonikasi Dhomber selalu menggunakan bahasa Solog (Sulu) dan berpura-pura tidak bisa menguasai bahasa Melayu, selain itu Dhomber juga merubah namanya Jose Sabtall bin Moehamad Djamil. Siasat ini ternyata berhasil mengelabui dinas Intelejen NICA, hal itu terbukti pada saat mereka mengurus surat jalan untuk melanjutkan perjalanan menuju Derawan, polisi NICA tanpa curiga memberikanya. Setatus sebagai orang Filipina menyebabkan mereka dengan leluasa membuka jaringan pos penghubung di Tawao, dan berhasil mengadakan kontak dengan para pejuang Indonesia yang berada di Filipina, Labuan, Singapura, Nunukan, Tarakan, Balikpapan. Sekaligus merintis kontak dengan para pejuang dikalimantan Selatan dan Dayak Besar.

Selain itu mereka juga mengumpulkan data-data yang dianggap penting diantaranya tentang kesiap siagaan tentara KNIL, pemerintah daerah NICA, serta instansi NICA lainnya, termasuk situasi Politik, Sosial, dan Budaya.

Aktivitas Intelejen pejuang Indonesia di Kalimantan Timur, Khususnya di wilayah Kesultanan Bulungan dalam Operasi Aksi Kalimantan pada tahun 1947 ini, terekam dalam surat yang di Tulis oleh Dhomber kepada S. Iduary yang di tujukan kepada kepada Komandan Pasukan M.N. 1001 Mobiele Brigade Markas Besar Tentara di Jogjakarta. Isi suratnya merupakan laporan hasil perjalanannya dari tanggal 18 Oktober 1947 hingga tanggal 15 Nopember 1947. selain itu itu surat ini juga memuat beberapa usulan-usuan. untuk lebih jelasnya di sini ada beberapa kutipan dari surat / laporan tersebut:

Rizal City, Nov 18th, 1947.

Kepada
Jth. PT. Majoor Tjilik Riwoet
Komandan Pas MN 1001 Mobiele
Brigade markas Besar Tentara.

Merdeka,

Bersama ini saya laporkan hasil perjalanan saya …

3. Oleh karena dalam bulan-bulan yang akan datang ini saya sudah berada di kepulauan Tawi-Tawi, Bulungan, Tarakan dan mungkin pula sampai ke Balikpapan dan Samarinda maka dengan sendirinya saya memerlukan tenaga-tenaga perang yang dapat dipercaya dan secita-cita dengan kita. Berdasarkan hal-hal yang tersebut diatas, maka saya usulkan kepada P.T. supaya sedapat mungkin mengirimkan anak-anak kita ke daerah-daerah Bulungan, Tarakan, Nunukan, Tanjung Redeb, Tanjung Selor, … (tidak terbaca, ns).

Di perbatasan Borneo antara inggris dan Borneo … (tidak terbaca, ns) Bilamana mungkin pula menyampaikan kepada pasukan Iskandar tentang kedudukan saya dan sebaliknya bila ada … (tidak terbaca, ns) untuk menyampaikan kepada saya kedudukan pas iskandar.

… 6. Oleh karena belum memiliki satu rencana yang pasti dalam soal Ekonomi ini, maka sekiranya P.T. mengirim anak-anak seperti usul saya dalam pasal 3 hendaklah mempunyai bekal yang agak mencukupi terutama bahan-bahan makanan. Tetapi kelak setelah saya berada sendiri di lingkungan daerah-daaerah di Borneo Timur saya bermaksud membentuk suatu formasi perdangan dan perhubungan untuk melebarkan gerakan-gerakan ke seluruh Borneo. Maka perlu sekali P.T. memerintahkan kepada kepada seluruh markas-markas daerah supaya kalau dapat mengadakan hubungan dengan saya. Sebaliknya apabila saya bisa mengusahakan perlengkapan untuk mereka karena sebenarnya soal alat-alat disini tidaklah sukar bilamana kita mempunyai wang untuk membelinya.

7. soalnya sekarang bagaimana kita bisa mendapatkan alat-alat itu sebelum kita mempunyai bisa mempunyai wang agar dengan alat-alat itu kita bisa mempunyai kekuatan dan membangkitkan kepercayaan rakyat kepada kita. Oleh sebab itu apabila P.T. dapat memerintahkan kepada pas Iskandar untuk sebagian memindahkan gerakannya ke Hulu Mahakam dan ke Long Nawang agar di sana dapat bersatu atau bertemu dengan pas saya. Perhubungan saya dengan jawa mungkin menjadi sukar dan jalan satu-satunya yang baik ialah Selat Makasar dan Laut Jawa.

8. Laporan selesai.

Dibuat di: Rizal City, Nov 15th 1947
Jam: 2.40
Ttd.
(Dhomber S Iduary).


Keberhasilan operasi militer pertama pasukan payung AURI dalam penerjunan ke pedalaman kalimantan tanggal 17 Oktober 1947 dan keberhasilan rombongan pejuang Republik Indonesia menembus blokade Belanda hingga akhirnya mendarat di Manila Filipina tanggal 18 Oktober 1947, telah membuka mata dunia bahwa Kalimantan adalah salah satu bagian dari Republik Indonesia yang tidak dapat terpisahkan. Berita tersebut begitu mengejutkan dan telah menjadi topik utama pemberitaan di beberapa surat kabar di negeri Belanda pada saat itu.

Sumber:

Lihat Dra Nila Suseno, Tjilik Riwut berkisah Aksi Kalimantan dalam Tugas Operasional Militer Pertama Pasukan Payung Angkatan Udara Republik Indonesia (Palangka Raya: Pusaka Lima, Oktober 2003).

Thursday, April 12, 2012

Hikayat OWA Class Indonesia.

(OWA Class Kebanggan Angkatan laut Indonesia)

Bila di Angkatan Laut Amerika memiliki IOWA Class, kapal perang legendaris yang masih aktif berdinas. Maka dikalangan Angkatan laut Indonesia pun dikenal kapal legendaris yang tak kalah garangnya, apa lagi jika bukan OWA Class atau KRI Oswald Siahaan, kapal perang yang menjadi buah bibir beberapa saat yang lalu setelah berhasil meluncurkan rudal anti kapal Yakhont yang menerbitkan kemasygulan jiran Indonesia. OWA Class membawa efek Yakhont lebih jauh dari sekedar rasa bangga dalam dada TNI AL tapi juga efek deternt bagi pihak-pihak yang berniat mengusik ketenangan NKRI Tercinta.

Owa Class, Monster Laut kebanggan Indonesia.

Angkatan laut Indonesia tentu saja bangga bila menyaksikan keberhasilan peluncuran rudal anti kapal Yakhont buatan Rusia itu. Rudal dengan kecepatan 2 march atau setara dua kali kecepatan suara pantas menebar rasa takut bagi pihak-pihak yang berkeinginan mengganggua wilayah NKRI, wajar karena rudal ini mampu melesat sejauh 300 kilometer.

Hikayat OWA Class pun tak kalah menariknya. Sebelum masuk masa dinas dilingkungan Angkatan Laut Indonesia, OWA dan beberapa kerabatnya yang tergabung dalam kapal perang Kelas Van Speijk ini merupakan salah satu armada perang Angkatan Laut Belanda.

Menurut hikayat penamaan Van Speijk tak lain untuk mengenang Jan Carolus Josephus van Speijk, salah seorang letnan angkatan laut Belanda yang tewas saat perang saudara Belanda-Belgia pada 5 Februari 1831.

(OWA Class saat masih berdinas di Angkatan Laut Belanda).

Saking terkenalnya nama Van Speijk, sebuah dekrit kerajaan (Koninklijk Besluit nomor 81, 11 Februari 1831) yang dikeluarkan oleh Raja William I mengucapkan bahwa selama Angkatan Laut Belanda masih berlayar, akan selalu ada sebuah kapal bernama 'Van Speijk' untuk memastikan ingatan atas keberanian sang letnan. Sebanyak tujuh kapal dari angkatan laut belanda menggunakan nama tersebut. Dikemudian hari, nama Van Speijk Class resmi disematkan pada kapal perusak kawal rudal modern Belanda yang mulai di bangun oleh galangan kapal Nederlandse Dok en Scheepsbouw Mij, Amsterdam, Belanda.

Van Speijk Class sendiri mulai bertugas sekitar tahun 1967, kemampuan dalam mengarungi samudra memang dapat diandalkan walaupun harus menghadapi gelombang besar sekalipun. Kemampuan manuver yang mumpuni inilah yang kemudian membuat Angkatan laut Indonesia kepicut membeli kapal tersebut, walau ek angkatan laut belanda, namun kualitas kemampuan dan kesiapan kepal perang kawal rudal itu tetap terjaga baik.

Berbeda dengan Parcshim Class indonesia yang mendapatkan perombakan “ekstra hot”, Van Speijk Class justru tak seperti itu, wajar sebab selama ini kapal tersebut dirawat dengan baik oleh pemilik sebelumnya, bahkan sebelum kapal-kapal tersebut di serahkan kepada Angkatan laut indonesia pada tahun 1977-1980, armada Van Speijk Class telah diberi peningkatan kemampuan Termasuk di antaranya adalah pemasangan sistem pertahanan rudal anti pesawat (SAM, Sea to Air Missile) Mistral menggantikan Sea Cat. Sampai saat ini Van Speijk Class masih aktif berdinas dalam Angkatan Laut belanda.

(Siap Selalu Mengawal Perairan Laut NKRI tercinta)

Setelah masuk masa dinas dan bergabung dengan Angkatan Laut kebanggan negera ini, KRI OWA berserta kerabatnya berganti namanya dari Van Spijk Class menjadi kapal perang Fregat Ahmad Yani Class. Tentu saja karena pernah digunakan oleh AL-Belanda, keseluruhan armada tersebut namanya mengalami pergantian yaitu:

HNLMS Tjerk Hiddes (F 804) berganti nama menjadi KRI Ahmad Yani 351, HNLMS Evertsen (F 815) berubah nama menjadi KRI Abdul Halim Perdana Kusuma (355), kemudian HNLMS Isaac Sweers (F 814) di tasbihkan menjadi KRI Karel Satsuit Tubun (356), ada pula HNLMS Van Speijk (F 802) berganti nama menjadi KRI Slamet Riyadi (352), setelah itu HNLMS Van Galen F 803) berganti nama menjadi KRI Yos Sudarso (353) dan terakhir HNLMS Van Nes ( F 805) setelah ditasmiyahkan menjadi nama baru, KRI OSWALD SIAHAAN (354) atau yang dikenal dengan nama lain KRI OWA Class Indonesia.

Tentu saja terlalu naif bagi kita bila menyamakan kondisi Ahmad Yani Class saat ini dengan keadaan yang dulu, saat ini hampir semua Ahmad Yani atau Van Speijk Class Indonesia ini telah dilakukan peningkatan kemampuan, diantaranya mengganti mesin-mesin baru, alat komunikasi dan navigasi, armament modern dan perawatan Armor beserta mesin secara berkala. Bahkan beberapa tahun yang lalu KRI Oswald Siahaan alias OWA Class mengalami repowering sehingga keadaan KRI kebanggan negara ini kembali tampil baru lagi.

Di bidang sensor dan elektronis,Ahmad Yani class termasuk diantaranya KRI Oswald Siahaan diperlengkapi radar LW-03 2-D air search, sonar PHS-32. Juga diperlengkapi dengan kontrol penembakan (fire control) M-44 SAM control serta perangkat perang elektronik UA-8/9 intercept. Sebagai pertahanan diri mempunyai 2 peluncur decoy RL. Keberadaan radar terbaru buatan asli anak bangsa INDERA MX-2HC, makin melengkapi kegaharan kapal perang Angkatan Laut Kebanggan indonesia Ini.

(persiapan menjelang peluncuran rudal yakhont)

KRI Oswald Siahaan memiliki berat 2,940 ton. Dengan dimensi 113,42 meter x 12,51 meter x 4,57 meter. Ditenagai oleh turbin uap dengan 2 boiler, 2 shaft yang menghasilkan 30,000 shp sanggup mendorong kapal hingga kecepatan 28,5 knot. Diawaki oleh maksimal 180 pelaut.

Kemampuan bertahan dan menyerang OWA Class tentunya didukung oleh persenjataan yang mumpuni, diantaranya: 8 Peluru Kendali Permukaan-ke-permukaan McDonnel Douglas RGM-84 Harpoon dengan jangkauan maksimum 130 Km (70 mil laut), berkecepatan 0,9 mach, berpemandu active radar homing dengan hulu ledak seberat 227 Kg. 4 buah Peluru kendali permukaan-ke-udara Mistral dalam peluncur Simbad laras ganda sebagai pertahanan anti serangan udara. Jangkauan efektif 4 Km (2,2 mil laut), berpemandu infra merah dengan hulu ledak 3 Kg.

Berkemampuan anti pesawat udara, helikopter dan rudal. 1 buah Meriam OTO-Melara 76/62 compact berkaliber 76mm (3 inchi) dengan kecepatan tembakan 85 rpm, jangkauan 16 Km untuk target permukaan dan 12 Km untuk target udara. 2 Senapan mesin 12.7mm 12 Torpedo Honeywell Mk. 46, berpeluncur tabung Mk. 32 (324mm, 3 tabung) dengan jangkauan 11 Km kecepatan 40 knot dan hulu ledak 44 kg.

(OWA Class menunjukan taringnya, Menerbitkan kemasygulan bagi jiran yang berniat mengusik NKRI Tercinta)

Berkemampuan anti kapal selam dan kapal permukaan. Terakhir 2 hingga 4 Peluru Kendali anti kapal Yakhont, Vertical Launching System (2 tabung). Rudal ini memiliki spesifikasi: kecepatan mach 2,5, dengan jangkauan sasaran 300 Km, berat 3040 Kg, panjang 8,9 m dan berat hulu ledak 200 Kg.

Yakhont, senjata baru OWA Class Indonesia.

Soal kemampuan OWA Class menggendong rudal yakhont yang terbukti sukses diuji di Samudra Hindia beberapa saat yang lalu pantas menjadi pembicaraan negera antar kawasan. Di Asia Tenggara sejauh ini hanya Indonesia dan Vietnam saja yang mengaktifkan rudal yakhont menjadi bagaian arsenal gaharnya. Hanya saja ada perbedaan yang mendasar, -setidaknya untuk saat ini,- rudal yakhont miliki Vietnam kebanyakan digunakan sebagai pertahanan pantai sehingga mobilitasnya terbatas, sedangkan Yakhont milik Angkatan laut Indonesia memiliki mobilitas yang tinggi karena landasan luncurnya di bawa oleh kapal-kapal perang Indonesia.

Efek yakhont dimasa ini, pada dasarnya sama dengan efek rudal Styx dimasa lalu, OWA Class memang bukan satu-satunya kapal perang yang mampu membawa rudal kelas berat ini, namun berbicara daya angkut untuk rudal bongsor seukuran yakhont, OWA Class mampu menggendong 4 buah sekaligus. Untuk saat ini, jumlah yakhot indonesia sendiri disinyalir puluhan jumlahnya, ini tak lain karna Yakhont sendiri sudah diinstal di 16 KRI yaitu enam pada kapal jenis frigat dan 10 di kapal perang Korvet. Sejauh ini hanya OWA Class yang diketahui membawa rudal maut ala negeri beruang merah itu.

Sumber Rujukan:

Wikipedia Indonesia: KRI Oswald Siahaan.
Indo Militer.
Komando Militer.
Kaskus.