(MIG-21 Fishbed Indonesia)
Indonesia pernah dikenal sebagai macan asia di bidang militer atau ada pula yang menyebutnya yang “terkuat di belahan bumi selatan”, bangga juga rasanya bila mengenang saat-saat tersebut, walau sekarang kondisinya tak lagi sama, namun keinginan menjadikan kekuatan militer Indonesia unggul kembali atas dasar melindungi rakyat, harta kekayaan negara dan martabat bangsa Indonesia, modernisasi kali ini bisa dibilang kedua terbesar sejak zaman Bung Karno berkuasa dulu.
MIG-21 Fishbed, momok Belanda semasa Trikora
Boleh dibilang salah satu arsenal gahar yang menjadi senjata andalan Indonesia kala itu untuk menghadapi Belanda yang bercokol di tanah Papua adalah MIG 21-Fisbed, begitu istimewa nya MIG-21 Fishbed sehingga dalam riwayat sejarah indonesia termasuk salah satu alat diplomasi sekaligus alat militer yang ampuh “meluluhkan kepala batu” Belanda agar beringsut di Papua.
Sikap kepala batu Belanda pada dasarnya adalah bentuk penolakan terhadap kekalahan mereka dari Indonesia, -negeri yang dahulu diklaimnya telah dijajah 350 tahun dan ingin terus seperti itu sampai kiamat,- dan tanah Papua bagi Kolonial Belanda adalah sebuah pertaruhan harga diri yang mahal harganya.
(Jejeran MIG-21 dalam kenangan)
Sikap megulur-ngulur waktu untuk memperkuat posisi baik secara politik, hukum, budaya dan militer di Papua mengundang kemarahan rakyat Indonesia, namun Belanda tetap saja tidak mendengar, mereka pikir indonesia terlalu mudah untuk mereka, apa lagi arsenal angkatan udara Republik Indonesia kala itu hasil hibah Belanda.
Mustang P-51 D dianggap kalah kelas dengan jet Hawker Hunter F-6, itupun dikemudian hari masih lagi ditambah dengan 12 pesawat tempur Neptune P2V-7, 6 helikopter dan 4 Dakota C-47. Begitu pula KRI peninggalan Belanda Albatross Class dianggap tak sepadan dengan kegagahan Angkatan laut Belanda apa lagi sejak Karel Doorman duduk manis disekitar perairan Holandia, Belum lagi penempatan marinir di Biak, makin percaya diri kolonial Belanda, makin besar congkaknya.
Tapi seperti istilah pepatah barat, “orang Asia sukar untuk ditebak”, begitupula dengan indonesia, Belanda begitu terkejut dengan kedatangan bergelombang senjata-senjata mutakhir dari Soviet, “Bah! mau apalagi Indonesia ini?!”, begitulah kira-kira petinggi Belanda dibuat terkejut dengan senjata-senjata blok timur yang membanjiri pangkalan-pangkalan Angkatan Udara, naval base Angkatan Laut, serta senapan serbu, meriam-meriam serta kendaraan-kendaraan tempur Angkatan Darat Indonesia.
Menurut catatan Kohanudnas, untuk senjata pertahanan udara saja -selain pesawat-pesawat tempur tentunya-, adalah 12 pucuk meriam 85 mm, 64 pucuk meriam 40 mm, 18 pucuk meriam 37 mm, 144 pucuk meriam 20 mm dan 216 pucuk senapan mesin berat (SMB) 12,7 mm.
(Bomber legendaris kebanggan indonesia)
Ciut nyali Belanda menghadapi Indonesia makin besar setelah peristiwa Laut Aru, Komodor Yos Sudarso gugur diatas KRI Macan Tutul, Belanda paham hanya soal waktu kemarahan bangsa Indonesia akan meledak, laharnya bisa langsung melenyapkan Belanda jadi abu di tanah keramat Papua.
Berita dari pesawat pengintai “Dragon Lady” yang sengaja diterbangkan oleh Amerika dari Philipina ke Darwin untuk menengok persiapan armada udara RI, begitu terkejutnya mereka mendapati jejeran MIG 21 Fishbed beserta Bomber yang sudah termasyur namanya ikut pula berjejer di Pangkalan Udara Iswahjudi, “Alamak ! kemarin ILyushin-28 sekarang Tupolev-16 Badger, hancur lebur Belanda di Papua!”. Pihak koloial Belanda sendiri tak menyangga dengan laporan tersebut, keruan saja ciut nyali para penerbang Belanda menghadapi Indonesia, Hawk Hunter plus Neptune jelas bukan tandingan MIG-21 Fishbed.
Tentu saja yang paling deg-dengan adalah awak Karel Doorman, bagaimana tidak cukup dua buah rudal Kennel yang dibawa bomber paling di takuti barat itu, kapal besar itu bernasib sama dengan kuburan massal, rasa sombong dan percaya diri luntur seketika, sehingga saking takutnya menanggung malu yang tak tertahankan, Kapal Kareel Doorman dibawa kabur ke Australia, hancur lebur hegemoni Belanda di tanah Papua. Dengan perginya Belanda, selesai sudah Trikora.
Habis sudah kedigdayaan MIG-21 Fishbed?, ternyata belum, MIG-21 berserta karibnya TU-16 Badger disiagakan semasa Konfrontasi menghadapi jiran Malaysia yang didukung oleh Inggris, lagi-lagi MIG-21 di hadapkan dengan jenis pesawat yang hampir sama seperti Hawker Hunter atau HS Buccaneer, tentu saja dari segi kualitas, penerbang kita jelas unggul. Sayangnya walau tak ada hikayat Dogfligh atau perang udara antara MIG 21 Fishbed, pesawat-pesawat malaysia paham benar apa yang mereka hadapi, sehingga terkesan menjaga jarak dengan MIG-21 Fishbed Indonesia.
(Hawk Hunter Belanda, kalah kelas dengan MIG-21 Indonesia)
MIG-21 saat itu, justru kebanyakan di tugaskan untuk mengawal Bomber kebanggan negara saat itu TU-16 Badger dari suntikan “Nyamuk-nyamuk nakal” macam Hawk Hunter dan Buccaner. Pada dasarnya konfrentasi dengan Malaysia lebih seru memang terjadi di darat ketimbang di laut dan Udara, tetapi tetap saja MIG-21 memberi efek gentar sekaligus sinyal pada pihak lawan untuk tidak macam-macam masuk kewilayah NKRI.
Mig-21 F memperkuat AURI hanya sampai dengan tahun 1967. Selanjutnya pesawat kebanggan negara ini pulang ke “peraduan” setelah sebelumnya melakukan farewell flight terbang sebulan penuh di Lanud Kemayoran.
MIG-21 Fishbed, dimana kah kau sekarang?
Sayangnya untuk pesawat tempur sekelas MIG-21 tak panjang masa dinasnya, tak lain karena suku cadangnya sulit didapat, maklum saja arah politik dan kebijakan Indonesia pasca naiknya Mayor Djendral Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia saat itu bersebrangan dengan Moskow, inilah yang membuat jet tempur kebanggan bangsa ini terpaksa didiamkan disarangnya.
Amerika serikat kabarnya begitu tertarik dengan pesawat ini, untuk menghidupkan kembali kekuatan armada Angkatan Udara Indonesia, negeri paman sam itu menawarkan armada Avon Sabre Ex Australia dan pesawat latih serang T-33, syaratnya TU-16 Badger harus dipotong “sayapnya” agar tak dapat terbang, rupanya Amerika takut juga dengan bomber legendaris itu.
(Karel Doorman, terpaksa di ungsikan sebelum jadi abu)
Cukup kah itu? Ternyata tidak untuk mendapatkan pesawat-pesawat dari barat, giliran MIG-21 Fishbed diboyong Washington ke Groom Lake, markas dari Red Eagles yaitu suatu skuadron yang ditugasi untuk mempelajari kelemahan dari pesawat-pesawat buatan uni soviet. Kisah ini saya ketahui dari sebuah kutipan artikel yang sumbernya diaambil dari karya tulis Steve Davies berjudul: “Red Eagles, America’s Secret MiGs”, disitu dikisahkan bagaimana setelah Bung karno Jatuh, Amerika “menawari” Indonesia pesawat-pesawat militer untuk mambangun kembali kekuatan udara Indonesia, syaratnya Indonesia harus memberikan beberapa MIG-21 Fishbed kepada Amerika.
Bayangkan saja bagaimana untungnya paman sam kala itu, karena tak ada suku cadang, Indonesia tak kurang harus mempensiunkan 30 Mig-17, 10 Mig-19 dan 20 Mig-21. Dan yang diboyong Wasinghton keluar Indonesia adalah: 10 Mig-21F13 dengan tail number 2151,2152,2153,2155,2156,2157,2159,2162,2166,2170; 1 Mig-21U tail number 2172 dan 2 Mig-17F tail number 1184 dan 1187.” Sedangkan nasib MIG-19 tak kalah sedihnya, karena mau tak mau harus dijual ke Paksitan, syukurlah petinggi TNI masih berfikir jernih dan tegas menolak tawaran Pakistan membeli rudal Kennel milik TU-16 itu.
Benarkah ini hanya kebetulan?, dalam sebuah buku yang pernah saya baca karya Bradley R. Simpson, akademisi asal Amerika yang jujur dan memiliki hati bersih membongkar konspirasi besar yang terjadi di Indonesia sekitar tahun 1960a-an itu. Dalam bukunya “Economist With Gun”, digambarkan bagaimana petinggi Amerika menerapkan standar ganda dalam politik terhadap angkatan bersenjata indonesia. Amerika merangkul Angkatan Darat tapi disisi lain paman sam juga membenci Angkatan Udara dan Angkatan Laut yang dianggap lebih dekat dengan Moskow dimasa bung Karno.
Mungkin inilah yang menimbulkan kesan pada saya bahwa dari awal MIG-21 Fishbed, TU-16, KRI Irian dan Sub Marine Whiskey Class sudah diincar sejak awal untuk dilemahkan, benarkah dugaan saya? Biarlah waktu yang menjawabnya.
Semoga ini menjadi pelajaran penting bagi Indonesia, untuk lebih mandiri dan tidak lagi terjebak dengan politik kepentingan antar kubu-kubu, ideologi dan kepentingan asing yang berebut pengaruh di tanah air kita yang bertuah ini. Semoga riwayat MIG-21 bisa menjadi pelajaran penting nan mahal demi keutuhan bangsa dan negara ini. Amin
beberapa pesawat era blok timur masih dapat dilihat,seperti di Museum Angkatan Udara Adisucipto, Komplek AAU Yogyakarta, seperti MiG-15.MiG-17, MiG-19,MiG-21, Tu-16, Mi-4..ada jg yg menjadi monumen di beberapa tempat....
ReplyDeletesaya masih penasaran krn sampai sekarang di Museum Angkatan Udara tidak menyimpan IL-28 dan Mi-6...kamana mereka?? padahal satu2nya cara yg minimal bsa membuat bangga anak negeri ini adalah bahwa Mereka, "jet2 tempur dr Soviet" itu pernah menjadikan militer Indonesia terkuat di Asia..
pertanyaan yg sama jg dialamatkan Kpd RI IRIAN...kapal Penjelajah terbesar yg pernah dimiliki TNI-AL...dr beberapa sumber saya ketahui bahwa nasib RI IRIAN dibesituakan dan djual keluar negeri.
tragis mengetahui nasib para "Fighter dr Soviet" yg telah membuat Indonesia disegani oleh lawan2ny akhirnya harus tunduk dan menyerah kepada keputusan politik berubah halauan.