Sore itu, tanggal 28 Juni 2014, saya berkunjung ke rumah
salah seorang veteran, Pak Suda Anye’ begitulah orang sekitar kampong PMD
Tanjung Selor menyebut nama beliau, saya juga merasakan keramahan dari pasangan
suami istri yang sudah lanjut usia tersebut, kebetulan saya juga disambut oleh
istri beliau ibu Emy Ujang di beranda rumah beliau.
Seingat saya ini kunjungan yang kedua yang saya lakukan,
sudah lama sebenarnya saya ingin menulis tentang beliau, Pak Suda Anye adalah
ketua Macab LVRI Bulungan – dengan NPV. 16.006.553,-, mantan pejuang Dwikora.
Memang diakui catatan mengenai para Sukwan, atau Sukarelawan
tempur tidak banyak terpublikasikan, berbeda dengan pasukan resmi seperti buku
“Kompi X Di Rimba Siglayan”, yang secara gamblang tertulis dan mengisahkan
perjuangan KKO Marinir di era konfrontasi tersebut, kisah para Sukwan tidaklah
demikian.
Atas prakasa beberapa veteran disusunlah sebuah buku
berjudul, “Api Membara Di Kaltara”, yang diterbitkan oleh Legiun Veteran Markas
Cabang Kota Tarakan yang bekerja sama dengan Yayasan Ot Danum Kaltim, tahun
2011. Saya cukup beruntung dipinjamkan oleh beliau, sehingga beberapa kisah
mereka dapat saya ketahui, tentu saja karena tidak terjual bebas, maka tak
semua dapat membacanya, seingat saya dulu buku tersebut ada sebuah yang sempat berada di Perpustakaan
Daerah Bulungan, entah kenapa tidak saya temui lagi.
Kisah Semasa
Konfrontasi
Kembali ke kisah Pak Suda Anye’, semasa konfrontasi beliau
bergabung sebagai Sukarelawan Tempur Dwikora (TNKU) di Kompi C dibawah pimpinan
Kol. Untung Suropati, masuk menjadi anggota Pleton III dengan Komandan Pleton
(Dan Ton) Serma Tofan, dalam satuan regu beliau dikelompokan di Regu I dibawah
Komandan Regu (Danru) Balan Dungau yang bermarkas di Hulu Sungai Iwan. Pada
akhir 1963 satuan ini dipindahkan ke Sungai Matulang di Hulu sungai Mahakam,
disana pangkat beliau sempat dinaikan menjadi Kopral kepala.
Kompi C merupakan bagian dari pasukan yang dibentuk untuk
membantu TNI kala menghadapi gabungan pasukan persemakmuran Inggris diwilayah
Sabah dan Serawak. Pasukan ini dibentuk oleh pasukan Raider yang tiba di Apo
Kayan pada bulan Juni 1963, masyarakat dikawasan tersebut menyatakan diri
bersiap membela Republik Indonesia dan tergabung dalam pasukan Sukwan. Mereka
dilatih menggunakan senjata seperti Lee dan Brend
Setelah diadakan latihan militer selama dua bulan, maka
terbentuklah tiga Bataliyon yakni Batalyon A, Batalyon B, dan Batalyon C yang
bermarkas di Long Kihan (Sai Iwan), Kec. Kayan Hilir. Pada akhir bulan Agustus
1963 pasukan Batalyon A dan Batalyon B dipimpin oleh Mulyono mulai menyebrangi
perbatasan Malaysia, sedangkan Batalyon C ditugaskan menjaga markas di Sei
Kihan, pasukan ini disiapkan untuk menahan gerak maju pasukan musuh yang hendak
menyebrang ke wilayah Indonesia.
Pada 9 September 1963, pasukan Sukwan terlibat kontak senjata
sengit dengan pasukan musuh selama 9 jam di desa Long Jawe (diwilayah
Malaysia), pertempuran itu menelan korban sebanyak 36 orang dipihak musuh dan 3
orang dipihak Sukwan yakni: Baye Anye, Kayang Aluy dan Bilang Laing. Pada
pertempuran selanjutnya, ketika pasukan Sukwan melakukan gerak mundur ke
wilayah Indonesia, tiga orang kembali menjadi korban di pihak Sukwan yaitu:
Lahang Ncuk, Lawai Jalung dan Ibo Kayang. Jadi dalam Raid atau serangan
diwilayah musuh dan pada saat gerak mundur kembali ke wilayah RI, ada 6 orang
yang gugur dalam pertempuran.
Pak Suda Anye’ mengingat bahwa Panglima TNKU yang ia kenal
adalah Jendral Mulyono asal Kalteng – pernah bergabung dengan pasukan MN 1001
bentukan Tjilik Riwut-, Komadan Batalyon A (Dan Yon “A”) Kol. Gandi Silam,
Komandan Batalyon B (Dan Yon “B”) Kol. Hamid, dan Komandan Batlyon C (Dan Yon
“C”) Untung Suropati.
Pada awal tahun 1964, pasukan Raider ditarik pulang ke
Banjarmasin, pasukan Sukwan kemudian dibina oleh TNI,-Kodam Mulawarman,- (GM I)
dibawah pembinaan Dankie Letda RR. Manoppo, kemudian pada tahun 1965 dibawah
pembinaan TNI (GM II) oleh Dankie Letda Palaguna, dan pada tahun 1966 TNI (GM
III) dibina oleh Dankie Letda Herman
Musakambe hingga 1966. Kemudian pada Januari 1967 dipimpin oleh Yon Tempur Kie
D. Kapten Uga Ajang, pasukan Sukwan resmi di bubarkan dan kembali ke
masyarakat.
“ Saya Tidak Bisa
Melupakan Mereka…”
Ketika saya menanyakan mengapa beliau terlihat begitu
bersemangat untuk memajukan veteran seangkatan beliau, Pak Suda sempat terdiam
sesaat, “Saya tidak bisa melupakan mereka”, begitulah ujar beliau, ketika itu
adalah pertemuan saya yang pertama dengan beliau. Karena itu saya bisa memahami
mengapa beliau bersikeras memperjuangkan orang-orang yang pernah terlibat dalam
pertempuran diera konfrontasi itu supaya diakui haknya dan mendapatkan SK agar
diakui sebagai veteran, menurut beliau banyak sekali diantara mereka yang tidak
atau belum mendapatkan hak yang layak dari negara atas jasa para pejuang
tersebut.
Diakhir percakapan saya, beliau sempat menguraikan
keinginannya, “semoga saja di Tanjung Selor ini di bangun tugu Dwikora, supaya
anak-anak muda ini bisa menghargai perjuangan nenek-nenek mereka sebelumnya
ini”, begitulah ujar beliau sambil tersenyum mengiringi salam perpisahan saya
dengan beliau sore tersebut. (zee)