(KRI Cakra, sudah selayaknya digantikan oleh Kilo Class)
Akhirnya tamatlah pula untuk
kesekian kalinya keinginan sebagian besar rakyat Indonesia khususnya insane
pemerhati militer Indonesia ketika sebuah berita resmi dari KEMHAN menyatakan
batalnya pembelian kapal selam bekas pakai Kilo Class dari Rusia. Tutuplah
sudah segala spekulasi dan perdebatan yang hangat mengenai “paus hitam” Rusia
yang legendaris itu, yang tersisa hanya kecewa saja dari keputusan yang
nampaknya terlihat lebih karena faktor politis tersebut.
Sudah jadi rahasia umum bahwa
kebutuhan akan kapal selam Indonesia begitu mendesak, maka pembelian terhadap
kapal selam kilo tersebut menjadi solusi jitu sesungguhnya untuk mengamankan
perairan dan harkat martabat bangsa ini. Bila kita mau jujur, isu mengenai
alutsista tersebut bukan hanya mempengaruhi kewibawaan kita sebagai bangsa yang
oleh jiran sebelah disebut “tak bisa ditebak”, namun juga muncul pula sindiran
“nyaring suaranya tak de bentuknya”, aha kenapa begitu karena yang paling keras
berkoar soal upaya mengakuisi Kilo Class hingga rudal jarak jauhnya bukan kah
dari kementerian pertahanan?
Tidak kah kita berpikir suatu
saat isu kegagalan akuisisi Kilo Class akan menjadi “bara dalam sekam” diantara
matra pertahanan kita, taruhlah bila muncul semacam pandangan dari insan Angkatan
Laut; bila saudara-saudara kami di Angkatan Darat mampu mendatangkan berbagai
macam jenis persenjataan mutakhir macam Tank Berat Leopard yang sempat ditolak
tapi akhirnya mampu dibawa kehadapan rakyat Indonesia itu, mengapa untuk Angkatan
Laut, Kilo Class tak mampu di hadirkan, bukanlah petinggi negeri ini tahu
persis selama ini pertahanan bawah laut kita hanya ditopang oleh dua ekor “
Paus Hitam” peninggalan Jerman yang tentu saja tak cukup mengontrol luas
wilayah laut Indonesia. Atau dengan saudara kami di Angkatan Udara, pemerintah mampu merogoh kocek lebih dalam untuk
memperbaiki avionic, struktur dan segala persenjataan dari 24 ekor F-16 bekas
yang jumlahnya juga tak kurang besarnya, mengapa pada 2 ekor Kilo Class
pemerintah tak mampu dan beralasan berpaling pada produk dalam negeri yang
belum dapat diprediksi berhasil atau tidaknya itu.
Oke, bolehlah misalnya insan Angkatan
Laut ditenangkan dengan pernyataan pembuatan Kapal Selam Made In Indonesia
jumlahnya 12 ekor. Masalahnya adalah Insan Angkatan Laut juga paham butuh waktu
dan komitmen untuk mewujudkan pembuatan kapal selam dalam negeri yang sampai
saat ini masih belum jelas. Bukan maksud meremehkan potensi PT. PAL, namun
seperti yang kita ketahui dari program KFX saja Korsel bisa bermain “cantik”,
mengakali isi kontral apa lagi jika menyangkut Chengbogo Class?
Bicara soal tekhnis, - bila benar
Kilo Class tak jadi di ambil karena masalah tekhnis, bukan tekanan politik,-
sejatinya mampu diakali dengan program overhaul dan revowering. Artinya jika
memang mau kapal selam itu mampu untuk didatangkan ke Indonesia. China saja mau
berputih mata untuk menghidupkan kapal Induk Lioning dari kuburannya, mengapa
Indonesia tak mau melakukannya pada Kilo Class Rusia itu? Jelaslah ini
nampaknya memang bukan soal tekhnis semata, jika sudah begitu mampukah kita
masih bangga menyebut kekuatan Angkutan Laut kita sudah betul-betul merdeka
dari intervensi asing?. (zee)