(KRI Ajak, pengusung torpedo andalan Indonesia)
Istilah KCT a.k Kapal Cepat Torpedo memang nampaknya tak sebegitu benderang
di banding sepupu dekatnya Kapal Cepat Rudal alias KCR yang di bangun oleh
indonesia baik varian 40 m, 57 m dan yang terbaru 60 m. Padahal dalam
sejarahnya jauh sebelum keberadaan Komar Class sang pemanggul rudal Styk yang
muncul dipermukaan tahun 60-an, Indonesia diawal-awal persiapan trikora justru
mengandalkan kapal cepat torpedo, tiga diantaranya terlibat dalam pertempuran
legendaris yang merubah jalannya sejarah atas penguasaan Belanda di tanah
keramat papua.
Macan Tutul Class, KCT generasi
pertama Indonesia.
KRI Macan tutul yang tak lain merupakan MTB (Motor Torpedo Boat) memang
bukan tandingan kapal-kapal perang Belanda diawal-awal masa Tri kora berkibar,
terlebih lagi kapal-kapal buatan Jerman Barat itu memang tidak di rancang
membawa banyak kru untuk aksi infiltrasi, namun sebagai kapal tempur pengusung
torpedo.
Sayangnya saat paket pembelian dari Jerman Barat yang sesungguhnya di
ikuti paket terpedo ternyata disekat oleh pihak Nato, maklumlah sebagai negara
yang baru saja menderita kekalahan perang, masternya torpedo ini di tekan untuk
tidak menciptakan senjata bawah air yang mematikan tersebut, namun jika ingin
membeli peluru torpedo ini harus lewat persetujuan Inggris sebagai pemasoknya,
alhasil Inggris yang berpihak kepada Belanda tentunya tak akan mengijinkan Motor
Torpedo Boat Indonesia itu dijejali dengan Torpedo barang sebijipun saking
sulitnya mendatangkan dari pihak barat.
Jadilah kapal pengusung terpedo ini beralih fungsi menjadi kapal cepat
yang disiapkan untuk infiltrasi dengan hanya bersenjatakan sebuah meriam Bofors
40 mm dan dua buah armament pendukung senjata berat 12,7 mm.
Dalam hikayat Angkatan Laut Indonesia, sebuah peristiwa paling bersejarah
dimasa Trikora berkobar adalah gugurnya
Komodor Yos Sudarso dan para awak KRI Macan Tutul di sekitar perairan Aru.
Peristiwa yang awalnya kompeni Belanda dianggap sebagai sebuah kemenangan manis
justru berbuah pahit pada akhirnya.
Indonesia mempercepat modernisasi militer, diantaranya mendatangkan 12
kapal selam Whiskey Class dari USSR plus dengan terpedo terbaik dimasanya,
50-SEAT sehingga kapal-kapal perang Belanda di buat pulang kandang dan sebagian
dibawa kabur ke Australia untuk menghindari aksi pembalasan sejak insiden di
Laut Aru tersebut.
Kapal Cepat Torpedo Dalam Armada
Militer Indonesia.
Walaupun pamor kapal cepat torpedo sempat pasang surut, sejatinya kapal
tempur kelas ini masih menjadi andalan utama bagi armada kapal perang
indonesia, bahkan dimasa alm Pak Harto, kapal-kapal perang torpedo ini menjadi
salah satu ujung tombak penting mengingat stok armamennya berupa torpedo secara
membanggakan telah berhasil di buat sendiri oleh anak bangsa melalui PT.
Dirgantara Indonesia.
Dalam hikayat, torpedo yang diproduksi oleh PT. DI erat kaitannya dengan
kedatangan dua buah Kapal Selam indonesia yakni KRI Cakra dan Kri Nanggala.
Indonesia menginginkan kemandirian torpedo sehingga membeli lisensi oleh pihak
AEG (Allgemeine Elektrizitäts-Gesellschaft, General Elictriccity Company) Jerman, PT. DI
mulai memproduksi SUT (Surface and Underwater Target) Torpedo di Kawasan
Produksi V di Pulau Madura sebanyak 100 buah. Hebatnya lagi produksi SUT
Torpedo menyerap tenaga kerja sebanyak 399 orang.
PT. DI membuat dua varian SUT Torpedo, latihan dan perang. Khusus varian
latihan baterai torpedo dapat diisi ulang. Satu kali isi ulang dapat digunakan
10 hingga 15 kali latihan. Sedangkan varian perang tidak ada informasi yang
detil dari PT. DI daya tahan baterainya. Akan tetapi umur baterai dapat
diperpanjang, jika usia pakainya terlewati. ini membuat nyawa dari SUT Torpedo
menjadi lebih lama.
Panjang SUT Torpedo dengan kasket 6620 mm, sedangkan tanpa kasket 6150
mm. Berat torpedo varian perang 1413.6 kg, varian latihan 1224 kg. Dengan
membawa hulu ledak seberat 225 kg SUT Torpedo mampu mengkaramkan sebuah
frigate. Jarak jangkau SUT Torpedo 38 km dengan kemampuan menyelam hingga 100
m.
Menurut penulis sebaiknya lini produksi torpedo Indonesia dilakukan
upgread kemampuan dengan menambah lisensi torpedo dari berbagai jenis sehingga
perkembangan torpedo Indonesia menjadi lebih berkembang.
Tak hanya itu ada baiknya lini produksi torpedo dan rudal yang akan
dikembangkan bersama antara Indonesia dan Cina seperti C-705 dilakukan oleh PT.
Dirgantara Indonesia yang secara sarana prasarana menurut penulis lebih siap
karena ditunjang pengalaman dalam menciptakan roket FFAR dan Torpedo. Membangun
pabrik baru rasanya kurang pas, lebih baik memberdayakan PT. DI yang telah
perpengalaman.
Dalam persiapan menghadapi perang bawah air, Indonesia boleh berbangga
diri karana telah menciptakan setidaknya empat buah armada KCT hasil racikan
PT. PAL Indonesia. Kapal-kapal perang tersebut terangkum dalam ANDAU CLASS
yakni, KRI Andau (650), KRI Singa (651), Kri Tongkak (652) dan KRI Ajak
(653) ke empat KRI ini termasuk dalam
seri FPB-57 Nav II yang mana sebagian lambung kapal dan peralatannya dibuat di
Lurssen, Jerman, dan dipasang di PT. PAL, Surabaya.
Kapal-kapal perang ini memiliki tugas sebagai elemen pemukul musuh, baik
di permukaan maupun bawah permukaan (ASW - Anti Submarine Warfare) termasuk sebagai
kapal pendeteksi anti-kapal selam.
Soal kemampuan tak perlu diragukan lagi, kapal-kapal ini dilengkapai
dengan armament Dua buah tabung
peluncur torpedo 533 millimetre (20,98 in), dibekali dengan torpedo berpemandu
AEG SUT (Surface & Underwater Target) yang pada kecepatan 23 knot torpedo
ini dapat menghantam target berjarak 28 km, tak cukup dengan itu KCT ini
dilengkapi pula Satu Meriam Bofors SAK 57/70 berkaliber 57mm dengan kecepatan
tembakan 200 rpm, jangkauan 17 Km untuk target permukaan dan udara dengan
pemandu tembakan Signal LIROD Mk. 2.
Kemudian satu lagi Meriam Bofors SAK 40/70 berkaliber
40mm dengan kecepatan tembakan 300 rpm, jangkauan 12 Km untuk target permukaan
dan udara. Terakhir dua kanon kembar Penangkis Serangan Udara (PSU) Rheinmetall
kaliber 20mm dengan kecepatan tembakan 1000 rpm, jangkauan 2 km untuk target
udara.
Senjata saja tentu tak cukup, kapal kebanggan negara
ini dilengkapi pula dengan berbagai peralatan sensor elektronik seperti; Sonar
PHS-32 hull mounted MF, Pengontrol tembakan DR-2000 S3 intercept, Radar
permukaan Racal Decca/Signaal Scout, serta Pengumpan (Countermeasures) Dagie
decoy RL.
Keseluruhannya didedikasikan pada kerja keras dan semangat anak bangsa
untuk menciptakan kemandirian pertahanan negara. (Zee)