Monday, July 14, 2014

Kisah Sukwan Dwikora: Suda Anye’, kisah seorang veteran yang masih terus berjuang.



Sore itu, tanggal 28 Juni 2014, saya berkunjung ke rumah salah seorang veteran, Pak Suda Anye’ begitulah orang sekitar kampong PMD Tanjung Selor menyebut nama beliau, saya juga merasakan keramahan dari pasangan suami istri yang sudah lanjut usia tersebut, kebetulan saya juga disambut oleh istri beliau ibu Emy Ujang di beranda rumah beliau.

Seingat saya ini kunjungan yang kedua yang saya lakukan, sudah lama sebenarnya saya ingin menulis tentang beliau, Pak Suda Anye adalah ketua Macab LVRI Bulungan – dengan NPV. 16.006.553,-, mantan pejuang Dwikora. 

Memang diakui catatan mengenai para Sukwan, atau Sukarelawan tempur tidak banyak terpublikasikan, berbeda dengan pasukan resmi seperti buku “Kompi X Di Rimba Siglayan”, yang secara gamblang tertulis dan mengisahkan perjuangan KKO Marinir di era konfrontasi tersebut, kisah para Sukwan tidaklah demikian.

Atas prakasa beberapa veteran disusunlah sebuah buku berjudul, “Api Membara Di Kaltara”, yang diterbitkan oleh Legiun Veteran Markas Cabang Kota Tarakan yang bekerja sama dengan Yayasan Ot Danum Kaltim, tahun 2011. Saya cukup beruntung dipinjamkan oleh beliau, sehingga beberapa kisah mereka dapat saya ketahui, tentu saja karena tidak terjual bebas, maka tak semua dapat membacanya, seingat saya dulu buku tersebut  ada sebuah yang sempat berada di Perpustakaan Daerah Bulungan, entah kenapa tidak saya temui lagi. 

Kisah Semasa Konfrontasi

Kembali ke kisah Pak Suda Anye’, semasa konfrontasi beliau bergabung sebagai Sukarelawan Tempur Dwikora (TNKU) di Kompi C dibawah pimpinan Kol. Untung Suropati, masuk menjadi anggota Pleton III dengan Komandan Pleton (Dan Ton) Serma Tofan, dalam satuan regu beliau dikelompokan di Regu I dibawah Komandan Regu (Danru) Balan Dungau yang bermarkas di Hulu Sungai Iwan. Pada akhir 1963 satuan ini dipindahkan ke Sungai Matulang di Hulu sungai Mahakam, disana pangkat beliau sempat dinaikan menjadi Kopral kepala.

Kompi C merupakan bagian dari pasukan yang dibentuk untuk membantu TNI kala menghadapi gabungan pasukan persemakmuran Inggris diwilayah Sabah dan Serawak. Pasukan ini dibentuk oleh pasukan Raider yang tiba di Apo Kayan pada bulan Juni 1963, masyarakat dikawasan tersebut menyatakan diri bersiap membela Republik Indonesia dan tergabung dalam pasukan Sukwan. Mereka dilatih menggunakan senjata seperti Lee dan Brend

Setelah diadakan latihan militer selama dua bulan, maka terbentuklah tiga Bataliyon yakni Batalyon A, Batalyon B, dan Batalyon C yang bermarkas di Long Kihan (Sai Iwan), Kec. Kayan Hilir. Pada akhir bulan Agustus 1963 pasukan Batalyon A dan Batalyon B dipimpin oleh Mulyono mulai menyebrangi perbatasan Malaysia, sedangkan Batalyon C ditugaskan menjaga markas di Sei Kihan, pasukan ini disiapkan untuk menahan gerak maju pasukan musuh yang hendak menyebrang ke wilayah Indonesia. 

Pada 9 September 1963, pasukan Sukwan terlibat kontak senjata sengit dengan pasukan musuh selama 9 jam di desa Long Jawe (diwilayah Malaysia), pertempuran itu menelan korban sebanyak 36 orang dipihak musuh dan 3 orang dipihak Sukwan yakni: Baye Anye, Kayang Aluy dan Bilang Laing. Pada pertempuran selanjutnya, ketika pasukan Sukwan melakukan gerak mundur ke wilayah Indonesia, tiga orang kembali menjadi korban di pihak Sukwan yaitu: Lahang Ncuk, Lawai Jalung dan Ibo Kayang. Jadi dalam Raid atau serangan diwilayah musuh dan pada saat gerak mundur kembali ke wilayah RI, ada 6 orang yang gugur dalam pertempuran.

Pak Suda Anye’ mengingat bahwa Panglima TNKU yang ia kenal adalah Jendral Mulyono asal Kalteng – pernah bergabung dengan pasukan MN 1001 bentukan Tjilik Riwut-, Komadan Batalyon A (Dan Yon “A”) Kol. Gandi Silam, Komandan Batalyon B (Dan Yon “B”) Kol. Hamid, dan Komandan Batlyon C (Dan Yon “C”) Untung Suropati.

Pada awal tahun 1964, pasukan Raider ditarik pulang ke Banjarmasin, pasukan Sukwan kemudian dibina oleh TNI,-Kodam Mulawarman,- (GM I) dibawah pembinaan Dankie Letda RR. Manoppo, kemudian pada tahun 1965 dibawah pembinaan TNI (GM II) oleh Dankie Letda Palaguna, dan pada tahun 1966 TNI (GM III) dibina oleh Dankie  Letda Herman Musakambe hingga 1966. Kemudian pada Januari 1967 dipimpin oleh Yon Tempur Kie D. Kapten Uga Ajang, pasukan Sukwan resmi di bubarkan dan kembali ke masyarakat.

“ Saya Tidak Bisa Melupakan Mereka…” 

Ketika saya menanyakan mengapa beliau terlihat begitu bersemangat untuk memajukan veteran seangkatan beliau, Pak Suda sempat terdiam sesaat, “Saya tidak bisa melupakan mereka”, begitulah ujar beliau, ketika itu adalah pertemuan saya yang pertama dengan beliau. Karena itu saya bisa memahami mengapa beliau bersikeras memperjuangkan orang-orang yang pernah terlibat dalam pertempuran diera konfrontasi itu supaya diakui haknya dan mendapatkan SK agar diakui sebagai veteran, menurut beliau banyak sekali diantara mereka yang tidak atau belum mendapatkan hak yang layak dari negara atas jasa para pejuang tersebut.

Diakhir percakapan saya, beliau sempat menguraikan keinginannya, “semoga saja di Tanjung Selor ini di bangun tugu Dwikora, supaya anak-anak muda ini bisa menghargai perjuangan nenek-nenek mereka sebelumnya ini”, begitulah ujar beliau sambil tersenyum mengiringi salam perpisahan saya dengan beliau sore tersebut. (zee)