(Kartika roket militer awal racikan para ahli Indonesia)
Berbicara mengenai tekhnologi rudal
militer, Indonesia sesungguhnya bukan negara baru dalam hal itu, bahkan sejarah
bangsa ini merupakan salah satu pengembang rudal militer potensial terbukti
Indonesia di tahun 1960-an pernah meluncurkan roket eksperimental kartika
sekaligus yang pertama di Asia Tenggara.
Hikayat Rudal dan Roket militer Indonesia.
Tak ada negara dibelahan bumi selatan
ini yang tak mengakui betapa superiornya Indonesia di tahun 1960-an, bahkan
Asutralia yang begitu superior di mandala Kalimantan saat perebutan
ladang-ladang minyak tahun 1940-an tak berkutik menghadapi gertakan Indonesia
yang juga membuat Belanda angkat kaki dari Irian barat.
Salah satu arsenal gahar dimasa itu
adalah rudal militer yang memang menjadi prioritas utama angkatan bersenjata
Indonesia kala itu. Rudal-rudal militer mutakhir dan memiliki efek deterant
tinggi saat itu memang lebih banyak berinduk di kalangan Angkatan Udara dan
Angkatan laut Indonesia, sebut saja diantaranya SA-2, Kennel dan Styx yang
menjadi momok bagi pihak-pihak yang mencoba mengganggu kedaulatan negara
Republik Indonesia ini.
SAM (Surface to Air Missile)-75,
misalnya untuk Asia Tenggara hanya Indonesia dan Vietnam yang memilikinya rudal
penghancur pesawat tempur ini. rudal-rudal disebar di titik penting memagari
ibu kota saat itu. Belum lagi rudal Kennel yang digotong oleh TU-16 membuat
bomber legendaris itu ditakuti, pun demikian dengan Styx walau tak sempat
digunakan namun efek deteran selepas insiden serangan Angkatan laut India ke
panggalan Angkatan Laut pakistan di karachi tahun 70-an menaikan efek gentar
bagi Komar Class pengusung rudal bongsor legendaris itu.
Ambisi indonesia untuk memiliki rudal
pertahanan yang mumpuni rupanya sempat membuat bulu kuduk pimpinan NATO itu
merindik, roket eksperimental Kartika yang diluncurkan di era Ir. Soekarno
meneguhkan keinginan Amerika untuk menggusur kepala negara kharismatik asal
indonesia itu.
Sampai-sampai sebuah laporan kawat
diplomatik menyebutkan bahwa relasi Indonesia –Cina (Sino-Indo) tengah mengembangkan
peluru-peluru kendali nuklir yang siap meledak dikawasan Asia tenggara. Tentu
saja laporan itu terkesan berlebihan, namun kekhawatiran transper tekhnologi
Cina yang mendapat lisensi dari Rusia mau tak mau membuat barat tak mampu
menyembunyikan ketakutan atas kemajuan teknologi militer kedepan.
(SAM momok sekutu dimasa lalu)
Faktanya kemampuan militer Indonesia
yang khususnya berhubungan dengan rudal memang menjadi andalan kedua matra baik
angkatan laut dan udara Indonesia yang dimata pengamat barat lebih pro-Soviet
dari pada Angkatan Darat yang dianggap dekat dengan Amerika. Bagi Amerika dan
sekutunya, satu-satunya jalan untuk mencegah penguasaan persenjataan tingkat
tinggi tersebut adalah melengserkan Bung Karno, hal itu memang terjadi. Setelah
era Sukarno berakhir dan digantikan oleh rezim Orde baru, Amerika nampaknya
puas dengan perkembangan tersebut.
Terbukti jauhnya Indonesia dari blok
timur seakan memupuskan keinginan memiliki tekhnologi rudal mutakhir yang dapat
menggoyang keseimbangan kekuatan milier di Asia Tenggara. Sebagai gantinya
Amerika dan sekutunya yang tergabung dalam NATO memberikan pilihan agar
indonesia membeli persenjataan dari blok barat yang kapanpun dapat dikontrol
melalui kebijakan embargo militer.
Memang benar bahwa dimasa pak Harto
LAPAN yang sebagai institusi resmi ujung tombak dari penelitian dan
pengembangan rudal militer lebih difokuskan pada pengindraan jauh, namun tak
berarti tak ada usaha untuk mengusai teknologi mutakhir tersebut, terbukti
dimasa sang Jendral besar itu Indonesia pernah melakukan proyek jangka panjang
yang diberi kode “Proyek Menang”, yang dimaksud untuk mengusai tekhnologi roket
jangka panjang yang dikerjakan oleh PT. Dirgantara Indonesia yang berhasil
menetaskan roket FFAR serta Torpedo untuk kebutuhan Kapal Selam Indonesia,
namun tetap saja dibawah pengawasan ketat negara-negara NATO.
Ambisi lama bersemi kembali
Bagai membangunkan macan yang tidur,
begitulah kiranya sejak sengketa wilayah dan embargo militer yang diterapkan
oleh barat berujung pada kembalinya ambisi Indonesi untuk memiliki kekuatan
militer yang mumpuni.
Kali ini LAPAN langsung mengambil
alih ujung tombak pengusaaan rudal-rudal jarak jauh masa depan Indonesia ini. Cetak
biru roket-roket eksperimental yang lama di rahasiakan dan disimpan oleh LAPAN
mulai dikeluarkan dari lemari besinya. Satu demi satu roket-roket tersebut
mulai di uji coba dan hasil memang tidak mengecewakan.
Pucuk di cinta ulampun tiba,
keinginan mengembangkan roket militer nasional, cikal bakal rudal-rudal besar
tersebut mendapat perhatian serius dari pemerintah, khususnya dalam lima tahun
belakangan ini. langkah nyata dari Mehan Purnomo yang melobi Cina untuk berbagi
ilmu peroketan memang patut diacungi jempol, hanya soal waktu saja Indonesia
dan Cina akan memproduksi bersama rudal C-705 yang saat ini banyak bersarang
pada kapal-kapal angkatan laut Indonesia. Selain berkiblat ke cina, Indonesia
juga melengkapi diri dengan Rudal yakhotn dari Rusia yang disebut-sebut
pengamat asing sebagai bagian dari superioritas Angkatan Laut Indonesia.
Di dalam negeri sendiri Indonesia tak
kalah genjar menggenjot teknologi rudalnya terbukti beberapa saat yang lalu
bangsa ini mulai melansir roket ekperimental R-Han jarak 100 km, belum cukup
Asia Tenggara kembali dikejutkan dengan peluncuran roket jarak 400 hingga 500
km, wajar saja roket yang bakal menjadi peluru kendali ini menjadi buah bibir
dimasyarakat karena Indonesia sudah memiliki salah satu rudal modern Yakhont
yang jaraknya 300 km, artinya ada kemajuan dalam pengembangan roket tersebut
dan hanya tinggal menyempurnkan sistem pemandunya saja. Bayangkan saja jika
jarak R-Han di lecut sejauh hingga 700 km dan disarangkan pada peluncur
bersifat mobil seperti yakhont yang bersarang pada kapal perang Van Spinjk
Class, efek deternd nya akan sangat besar sekali.
Apakah pengembangan tersebut hanya
mimpi? Tentu saja tidak, jalan ke arah tersebut sudah terbuka lebar, transper
teknologi roket seperti sistem pemandu, penyempurnaan bahan bakar roket dan
sebagainya akan masuk dalam genggaman para ahli roket nasional kita, kita hanya
tinggal mengembangkan saja dan menciptakan varian-varian tersebut sesuai
kebutuhan militer dalam negeri.
Ambisi memiliki kemampuan rudal-rudal
pertahanan tersebut selayaknya tak berhenti pada pengembangan rudal darat ke
darat saja, namun juga harus diarahkan
pada pengembangan rudal darat ke udara dan udara-ke udara ( Air to Air) untuk
mengisi koleksi arsenal pesawat-pesawat militer kita. Indonesia telah
menciptakan bom untuk sukhoi-sukhoi miliknya, sudah selayaknya juga dimbangi
dengan persenjataan rudal yang mumpuni. Jika sudah demikian jiran-jiran nakal
indonesia akan berpikir berpuluh kali bila ingin mengganggu wilayah kedaulatan
Indonesia tercinta ini. (Zee).