Bila mau jujur, misi-misi yang banyak diemban oleh AU
Indonesia, tantangan berat bukan hanya datang dari luar, namun juga ancaman
sparatis yang dibekingi oleh kepentingan asing didalam negeri, andai saja saat
menghadapi TNA-GAM, petinggi AU mau lebih agresif seperti perwira AD yang
“menantang” PINDAD menghasilkan panser dalam negeri, mungkin saat ini PT. DI
sudah menciptakan prototipe pesawat anti gerilya buatan Indonesia.
Bercermin dalam
kasus Aceh
Belajar dari kasus, Hawk 109-209 yang dijegal oleh
Inggris beberapa tahun yang lalu, seharusnya dapat membuka mata kita bahwa
kepentingan asing seperti Inggris mudah saja melakukan hal tersebut dimasa
mendatang. Banyaknya tantangan contra insurgensi harusnya dapat menjawab
tantangan untuk mencipatakan peluang menghasilkan pesawat made in dalam negeri.
Salah satu sebab yang menjadi titik tolaknya adalah
belum sepenuhnya ada kepercayaan TNI AU kepada PT. DI untuk menghasilkan jenis
pesawat tersebut, parahnya lagi PT. DI seperti tak diberi kesempatan untuk
bergerak kearah tersebut.
Padahal sejarah telah menuliskan bahwa para ahli
penerbangan indonesia kala itu justru berhasil menciptakan pesawat latih dan
kontra gerilya sebelum diera pak BJ. Habibie berfokus pada pesawat angkut sipil
dan militer. Bahkan yang terbaru, PT.DI berhasil merakit pesawat turboprop KT- 1B Wong Bee
buatan korea di Bandung sebuah prestasi dan pengalaman yang cukup sebenarnya
untuk memberi kepercayaan pada industri penerbangan dalam negeri.
Kita butuh lebih
banyak lagi pesawat kontra gerilya made in anak negeri.
Memang saat ini kita sudah memiliki 4 dari 16 Super
Tucano yang akan masuk masa tugas, namun seperti yang kita ketahui, jumlah
tersebut jelas tak cukup, kita butuh kurang lebih 4 hingga 5 skuadron lagi
pesawat anti gerilya turboprop sejenis untuk misi pengawasan perbatasan dan
kontra gerilya. Brazil yang merupakan produsen Super Tucano saja sanggup
membeli pesawat anti gerilya miliknya dari berbagai varian hingga 300 unit
lebih, mengapa kita bisa berbuat untuk industri militer dalam negeri.
Bukankah kita bisa mencoba, soal kemampuan tak perlu
diragukan kita telah memiliki para ahli dibidangnya, selain PT. Dirgantara
Indonesia ada PT. Info Global misalnya berhasil menciptakan sisten avionik
dalam negeri yang sanggup meremajakan F-5 E Tiger dan Hawk, mengapa tak dicoba
ilmunya untuk berperan serta memproduksi pesawat gerilya dalam negeri?, jangan
sampai kita dibuat gigit jari sebab Negara jiran telah jauh-jauh hari membidik
perusahan avionik tersebut untuk memindahkan pabriknya disana. (Zee).
No comments:
Post a Comment