Friday, March 15, 2013

Analisis: Konflik Sabah, siapa yang diuntungkan?


(AB Malaysia, terperangkap dalam permainan politik tingkat tinggi)

Beberapa saat lalu kami diperbatasan dikejutkan oleh sebuah aksi heroik namun sia-sia oleh segelintir pengikut Sultan Sulu saat melakukan penyusupan ke Sabah, heroik karena ini mengulangi lagi konflik kolosal memperebutkan wilayah atas klaim sejarah sepotong wilayah borneo utara itu, Sia-sia karena yang dihadapi adalah negara yang tak akan mengalah untuk memberikan kembali sabah pada mereka.

Banyak pengamat yang mengatakan kejadian di Sabah sebenarnya adalah bentuk kegagalan dari intelejen negeri jiran tersebut untuk mengendus kedatangan penceroboh diwilayah mereka padahal kejadian seperti ini bukan hal baru, namun pertanyaan yang menarik bagi saya benarkah selugu itu dinas Intelejen yang menjadi rival bagi BIN itu? Benarkah kejadian ini adalah hanya menyisakan petaka bagi pemerintah malaysia?, benarkah tak ada arus besar sebuah permainan tingkat tinggi yang dimainkan disana?

Sekali tepuk lalat dan nyamok mati!

Rasanya terlalu naif bila kita menganggap apa yang terjadi pada konflik antara Malaysia dan Kesultanan Sulu versi keluarga Kiram hanyalah sebuah kejadian yang kebetulan nan sederhana, ijinkan saya sebagai orang perbatasan untuk melihat sisi lain yang mungkin tak terlalu kita pikirkan.

Sejatinya malaysia sudah memiliki masalah di sepotong wilayah paling timur malaysia yang kaya itu, cadangan gas, minyak, kayu dan sawit menjanjikan kemakmuran melimpah, namun nyatanya yang kembali ke Sabah tak sebesar yang itu, inilah yang menjadi masalah klasik di Sabah ketidaksukaan pada kerajaan tumbuh seiring waktu, ini bukan tak disadari oleh pemerintah Malaysia, laman-laman yang berhubungan dengan aspirasi rakyat sabah tentang keinginan menentukan nasib sendiri pelan tapi pasti mulai diberendel, selain itu gencarnya seruan slogan 1 Malaysia di Sabahpun bukan tak ada maksud, ingat Sabah secara kultural berbeda dengan semenanjung, pengkotak-kotakan ketuanan di Semanjung begitu kuat membelit rakyatnya, di Sabah tak seperti itu, terbukanya masyarakat yang lebih moderat menyisakan kritik dan rasa tak puas kalangan muda tentang sisitem yang berlaku dimana para bangsawan memenang hak istimewa dan rakyat jelata harus mematuhinya.

Pertemuan dan interaksi antar generasi muda ditapal batas Indonesia dan malaysia juga memberikan andil yang tak sedikit, ide-ide tentang demokrasi dan tak adanya hak istimewa akan golongan tertentu yang dilegalkan atas nama undang-undang cukup dirindukan oleh mereka.

Masalah lain yang juga membuat pusing pemerintah pusat adalah banyaknya pendatang dari Filipina selatan yang menetap di malaysia timur itu, orang Sulu atau Tausug sudah lama mendambakan negeri yang bebas dari cengkraman dan konflik jelas memilih Sabah yang luas itu untuk beranak pinak, orang Sulu yang menetap di malaysia juga menikmati kemewahan berupa sekolah yang berikan pada generasi mereka, pemikiran akan kembali pada sejarah kejayaan masa lalu membangkitkan keinginan menjadikan sabah sebagai tanah yang dijanjikan atas dasar sejarah, inilah yang sejatinya dikhawatirkan oleh pemerintah malaysia namun mereka tak bisa berbuat banyak.

Bila kita membuka kilas balik terhadap apa yang pernah dilakukan ahli propoganda Inggris Norman Reddaway memuluskan jalan bagi pemerintahan orde baru dikemudian hari dan operasi militer malaysia atas sabah yang dikenal dengan Operasi Daulat memiliki kemiripan yang sama, apa yang sama?, keduanya berjalan menunggangi arus yang terjadi dan menunggu moment tepat atas kesalahan yang dilakukan oleh rivalnya. 

Pencerobohan sabah yang dilakukan oleh pasukan sulu sudah pasti dihancurkan oleh militer malaysia sebagaimana upaya kudeta yang gagal oleh pasukan gerakan 30 September yang juga dengan cepat dihancurkan oleh TNI AD, pendiri orde baru itu tau bagaimana gerakan terjadi pada malam itu dan mengatasinya dengan tepat kurang dari 24 jam, pun demikian malaysia yang terkesan sengaja berlama-lama membiarkan para penyusup itu memasuki sabah. Apa yang diinginkan adalah sesuatu yang lebih besar dibaliknya. 

Dari awalpun pemerintah malaysia sudah tau pasti kebuntuan dalam perundingan itu, maka perundingan hanyalah “bahasa politik” untuk menambah jumlah serdadu serta mempersiapkan pembantaian yang “terpuji” bagi pengganas Sulu itu. Bukankah cara-cara yang sama pernah digunakan oleh Kolonial Belanda di Indonesia dulu. Dari sini kita bisa melihat penyusupan sabah yang dikatakan “petaka” oleh media jiran tersebut, nyatanya menjadi “berkah” yang tak terhingga bagi sebuah rencana besar yang ambisius.

Boleh saja PM Najid menepis tuduhan bahwa ada permainan “drama” disabah dengan mengatakan bahwa tak ada “pelakon” yang sanggup mempersembahkan dirinya untuk drama tersebut, namun Perdana Menteri orang politik bukan tak tau bahwa untuk mewujudkan ambisi besar kekuasaan pemerintah pusat di Sabah, pengorbanan yang dilakukan sepadan dengan hasilnya, harus ada “Wira” yang menjadi ikon untuk membangkit efek domino yang mengerikan, seperti politisasi atas gugurnya para jendral di masa 65, gugurnya para “Wira” ini juga dipolitisasi dengan hebat untuk menumbuhkan kegaduhan yang menguntungkan Barisan Nasional pada pemilu mendatang. 

Apa yang terjadi indonesia mengakibatkan banyaknya aksi perusakan dimasa 65, maka efek yang sama sejatinya juga dinginkan oleh segelintir para petinggi negeri jiran itu, yang pertama adalah bentuk intimidasi secara tak langsung pada rival politik dan masyarakat Sabah itu sendiri, banyaknya militer yang ditempatkan disabah yang konon katanya hingga 10 batalion itu menciptakan kesan angker menunjukan pada pribumi Sabah untuk tidak main-main dengan Putra Jaya, stabilnya sabah berarti stabilnya pemasukan devisa ke pemerintah pusat, karena satu hari saja ladang-ladang minyak dan kebun sawit itu terganggu, tak sedikit kerugian materil yang terjadi, lagi pula jelas sekali parusahaan-perusahaan barat yang menguras minyak sabah lebih senang mengatur perjanjian dengan pemerintah pusat ketimbang dengan wakil-wakil rakyat sabah yang mungkin saja dikemudian hari merugikan mereka. Cara-cara lama yang tak terlalu asing sebenarnya.

Efek kedua yang paling mengerikan sebenarnya adalah upaya sitematis untuk “mengurangi” jumlah orang-orang keturunan Sulu alias Tausug di Sabah, mengobarkan kebencian rakyat dan memanas-manasi angkatan bersenjata adalah cara efektif untuk melakukan pembersihan orang sulu di sabah, sebab bagaimanapun orang sulu yang memilki akar sejarah di Sabah, dan akar itu harus dicabut dan dibersihan dengan berbagai cara, bila tak bisa dengan cara baik, cara kasarpun jadi. 

Tak percaya? Lihat gelombang laporan yang masuk ke Filipina pasca Operasi Daulat, banyak orang-orang Sulu yang mengalami kekerasan fisik dan kejiwaan, bahkan orang yang tak ada hubungkait dengan pasukan sulupun, iklim media massa di malaysia menjadi “sahabat” yang manis untuk mewujudkan pembersihan sitematis tersebut, contohnya adalah pembunuhan terhadap imam keturunan sulu yang menjadi pemicu meluasnya kemarahan keturunan Sulu di Sabah, adakah media mewartakannya, pun demikian terhadap penembakan remaja keturunan sulu serta penangkapan orang-orang yang diduga informan sulu, tak tanggung-tanggung yang diwartakan media hanya 33 orang, itu belum termasuk yang tak disampaikan media, belum lagi tekanan yang dilakukan Angkatan Bersenjata bagi jurnalis asing agar menggunakan istilah Pengganas, teroris dan bukan kata “pejuang” bagi pasukan Sulu di Sabah, muaranyapun sudah jelas yaitu membangkitkan efek kemarahan publik sehingga makin “bersihlah” tangan para politikus dinegeri itu terkait konflik sulu. Lagipula tindakan ini legal di malaysia karena mereka punya undang-undang keamanan (ISA) yang membolehkan dan mewajarkan hal tersebut.

Lagi-lagi aktivis HAM barat tak bersuara ketika pemboman yang dilakukan lewat udara dan artileri darat menghujam segelintir orang yang bertahan itu, jelas sekali ada kesan pembersihan yang kuat terasa, diamnya dunia dan penggiat HAM makin memperjelas apa yang terjadi dinegara itu dan siapa yang mendukung kebijakan-kebijakan tersebut.

Drama masih terus saja terjadi di Sabah dan nampaknya kita sudah bisa melihat babak akhirnya, yang jelas cengkraman Putra Jaya  akan semakin kuat dan tak terbantahkan di Sabah, pesan yang disampaikan malaysia juga cukup kuat untuk menggertak Indonesia dengan melakukan penambahan jumlah pasukan di tapal batas, apapun resiko yang terjadi dimasa depan, kita harus bersiap, akankah menjadi pelakon utama yang bahagia sentosa atau menjadi korban permainan licik yang tak mengenal batas kemanusiaan itu.  (zee)   

No comments:

Post a Comment