Wednesday, March 27, 2013

Menilik Projek Masa Depan Malaysia di tapal batas Kaltara – Sabah.


 (Scan Eagle, kabarnya sudah dilirik AB Malaysia untuk ditempatkan di perbatasan)

Satu pertanyaan yang menarik bagi saya adalah, apakah yang akan dilakukan jiran kita itu pasca pencerobohan yang memakan jiwa tak sedikit tersebut, jelas mereka tak bodoh dengan membuat kesalahan yang sama kali ini, bisik-bisik tetangga konon kabarnya jiran sebelah tengah menyiapkan projek pertahanan masa depan yang ditumpukan dalam memperlebar kemampuan pengawasan baik mata di darat, laut dan udara, dan yang terakhir ini menurut kabar angin tengah gencar-gencarnya dipersiapkan.

Memperkuat mata di langit.

Para ahli kedirgantaraan malaysia paham betul sulitnya bersaing dengan Indonesia manakala berhubungan dengan teknologi rancang bangun pesawat angkut seperti medium lifter CN-295 maupun pesawat patroli maritim berbasis CN-212 dan CN-235, maka kerja keras mereka mulai ditumpukan pada pengembangan yang cukup gencar digalakan di bidang pesawat mata-mata nir awak alias UAV, entah dengan membeli dari luar, dapat lisensi maupun upaya mencoba merancang sendiri, jelas sekali yang satu ini menjadi bagian dari future soldier yang mereka miliki.

Konflik sabah yang baru saja terjadi beberapa waktu lalu membuka mata jiran tersebut, betapa luasnya garis pantai perairan sabah yang berlekuk-lekuk itu menjadi masalah rumit dikemudian hari bila tak dimbangi dengan peningkatan pengawasan terhadapnya. Maka pengembangan pesawat mata-mata nir awak akan menjadi solusi jitu bagi jiran tersebut. Sebagaimana yang kita ketahui Malaysia sudah melakukan manuver yang mengancam dengan mengirim dua buah kapal selam kebanggan mereka di teluk Spanggar Sabah, ini tak hanya ditujukan untuk Indonesia semata namun juga mejadi warning bagi Filipina.

Namun tentu saja pengerahan kapal selam yang masuk kategori operasi kelas berat pasti akan memicu keluarnya kekuatan militer kedua negara yang bersempadan dengan mereka dari sarangnya, pemerintah Malaysia jelas dibuat galau jika itu terjadi, di darat mata mereka terhalang, khususnya diperbatasan Sabah dengan Kaltara, dimana TNI makin menumpuk disepanjang perbatasan dua negara itu, pun demikian dengan pengawasan mata di langit, peristiwa kepergoknya CN-235 TUDM yang kabur ketika disergap oleh CN-212 Indonesia diperbatasan dua negara menjadi pelajaran berharga bagi jiran sebelah untuk berhati-hati mengerahkan aset udaranya yang satu itu, maka jelas sekali dengan tidak mengendurnya penambahan aset militer di Sabah, UAV yang dianggap lebih mungil akan menjadi salah satu prioritas menjadi alat pengawasan dari udara.

Masalahnya adalah, jiran kita ini sudah cukup dikenal agak sedikit nakal dengan sengaja mencoba-coba aset militernya melewati batas wilayah kedaulatannya, Indonesia pernah merasakan sengatan tersebut dan sempat pula memberikan pelajaran yang patut bagi mereka. Beberapa tahun lalu misi pencerobohan mereka kerap dilakukan lewat laut maupun udara. Peningkatan kekuatan militer baik dilakukan oleh Indonesia yang mulai ditumpukan diutara kalimantan dan Filipina yang menggeser aktivitas kekuatan militernya kedaerah selatan jelas sekali akan mengundang keingintahuan pihak Malaysia. Maka tak heran akan sangat mungkin secara ilegal aset-aset militer yang mungil seperti itu akan diarahkan lebih jauh masuk ke wilayah Indonesia ataupun Filipina.  

Mata dibalas dengan mata.

Pemerintah Indonesia bukan tak bisa membaca arah yang satu ini, dengan melakukan modernisasi kekuatan udara dan memasukan PUNA sebagai rancangan kekuatan militer masa depan akan menjadi  jawaban jitu untuk misi pengawasan di tapal batas, tak tanggung-tangung dalam tahap awal saja ditempat 1 skuadron PUNA di Kalbar, kemudian di Kaltara, bandar udara Juata Tarakan diperkuat sebagai pangkalan aju bagi pesawat-pesawat tempur patroli baik dari TNI AU maupun pesawat-pesawat maritim patrol dari TNI AL.

Namun tentu saja kita masih memerlukan skudron intai di perbatasan Sabah dan kaltara. Sehingga dimasa depan paling tidak untuk mengkover perbatasan yang memanjang dari Kuching hingga Tawau butuh lebih dari 1 Skuadron PUNA. Tentang pengawasan melalui radar, rasanya kita masih perlu menambah lagi satuan radar untuk mengkover wilayah gelap yang mungkin saja dimanfaatkan oleh pihak-pihak luar. 

Dibalik hal itu, kekuatan pemukul seperti satuan artileri udara harus segera di tarik dikawasan berdekatan diperbatasan, bagaimanapun kita tak akan punya toleransi terhadap segala jenis pelanggaran kedaulatan baik yang dilakukan oleh kapal maupun pesawat patroli maritim, apalagi jika dilakukan oleh UAV yang sudah masuk kategori ilegal bila masuk ke wilayah NKRI, tak ada pilihan lain kecuali harus di tembak jatuh ditempat. (zee). 

No comments:

Post a Comment