Monday, March 5, 2012

Jangan Remehkan Parschim Class Indonesia!

(Armada Korvet Parschim Class, paus-paus pembunuh dari Indonesia)

Saya pernah membaca ulasan mengenai persenjataan indonesia di forum kawan-kawan jiran sebelah, khususnya untuk Angkatan Laut, kebanyakan ulasannya menyebutkan alutsisita kita dalam kondisi kurang fit, bahkan salah satu forumer jiran sebelah mengatakan bahwa kesiapan keseluruhan armada Korvet Indonesia hanya ditumpukan pada empat korvet buah kelas Sigma saja, sedang yang lain khususnya Parschim Class hanyalah ongkongan besi tua yang sering ngadat, waduh enak betul menuding seperti itu, benarkah 16 Parschim Class Indonesia cuma ongkongan besi tua saat ini?

Riwayat kedatangan Parschim Class ke indonesia.

Bicara soal asal muasal dari salah satu elemen penting pertahanan laut Indonesia, tentunya kita tak bisa mengesampingkan keberadaan Korvet kebanggan negara, Parschim Class. Kita sungguh bersyukur beberapa tahun ini anggaran pertahanan naik signifikan, buahnya tentu saja pengadaan alutsisita.

Angkatan Laut Indonesia termasuk yang marasakan manisnya momen ini, dalam beberapa tahun terakhir industri dalam negeri sendiri mulai menggeliat, PT. PAL misalnya telah diinstruksikan dengan tegas oleh negara melalui mentri BUMN untuk membangun kekuatan laut Indonesia. Maka wajar saja mulai berlahiranlah armada-armada laut tangguh made in dalam negeri, sebut saja LPD Banjarmasin, Banda Aceh dan Makassar Class kemudian KCR-40-60, adalah segelintir contoh kebangkitan alutsista matra laut nasional.

Kembali ke Parschim Class yang dituding forum jiran sebelah dalam kondisi kurang fit, tentunya tak beralasan 100 %, mungkin anggapan tersebut lahir karena kurang memahami kondisi sebenarnya, lagi pula Parschim Class sendiri memang layak untuk mendapatkan tempatnya sendiri untuk dibicarakan, bukan hanya karena ia adalah bagian dari armada pemukul Angkatan Laut negeri ini, tapi juga karena riwayatnya yang kontroversi saat didatang ke Indonesia.

Bermula kisah dari proposal Pak Habibie pada Tahun 1992, saat itu 39 kapal perang eks Jerman Timur yang disimpan dipelabuhan selama 3 tahun itu dibeli pemerintah Indonesia. Terdiri atas 16 korvet kelas Parchim senilai 600.000 DM (sekitar 378.000 Dollar), 14 LST kelas Frosch senilai 550.000 DM (sekitar 346.000 Dollar) dan 9 kapal penyapu ranjau kelas Kondor senilai 300.000 DM (sekitar 189.000 Dollar).

Kali ini saya hanya membahas mengenai Parschim Class saja, pemerintah Jerman Bersatu kala itu menetapkan harga Parschim 600.000 DM (sekitar 378.000 Dollar). Tapi sayangnya kemampuan kapal-kapal tersebut saat itu macam hidup segan mati tak mau, namun kualitas baja memang masih jempolan, biasa produk blok timur.

Indonesia tentunya tak membiarkan kapal sekarang macam itu benar-benar bernasib sama seperti besi tua kiloan, saat itu diketahui bahwa kondisi kapal-kapal tersebut harus menjalani perbaikan terlebih dahulu baru layak berlayar ke Indonesia. Biaya memperbaiki kapal justru lebih mahal, setelah beberapa kali tarik ulur, dana yang diberi untuk saat itu untuk keseluruhan kapal hanya 319.000.000 USD.

Dana tersebut dipandang kurang cukup, Tim Pengadaan Kapal Jerman alias TPKJ pun tak mau ambil resiko hanya dengan dana pas-pasan, mana mungkin mampu 39 kapal eks Jerman Timur itu bisa beroperasi optimal di lautan. Ditambah lagi peralatan radar dan radio eks Rusia yang sudah kadaluarsa. Kapal-kapal bekas .Jerman Timur memakai sistem peralatan IFF (Indentification Friend or Foe) standar blok timur, berbeda dengan kapal-kapal TNI-AL yang sudah mengacu standar NATO.

Belum lagi awalnya kapal-kapal itu beroperasi di wilayah laut Baltik yang amat berbeda kondisi lingkungannya dengan lautan Indonesia. Pokoknya kondisi saat itu memang membuka segala kemungkinan spekulasi liar beredar, pucaknya sempat terjadi pembredelan majalah Tempo dan tabloid Detik karena berita investigasinya mengenai perkara ini.

Kisah lama inilah yang didengung-dengungkan oleh banyak forumer khususnya jiran indonesia tentang kesiapan armada korvet tersebut,- sebuah perang psikologi yang juga diamini oleh segelintir orang Indonesia sendiri-, bahkan ada yang memperkirakan jika kapal yang akhirnya berhasil diboyong oleh Jakarta saat itu benar-benar dalam kondisi apa adanya alias rangka besi yang dipaksakan berjalan dan dipercantik dengan tampilan saja. Separah itukah armada pemukul indonesia itu?

Parschim Class, Armada Pemukul Yang Siap selalu!

Bebeda dengan beberapa jiran Indonesia yang terbilang baru merasakan alutsista blok timur, Indonesia paham betul kualitas armament dan armornya, kualitas baja memang diatas rata-rata, tengok saja kualitas baja panser-panser Soviet di Indonesia atau Submarine Jerman macam KRI Nenggala baru selesai di Overhoule itu, masih tangguh dan berkelas.

Tentu saja bukan hanya itu, indonesia yang telah kenyang asam garam retrofit tentu paham benar bagaimana meremajakan kembali “kakek-kakek’ ex jerman timur itu menjadi gagah perkasa kembali, apalagi selalu dirawat dengan tangan-tangan “dingin” yang trampil dan profesional. Indonesia bukan negara yang tidak memiliki galangan kapal dan industri perkapalan serta industri baja berkualitas, meremajakan kapal-kapal lawas menjadi baru kembali bukan hal yang sulit bagi para insiyur dan ahli mesin indonesia.

Masih ingat retrofit BTR-40?, sudah tinggal rangka bajanya saja, namun dengan kualitas baja yang masih mumpuni, BTR-40 berhasil ditarik kembali dari liang lahat dengan mengganti mesin, alat komunikasi dan persenjataan, bahkan sampai hari ini masih mampu menjalankan tugasnya dengan baik.

Benar BTR-40 adalah produk lawas, tapi tentunya dengan peremajaan seperti ini tak bisa disamakan lgi kondisi BTR-40 hari ini dengan yang dulu, pun demikian dengan Korvet Parschim Class Indonesia ini, jadi tentunya kurang bijaksana bila ada yang menuding korvet pemukul kebanggan negara ini cuma ongkongan besi yang tak guna, jangan samakan kualitas baja kapal-kapal perang seperti ini dengan mobil rongsokan, jelas beda kelasnya.

Lebih dari itu ini membuktikan kemampuan tekhnisi dan insinyur indonesia memang jempolan dalam hal seni merawat alutsista, jangan heran bila orang Rusia kagum bercampur heran dengan kemampuan persenjataan yang dibeli diera Bung Karno masih mampu menjalankan misinya dengan baik.

Kapal ini dipermak oleh Angkatan Laut Indonesia, galangan kapal PT. PAL tidak menyia-nyiakan begitu mendapatkan kepercayaan besar yang diberikan padanya. Tekhnisi PT. PAL melakukan pergantian mesinnya dengan beberapa type mesin, salah satunya dari semula M504A3 buatan timur yang boros diganti menjadi mesin MTU-Detroit Type 4000 M90 16V. Mesin ini memiliki jadwal perawatan harian, setiap 250 jam, setiap 750jam, dan setiap 2.250jam. Konsumsi bahan bakarnya dapat ditekan dari 33.000 liter per hari menjadi separuhnya. Artinya kondisi Parschim Class ini sangat terawat dengan baik dan berada dalam kondisi siap tempur kapan dan dimanapun.

Untuk pertahanan terhadap serangan udara, kapal ini dilengkapi armament AK-230 berlaras ganda yang kemudian dilungsurkan diganti dengan AK-630 model gatling, tak cukup dengan itu beberapa kapal dilengkapi pertahanan udara tambahan adalah dua peluncur rudal SA-N-5, rudal darat ke udara untuk pertahanan udara jarak-dekat terhadap pesawat.

Untuk kemampuan menggempur kapal-kapal selam musuh, gerombolan ”paus pembunuh” Indonesia ini dilengkapi pula dengan 2 RBU-6000. RBU-6000 adalah mortir dengan 12 laras yang dapat mengisi ulang secara otomatis. Tak cukup dengan itu sebagian kapal dilengkapi dengan peluncur torpedo MK.32 triple launcher buatan barat. Sementara yang lainnya masih mengandalkan tabung torpedo 400mm yang lama. Kekuatan armada pemukul ini akan tambah garang setelah alih tehnologi rudal C-705 dari Cina yang akan diproduksi massal oleh kedua negara, pun demikian rudal made in anak bangsa seperti R-Han 122 mm juga akan masuk arsenal kapal-kapal korvet kebanggan indonesia ini.

Sampai hari ini keseluruhan armada Parschim Class yakni KRI Kapitan Patimura, KRI Untung Suropati (872), KRI Nuku, KRI Lambung Mangkurat (874), KRI Cut Nyak Dien (375), KRI Sultan Thaha Syaifuddin (376), KRI Sutanto, KRI Sutedi Senoputra, KRI Wiratno, KRI Memet Sastrawiria, KRI Tjiptadi, KRI Hasan Basri, KRI Imam Bonjol (383), KRI Pati Unus (384), KRI Teuku Umar (385), KRI Silas Papare (386), masih mampu mengarungi lautan indonesia yang begitu luas ini, paus-paus pembunuh Indonesia itu tak hanya mampu menghalau namun juga mencabik-cabik mangsanya bila berani masuk wilayah teritorial Republik Indonesia tanpa izin, karena itu jangan pernah coba-coba meremehkan armada Parschim Class Indonesia !.

Sumber:

Garuda Militer

Worl Of war.

Wikipedia Indonesia.

No comments:

Post a Comment