Friday, March 9, 2012

Riwayat T-33 Indonesia, Simbol perlawanan Hegemoni AS di Indonesia.

(T-33 Indonesia)

Sepintas lalu orang mungkin akan mengernyitkan dahi bila membaca judul tulisan ini, siapapun yang menyelami sejarah dunia perbangan militer Indonesia memang tak asing lagi bila bersua dengan pesawat ex Amerika dari Filipina yang didatangkan untuk menganti keperkasaan pesawat-pesawat era Soviet di indonesia.

Paman Sam dengan dalih membangkitkan kembali kekuatan dan kesiapan Angkatan Udara Republik indonesia, “mengizinkan” Indonesia untuk membeli pesawat bekas pakai jiran kita yaitu Avon Sabre, dari Australia dan T-33 yang diboyong AS dari Filipina. Semurni itukah niat negeri patung Liberty itu untuk membantu Indonesia yang sempat menjadi rivalnya pada masa Bung karno?

Jual beli ejekan yang terselubung.

tak dapat dipungkiri setelah lungsurnya Bung Karno dan terputusnya hubungan dengan Soviet kala itu, membuat armada Tu-16 dan jejeran MIG Family terpaksa dikandangkan karena tak ada suku cadang yang memadai, titik krisis yang menggeluti dunia pertahanan Indonesia sampai pada puncaknya di tahun 1970-an. Untuk menguatkan kembali armada angkasa Indonesia maka operasi Garuda Bangkit dilangsanakan untuk memenuhi misi tersebut.

Disinilah peran Amerika cukup vital kala itu, karena memang hampir semua pesawat blok barat yang ada dimasa itu memang produk mereka, tak dipungkiri memang ada berkah yang dimiliki oleh TNI AU, misalnya perbaikan dan pembangunan pasilitas hanggar, selain tentunya kedatangan pesawat-pesawat ex jiran indonesia. Namun keberadaan pesawat-pesawat ini ternyata dibayar mahal, untuk mendapatkannya sebagian MIG-21 Indonesia harus direlakan untuk dibedah oleh tekhnisi Paman Sam demi mengetahui titik kelemahannya, pun demikian dengan bomber legendaris yang sempat menakutkan blok barat, Tuvolep-16 yang berakhir tragis, dilucuti agar tak lagi bebas mengaum diangkasa.

(jejeran T-33 yang baru datang dari Filipina)

Puaskah Paman Sam dengan semua itu? Rupanya masih belum cukup, demi mengerdilkan Angkatan Udara Republik Indonesia, negara yang pernah disebut yang terkuat dibelahan bumi selatan ini di ejek habis-habisan dengan barter yang tak sama nilainya, Bayangkan saja negara yang sebelumnya mampu membeli dan mengoperasikan jejeran MiG Familiy beserta armada Bomber yang bertekhnologi tinggi diganti dengan pesawat latih serang yang tak mumpuni kemampuannya jika tak ingin dikatakan kualitas kemampuan- dalam sudut pandang penerbang Indonesia- tak layak digunakan sebagai pesawat latih serang, bekas pakai pula.

Maka dapat dipahami bantuan tersebut dilakukan paman sam kala itu karena memang dilakukan “setengah hati”, sebelumnya AS membenci angkatan udara Indonesia yang berhasil menunjukan superioritas bangsa Asia atas orang Barat yang tergeletak nasibnya diatas tanah keramat bernama Papua itu.

Angkatan udara Indonesia dibuat seumpama “orang sakit dari Asia”, pengerdilan kemampuan yang dibungkus rapi ini nampaknya bukan tak disadari oleh oleh para petinggi TNI AU, namun tentu saja untuk membalas perlakuan tersebut harus dapat dilakukan dengan cara elegan dan terhormat, sebab secara militer tentunya tak mungkin, apalagi indonesia memang memerlukan peralatan militer untuk mempertahankan kedaulatan bangsa, lalu bagaimana cara?

(T-33 dalam latihan Elang Malindo yang pertama)

Pesawat T-33 Indonesia yang didatangkan dari pangkalan Subik di Filipina tahun 1973 ini, diketahui sebagai pesawat yang payah, bagaimana tidak, Selain tidak dilengkapi armament, pesawat ini masih menggunakan radio UHF (model militer Amerika) serta adanya batasan manuver yang hanya plus 3G, betul-betul pesawat latih jet yang tidak bisa dibuat manuver sama sekali, jelas beda kelas dengan pesawat-pesawat yang pernah dioperaskan, –baik Fighter maupun Bomber,- yang pernah ditunggangi oleh penerbang kita di era 60-an.

Tak patah semangat, indonesia membalas perlakuan tersebut dengan memperbaiki kualitas terbang T-33, setelah dilakukan penguatan pada wing rod spar, barulah pesawat dapat melakukan full maneuver hingga plus 7g serta radio yang diubah menjadi VHF, standar komunikasi pesawat di Indonesia. Kejadian ini jelas jadi tamparan buat Paman Sam, tehnisi Indonesia dari Depo Logistik-30 Malang atas kajian Komando Logistik kala itu mampu memcahkan masalahnya dengan solusi yang jitu.

Walaupun pelakunya para tehnisi yang disekolahkan di Amerika serta diikuti oleh personel AU AS yang bertindak sebagai Technician Representative, -wajar saja mereka yang memproduksi pesawat sehingga merasa perlu tau modifikasi apa yang dilakukan oleh Indonesia,- hal ini tetap tak dapat mengabaikan kenyatan bahwa para tekhnisi tak kalah hebat walau harus diadu dengan tehnisi Amerika sendiri, kemampuan para tekhnisi indonesia dengan cepat mempelajari dan menguasai pesawat ini memang mengagumkan.

(T-33A, makin garang setelah di upgread jadi pesawat latih serang)

Dengan kemampuan baru tersebut, maka para pilot T-33 mulai melakukan latihan air-to-air manuver sebagai dasar manuver pesawat Kohanudnas. Prestasi tersebut tentunya sangat membanggakan.

Paman Sam kembali dibuat tercengang dengan kemampuan anak bangsa menguatkan pesawat yang tak layak digunakan sebagai pesawat latih serang tersebut, kali ini tamparan lebih keras diberikan melalui menguatan sistem persenjataan. Pesawat yang dari awal tak dilengkapi persenjataan ini oleh Indonesia ditingkatkan kemampuannya.

Kegiatan mempersenjatai diri ini murni dilakukan tanpa campur tangan asing dan hebatnya lagi peralatan bidik (gun-sight) mempergunakan produk Timur yaitu gun sight bekas pesawat Ilyusin-28. Bayangkan saja muka petinggi AS begitu mengetahui T-33 yang sejatinya simbol ejekan mereka terhadap Indonesia ternyata mampu dimaksimalkan dengan baik oleh anak bangsa ini.

Sebuah balasan yang cantik dan elegan, rasa gado-gado timur dan barat yang lezat ini tentunya tak selezat yang dirasakan oleh Paman Sam. Tapi apa mau dikata, Indonesia memang punya sejarah panjang sekaligus punya bakat menghidupkan kembali pesawat-pesawat yang hampir lunas nyawanya, tengoklah Curen dan Guntei dimasa tahun 1940-an, rupanya Paman Sam tak memprediksikan hal itu. Luntur rasa sombong dan tinggi hati mereka begitu dihadapi kenyataan, walaupun digencet sekuat tenaga, Angkatan Udara Indonesia masih mampu mengeluakan cakarnya membalas perlakuan tak senonoh Paman Sam yang mencoba melucuti kekuatan udara bangsa ini.

(walau sudah pensiun, aura gaharnya masih terasa)

Kemampuan yang meningkat setelah di upgread memang pantas membuat Paman Sam gigit jari, setelah modifikasi armament pesawat TA-33A,- kode TA-33A adalah penomoran pada pesawat-pesawat T-33 yang dipersenjatai,- pesawat ini mampu membawa amunisi sebanyak 250 x 2 butir peluru 12,7 mm dan dua tabung rocket launcher jenis LAU (Launcher Airborne Rocket) – 68 yang dapat diisi tujuh rocket jenis FFAR 2,75 inci (Folding Fin Airborne Rocket) atau born hingga berat 50 kg setiap sayapnya.

Makin bertaji lagi pesawat-pesawat T-33 Indonesia, makin segan pula Paman Sam hendak menjual pesawat bekas pakai pada Indonesia, sejak saat itu baik OV-10 Bronco, F-5E, serta F-16 yang di didatangkan ke Indonesia merupakan barang baru dari pabrikannya. Pun demikian mengenai 24 ekor F-16 Hibah dari Amerika, Indonesia hanya mau mengambilnya setelah di upgread Blok-52, tentu saja armada F-16 kali ini bakal jadi “barang baru” kembali.

Sebagai bekas pakai yang berhasil di modifikasi oleh anak bangsa, T-33 memang tak terlalu panjang masa dinasnya, namun pesawat ini menorehkan prestasi yang cemerlang mengharumkan nama Indonesia, salah satunya dalam misi latihan bersama Indonesia malaysia bersandi Elang Malindo 1 yang diadakan di Butterworth, Malaysia. Ditangan para penerbang dan tehnisi Indonesia pesawat-pesawat ini mampu menunjukan kelasnya.
T-33 memang telah lama pensiun namun aura garangnya masih terasa kental walaupun sudah masuk museum. Disinilah T-33 memberikan arti penting menegakkan harga diri bangsa, khususnya lagi TNI AU dihadapan raksasa militer macam Paman Sam ini.

1 comment:

  1. sampai saat ini Penerbang Skadron Udara 11 tetap memakai callsign "Thunder"..... krn Pesawat T-33 Thunderbird adalah pesawat pertama paska orde lama yg dmiliki skadron 11.
    well done sir!!

    ReplyDelete