(Scan Eagle, kabarnya sudah dilirik AB Malaysia untuk ditempatkan di perbatasan)
Satu
pertanyaan yang menarik bagi saya adalah, apakah yang akan dilakukan jiran kita
itu pasca pencerobohan yang memakan jiwa tak sedikit tersebut, jelas mereka tak
bodoh dengan membuat kesalahan yang sama kali ini, bisik-bisik tetangga konon
kabarnya jiran sebelah tengah menyiapkan projek pertahanan masa depan yang
ditumpukan dalam memperlebar kemampuan pengawasan baik mata di darat, laut dan
udara, dan yang terakhir ini menurut kabar angin tengah gencar-gencarnya
dipersiapkan.
Memperkuat mata di langit.
Para
ahli kedirgantaraan malaysia paham betul sulitnya bersaing dengan Indonesia
manakala berhubungan dengan teknologi rancang bangun pesawat angkut seperti
medium lifter CN-295 maupun pesawat patroli maritim berbasis CN-212 dan CN-235,
maka kerja keras mereka mulai ditumpukan pada pengembangan yang cukup gencar
digalakan di bidang pesawat mata-mata nir awak alias UAV, entah dengan membeli dari luar, dapat
lisensi maupun upaya mencoba merancang sendiri, jelas sekali yang satu ini
menjadi bagian dari future soldier yang mereka miliki.
Konflik
sabah yang baru saja terjadi beberapa waktu lalu membuka mata jiran tersebut,
betapa luasnya garis pantai perairan sabah yang berlekuk-lekuk itu menjadi
masalah rumit dikemudian hari bila tak dimbangi dengan peningkatan pengawasan
terhadapnya. Maka pengembangan pesawat mata-mata nir awak akan menjadi solusi
jitu bagi jiran tersebut. Sebagaimana yang kita ketahui Malaysia sudah melakukan
manuver yang mengancam dengan mengirim dua buah kapal selam kebanggan mereka di
teluk Spanggar Sabah, ini tak hanya ditujukan untuk Indonesia semata namun juga
mejadi warning bagi Filipina.
Namun
tentu saja pengerahan kapal selam yang masuk kategori operasi kelas berat pasti
akan memicu keluarnya kekuatan militer kedua negara yang bersempadan dengan
mereka dari sarangnya, pemerintah Malaysia
jelas dibuat galau jika itu terjadi, di darat mata mereka terhalang, khususnya diperbatasan
Sabah dengan Kaltara, dimana TNI makin menumpuk disepanjang perbatasan dua
negara itu, pun demikian dengan pengawasan mata di langit, peristiwa
kepergoknya CN-235 TUDM yang kabur ketika disergap oleh CN-212 Indonesia
diperbatasan dua negara menjadi pelajaran berharga bagi jiran sebelah untuk berhati-hati
mengerahkan aset udaranya yang satu itu, maka jelas sekali dengan tidak
mengendurnya penambahan aset militer di Sabah, UAV yang dianggap lebih mungil
akan menjadi salah satu prioritas menjadi alat pengawasan dari udara.
Masalahnya
adalah, jiran kita ini sudah cukup dikenal agak sedikit nakal dengan sengaja
mencoba-coba aset militernya melewati batas wilayah kedaulatannya, Indonesia
pernah merasakan sengatan tersebut dan sempat pula memberikan pelajaran yang patut bagi
mereka. Beberapa tahun lalu misi pencerobohan
mereka kerap dilakukan lewat laut maupun udara. Peningkatan kekuatan militer
baik dilakukan oleh Indonesia yang mulai ditumpukan diutara kalimantan dan
Filipina yang menggeser aktivitas kekuatan militernya kedaerah selatan jelas
sekali akan mengundang keingintahuan pihak Malaysia. Maka tak heran akan sangat
mungkin secara ilegal aset-aset militer yang mungil seperti itu akan diarahkan
lebih jauh masuk ke wilayah Indonesia ataupun Filipina.
Mata dibalas dengan mata.
Pemerintah
Indonesia bukan tak bisa membaca arah yang satu ini, dengan melakukan modernisasi
kekuatan udara dan memasukan PUNA sebagai rancangan kekuatan militer masa depan
akan menjadi jawaban jitu untuk misi
pengawasan di tapal batas, tak tanggung-tangung dalam tahap awal saja ditempat
1 skuadron PUNA di Kalbar, kemudian di Kaltara, bandar udara Juata Tarakan
diperkuat sebagai pangkalan aju bagi pesawat-pesawat tempur patroli baik dari
TNI AU maupun pesawat-pesawat maritim patrol dari TNI AL.
Namun
tentu saja kita masih memerlukan skudron intai di perbatasan Sabah dan kaltara.
Sehingga dimasa depan paling tidak untuk mengkover perbatasan yang memanjang
dari Kuching hingga Tawau butuh lebih dari 1 Skuadron PUNA. Tentang pengawasan
melalui radar, rasanya kita masih perlu menambah lagi satuan radar untuk
mengkover wilayah gelap yang mungkin saja dimanfaatkan oleh pihak-pihak luar.
Dibalik
hal itu, kekuatan pemukul seperti satuan artileri udara harus segera di tarik
dikawasan berdekatan diperbatasan, bagaimanapun kita tak akan punya toleransi
terhadap segala jenis pelanggaran kedaulatan baik yang dilakukan oleh kapal maupun pesawat
patroli maritim, apalagi jika dilakukan oleh UAV yang sudah masuk kategori
ilegal bila masuk ke wilayah NKRI, tak ada pilihan lain kecuali harus di tembak
jatuh ditempat. (zee).