Wednesday, March 27, 2013

Menilik Projek Masa Depan Malaysia di tapal batas Kaltara – Sabah.


 (Scan Eagle, kabarnya sudah dilirik AB Malaysia untuk ditempatkan di perbatasan)

Satu pertanyaan yang menarik bagi saya adalah, apakah yang akan dilakukan jiran kita itu pasca pencerobohan yang memakan jiwa tak sedikit tersebut, jelas mereka tak bodoh dengan membuat kesalahan yang sama kali ini, bisik-bisik tetangga konon kabarnya jiran sebelah tengah menyiapkan projek pertahanan masa depan yang ditumpukan dalam memperlebar kemampuan pengawasan baik mata di darat, laut dan udara, dan yang terakhir ini menurut kabar angin tengah gencar-gencarnya dipersiapkan.

Memperkuat mata di langit.

Para ahli kedirgantaraan malaysia paham betul sulitnya bersaing dengan Indonesia manakala berhubungan dengan teknologi rancang bangun pesawat angkut seperti medium lifter CN-295 maupun pesawat patroli maritim berbasis CN-212 dan CN-235, maka kerja keras mereka mulai ditumpukan pada pengembangan yang cukup gencar digalakan di bidang pesawat mata-mata nir awak alias UAV, entah dengan membeli dari luar, dapat lisensi maupun upaya mencoba merancang sendiri, jelas sekali yang satu ini menjadi bagian dari future soldier yang mereka miliki.

Konflik sabah yang baru saja terjadi beberapa waktu lalu membuka mata jiran tersebut, betapa luasnya garis pantai perairan sabah yang berlekuk-lekuk itu menjadi masalah rumit dikemudian hari bila tak dimbangi dengan peningkatan pengawasan terhadapnya. Maka pengembangan pesawat mata-mata nir awak akan menjadi solusi jitu bagi jiran tersebut. Sebagaimana yang kita ketahui Malaysia sudah melakukan manuver yang mengancam dengan mengirim dua buah kapal selam kebanggan mereka di teluk Spanggar Sabah, ini tak hanya ditujukan untuk Indonesia semata namun juga mejadi warning bagi Filipina.

Namun tentu saja pengerahan kapal selam yang masuk kategori operasi kelas berat pasti akan memicu keluarnya kekuatan militer kedua negara yang bersempadan dengan mereka dari sarangnya, pemerintah Malaysia jelas dibuat galau jika itu terjadi, di darat mata mereka terhalang, khususnya diperbatasan Sabah dengan Kaltara, dimana TNI makin menumpuk disepanjang perbatasan dua negara itu, pun demikian dengan pengawasan mata di langit, peristiwa kepergoknya CN-235 TUDM yang kabur ketika disergap oleh CN-212 Indonesia diperbatasan dua negara menjadi pelajaran berharga bagi jiran sebelah untuk berhati-hati mengerahkan aset udaranya yang satu itu, maka jelas sekali dengan tidak mengendurnya penambahan aset militer di Sabah, UAV yang dianggap lebih mungil akan menjadi salah satu prioritas menjadi alat pengawasan dari udara.

Masalahnya adalah, jiran kita ini sudah cukup dikenal agak sedikit nakal dengan sengaja mencoba-coba aset militernya melewati batas wilayah kedaulatannya, Indonesia pernah merasakan sengatan tersebut dan sempat pula memberikan pelajaran yang patut bagi mereka. Beberapa tahun lalu misi pencerobohan mereka kerap dilakukan lewat laut maupun udara. Peningkatan kekuatan militer baik dilakukan oleh Indonesia yang mulai ditumpukan diutara kalimantan dan Filipina yang menggeser aktivitas kekuatan militernya kedaerah selatan jelas sekali akan mengundang keingintahuan pihak Malaysia. Maka tak heran akan sangat mungkin secara ilegal aset-aset militer yang mungil seperti itu akan diarahkan lebih jauh masuk ke wilayah Indonesia ataupun Filipina.  

Mata dibalas dengan mata.

Pemerintah Indonesia bukan tak bisa membaca arah yang satu ini, dengan melakukan modernisasi kekuatan udara dan memasukan PUNA sebagai rancangan kekuatan militer masa depan akan menjadi  jawaban jitu untuk misi pengawasan di tapal batas, tak tanggung-tangung dalam tahap awal saja ditempat 1 skuadron PUNA di Kalbar, kemudian di Kaltara, bandar udara Juata Tarakan diperkuat sebagai pangkalan aju bagi pesawat-pesawat tempur patroli baik dari TNI AU maupun pesawat-pesawat maritim patrol dari TNI AL.

Namun tentu saja kita masih memerlukan skudron intai di perbatasan Sabah dan kaltara. Sehingga dimasa depan paling tidak untuk mengkover perbatasan yang memanjang dari Kuching hingga Tawau butuh lebih dari 1 Skuadron PUNA. Tentang pengawasan melalui radar, rasanya kita masih perlu menambah lagi satuan radar untuk mengkover wilayah gelap yang mungkin saja dimanfaatkan oleh pihak-pihak luar. 

Dibalik hal itu, kekuatan pemukul seperti satuan artileri udara harus segera di tarik dikawasan berdekatan diperbatasan, bagaimanapun kita tak akan punya toleransi terhadap segala jenis pelanggaran kedaulatan baik yang dilakukan oleh kapal maupun pesawat patroli maritim, apalagi jika dilakukan oleh UAV yang sudah masuk kategori ilegal bila masuk ke wilayah NKRI, tak ada pilihan lain kecuali harus di tembak jatuh ditempat. (zee). 

Sunday, March 24, 2013

Menyikapi tertundanya Projek KFX Indonesia.


(Pesawat N-219, salah satu projek masa depan Indonesia yang masih harus diwujudkan)

Beberapa saat yang lalu kita disibukan dengan pemberitaan penundaan projek KFX oleh Korea Selatan, tentu saja penundaan ini memberikan dampak psikologis yang tak kecil mengingat hasrat Indonesia untuk memiliki jet tempur pejuang generasi ke lima itu. 

Sejatinya penundaan tersebut haruslah disikapi dengan bijak dan kepala dingin, jangan sampai karena nila setitik rusak susu sebelanga, karena penundaan Projek KFX, maka tertunda pula hasrat memiliki, korvet, kapal selam, helikopter serang Gendiwa, N-219, R-80 dan kendaraan tempur Anoa Canon 20 dan 90 mm dimasa mendatang.

Masih banyak projek masa depan yang harus digarap.

Tentu saja penundaan KFX dapat memberikan dampak yang tak kecil terhadap banyak sekali projek masa depan indonesia, namun penundaan bukan berarti akhir dari projek masa depan pesawat genersi ke lima itu, para ahli yang dikirim sebagai bagian dari Design Center projek KFX juga ketiban durian runtuh berupa cetak biru pengembangan pesawat tempur tersebut, jadi salah besar bila “pengeritik” dari dewan rakyat Indonesia itu mengatakan negeri ini mengalami kerugian, bukankah ilmu yang mahal itu menjadi keuntungan tersendiri mengingat desain bangun pesawat tempur hanya segelintir negara yang bisa memilikinya?!. 

Lagipula bila tenggelam dalam kekesalan terhadap penundaan tersebut tak akan ada habisnya, Indonesia masih punya banyak projek masa depan yang harus direalisasikan misalnya dibidang pertahanan kelautan yaitu mempercepat dan mengawal projek kapal selam dan korvet nasional hasil kerjasama dengan Belanda dan Korsel tersebut, jangan sampai sebuah keputusan politis sepihak membuyarkan apa yang sudah dirintis tersebut.

Hal yang sama juga dibidang dirgantara, projek KFX jelas bukan satu-satunya, ambisi menjadikan Indonesia sebagai kekuatan dirgantara yang diperhitungkan dikawasan, dan ambisi itu sendiri tak akan pernah padam, maka mulailah dengan bidang sudah dikuasai betul, kita masih punya pekerjaan rumah untuk menyelesaikan desain atau purwarupa N-219 dan Gendiwa agar tak hanya sampai pada bentuk prototipe namun juga masuk dalam produksi masal, sehingga apa yang kita mulai tak dianggap sebelah mata baik oleh pengkritik dalam negeri maupun jiran kita diluar sana. Jangan sampai apa yang telah susah payah dimulai hanya berujung pada brosur dan maket saja.

N-219 misalnya, bila diproduksi masal akan dapat menjadi jembatan udara yang memudahkan mobilitas manusia dan barang untuk mewujudkan perkembangan ekonomi dikawasan-kawasan yang belum sepenuhnya terjamah pesawat-pesawat berbadan besar, dengan segala pengalaman yang ada, tak perlu disangsikan lagi kemampuan anak bangsa dalam menciptakan pesawat baling-baling 19 seat tersebut. Lagipula telah lama kita tak menghasilkan lagi desain pesawat buatan rancangan sepenuhnya milik anak negeri. 

Sudah menjadi rahasia umum bahwa kemunculan N-219 akan menjadikan pembuktian bahwa para perancang PT. Dirgantara Indonesia bukan sekedar “tukang pasang skrup” seperti tudingan kawan-kawan negeri jiran, lucunya baru bisa menelorkan wahana terbang tanpa awak saja sudah sesumbar seperti itu, padahal Indonesia 15 tahun lalu sudah menerbangkan pesawat penumpang pertama di Asia Tenggara yang merupakan buatan dalam negeri. 

Lain N-219, lain pula Helikopter serang Gendiwa, kemunculan model dari helikopter ini saja sudah mengguncang kawasan, apalagi bila sudah tercipta, tak ada yang meragukan kemampuan indonesia untuk menciptakan pesawat rotari wing ini, memang beberapa tahun ini PT. Dirgantara Indonesia sudah disibukan dengan berbagai pesanan helikopter oleh masing-masing angkatan dan kepolisian, namun seperti yang sudah diketahuipula sudah lama kita tidak memodernisasi heli serang yang kita miliki, memang sejauah ini  kita memiliki NBO-105 namun sesuai perkembangan zaman ia harus pula digantikan suatu saat nanti, selebihnya kebanyakan yang ita miliki adalah jenis berupa heli serbu, walau sama-sama memperkuat pertahanan negera, heli serang dan heli serbu walau serupa tapi jelas tak sama.

Rencana pemerintah yang mungkin terkendala mendatangkan Super Cobra sejatinya bisa menjadi berkah bagi industri penerbangan dalam negeri untuk mewujudkan rancang bangun Gendiwa, heli serang versi tandem itu, kita bisa melihat dengan jelas bagaimana industri penerbangan negara sahabat yang berani mewujudkan kemandirian terhadap desain helikopter serang asli miliknya seperti Shahed 285-AH buatan industri penerbangan milik Iran yang telah berdikari dibidang helikopter serang, patut menjadi contoh bagi demi mewujudkan kemandirian industri pertahanan dalam negeri.

Diluar itu, Indonesia patut bangga bahwa ayah dan anak, BJ. Habibie dan Ilham Habibie kembali memperkuat desain N-250 yang digagalkan secara politik oleh IMF, tekad Ilham Habibie untuk “membangunkan” kembali saudaranya, N-250 yang juga lahir dari buah cinta Habibie-Ainun jelas memberikan warna baru yang akan menggebrak industri rancang bangun dirgantara nasional, N-250 yang akan berubah wujud menjadi R-80 harus didukung oleh banyak pihak termasuk pemerintah dan PT-DI yang akan menjadi mitra strategis mewujudkan ambisi anak bangsa itu.

Dibidang pertahanan  darat kita masih harus mewujudkan kepemilikan panser dalam negeri baik untuk Infantri mekanis maupun untuk kavaleri, tak banyak negera yang mampu mewujudkan hal tersebut, negeri ini beruntung menjadi salah satunya. Kita memang sudah menghasilkan panser anoa yang sampai hari ini terus berevolusi untuk menjadi panser kelas atas, pun demikian kita masih memiliki pekerjaan rumah berupa panser Anoa Canon 20 dan 90 mm yang masih terus diburu untuk diwujudkan, kita masih harus mengawalnya bukan hanya pada desain tapi juga produksi masalnya sehingga kemampuan untuk memodernisasi kavaleri dimasa depan agar menjadi kekuatan darat yang disegani bukanlah isapan jempol belaka.

Dari sini saja kita masih punya tugas, tak ada waktu berleha-leha apalagi bersilang pendapat, baik pemerintah maupun parleman harus memberikan ruang penuh bagi para perancang dan industri pertahanan dalam negeri, ingat TNI kuat rakyat tidur nyeyak, Industri pertahanan yang kuat TNI makin gagah perkasa. Jadi masihkah kita terlena dengan penundaan KFX?.  (zee)

Thursday, March 21, 2013

Operasi Tameng Petir 2013, Kemunculan Hawk yang pertama dilangit Bulungan


(Operasi Tameng Petir, kemunculan pertama Hawk dilangit Bulungan)

Bulan Februari 2013 lalu memang punya arti tersendiri buat saya, sudah lama sekali saya merindukan keberadaan elang-elang angkasa yang menghias langit Bulungan seperti kedatangan satu fligh Sukhoi 27/30 beberapa tahun lalu, kemunculan 3 buah pesawat tempur dilangit Bulungan dihari itu itu mengobati rasa rindu yang membekas dalam didalam hati.

Sempat dikira pesawat musuh.

Seingat saya siang itu secara kebetulan mampir dikios kecil dipinggir jalan untuk mengisi dahaga Scoopy hitam klasik milik saya, tiba-tiba gemuruh membahana dilangit Bulungan, suasana terang tanah jelas sekali kami melihat 3 buah pesawat jet dengan camo abu-abu kebiruan ditempa cahya matahari siang melintas diatas bubungan rumah, seketika itu rasa gembira menyusup dalam hati saya, aha! Akhirnya saya bisa melepas rasa rindu melihat  pesawat-pesawat tempur tersebut, sayang karena begitu cepat melintas, tak sempat saya abadikan dalam bidikan experia yang biasa menemani saya menangkap moment-moment penting seperti itu.

Kemunculan Hawk sendiri sempat menimbulkan kekagetan, terlambatnya berita yang memunculkan operasi Tameng Petir 2013 itu sendiri, sempat menimbulkan perbincangan hangat, rupanya yang melintas, 3 dari 5 Hawk diatas langit Bulungan -pada Minggu siang 10 Februari 2013- berkomposisi Hawk 200 di depan dan dua Hawk 100 mengekor dibelakangnya pada siang nan terik, saya sendiri sempat terkecoh karena selintas jet tempur Hawk 200 yang lancip paruhnya itu terlihat ramping menyerupai F-5 Tiger dalam kilatan mata, apalagi dengan terik matahari siang itu, ekor pesawat tak terlalu ditanggap mata karena cepatnya elang-elang itu bermanuver, belum lagi dilakukan pada minggu siang dan hanya berputar-putar dari kurang lebih 1 atau 2 kali saja sebelum menghilang dari pandangan mata.

Wajar saja pencarian dimedia online tak menemukan kabar kedatangan F-5 Tiger yang datang ke Lanud Tarakan dihari itu langsung memicu kekhawatiran, jika bukan berasal dari Madiun, lalu dari mana? Apakah ada kebocoran terhadap kinerja radar di Nunukan dan Tarakan, kekhawatiran bila terjadi penyusupan pesawat musuh memang langsung merebak.

Saya sendiri kemudian mencoba mengontak beberapa kawan di Tarakan untuk mencari tau, apakah terjadi kebocoran atas kinerja radar, atau ada sesuatu yang lain tengah terjadi siang itu, syukurlah kontak di Tarakan mengatakan itu adalah jet tempur Hawk yang baru datang dari sarangnya di Supadio, Pontianak menuju Tarakan untuk misi penjagaan perbatasan dalam operasi Temeng Petir dibulan kedua kelender masehi itu. 

Rasa aman dan tenang membekas seketika, artinya perbatasan masih aman, kinerja radar terpantau dan tentu saja kemunculan Hawk menambah kebanggaan tersendiri penduduk diperbatasan Kalimantan Utara dan Sabah ini, barulah esok kami bisa membaca dengan terang dan jelas berita Kedatangan elang-elang katulistiwa itu melalui media cetak lokal.     

Operasi Tameng Petir, Hawk full Armament.

Yang istimewa dalam operasi perbatasan di bulan dua almanak tahun 2013 tersebut, misi pertahanan udara ini menjadi yang pertama digelar tahun ini aktif dilaksanakan, tak seperti operasi yang dilakukan oleh satu fligh Sukhoi beberapa tahun lalu, kali ini jet tempur yang digunakan lebih banyak dan full armament. Live ammo berjejer penuh, diikuti 2 unit rudal AIM-9 P4 Sidewinder dan 2 unit rudal Maverick AGM-65G tersusun rapi dibadan pesawat.

Dari jumlah keseluruhan petugas yang dilibatkan dalam opersi yang resmi dibuka pada Senin 11 Februari 2013 tersebut, tak kurang 65 personil Skadron Udara 1 dan Brigan Polisi Militer ikut terlibat dalam operasi pertahanan udara yang di pimpin langsung oleh Komandan Skadron Udara 1 Letkol Pnb Radar Suharsono. 

Adapun penunggang yang sedia selalu dikokpit pesawat adalah Lettu Pnb Habibie di TT 0234, Letkol Pnb Radar Suharsono dan Lettu Pnb Ari Nugroho Widodo di atas TL 0112, Kapten Pnb M. Syaifuddin yang menunggangi TT 0231, dan Mayor Pnb Agung yang mengawaki TT 0223, serta Lettu Pnb Andreas yang stan by di TT 0221.

Tak tanggung-tanggung untuk rombongan ground crew dan peralatan pendukung latihan dianggkut oleh pesawat Herkules A-1321 dari Skadron Udara 31 Lanud Halim Perdana Kusuma yang dipiloti oleh Mayor Pnb Beny.

Operasi pertahanan udara kali ini memang cukup istimewa, mengapa tidak? feling TNI AU rupanya tak meleset, bahwa kemungkinan terjadi sesuatu yang tak dinginkan diujung semenanjung Kalimantan itu memang benar adanya, tak lama setelah tameng petir di gelar, Sabah akhirnya pecah membara dilanda konflik pada bulan tiga almanak tahun masehi, ini membuktikan bahwa hal-hal yang diremehkan mungkin saja tak pernah terpikirkan oleh jiran disebelah bisa saja terjadi, namun yang lebih penting kesiapsiagaan dalam operasi tameng petir ini membuktikan bahwa TNI AU patut dibanggakan menjadi garda terdepan pertahanan bangsa bersama keseluruhan kompenan pertahanan negara. (zee)
    

Friday, March 15, 2013

Analisis: Konflik Sabah, siapa yang diuntungkan?


(AB Malaysia, terperangkap dalam permainan politik tingkat tinggi)

Beberapa saat lalu kami diperbatasan dikejutkan oleh sebuah aksi heroik namun sia-sia oleh segelintir pengikut Sultan Sulu saat melakukan penyusupan ke Sabah, heroik karena ini mengulangi lagi konflik kolosal memperebutkan wilayah atas klaim sejarah sepotong wilayah borneo utara itu, Sia-sia karena yang dihadapi adalah negara yang tak akan mengalah untuk memberikan kembali sabah pada mereka.

Banyak pengamat yang mengatakan kejadian di Sabah sebenarnya adalah bentuk kegagalan dari intelejen negeri jiran tersebut untuk mengendus kedatangan penceroboh diwilayah mereka padahal kejadian seperti ini bukan hal baru, namun pertanyaan yang menarik bagi saya benarkah selugu itu dinas Intelejen yang menjadi rival bagi BIN itu? Benarkah kejadian ini adalah hanya menyisakan petaka bagi pemerintah malaysia?, benarkah tak ada arus besar sebuah permainan tingkat tinggi yang dimainkan disana?

Sekali tepuk lalat dan nyamok mati!

Rasanya terlalu naif bila kita menganggap apa yang terjadi pada konflik antara Malaysia dan Kesultanan Sulu versi keluarga Kiram hanyalah sebuah kejadian yang kebetulan nan sederhana, ijinkan saya sebagai orang perbatasan untuk melihat sisi lain yang mungkin tak terlalu kita pikirkan.

Sejatinya malaysia sudah memiliki masalah di sepotong wilayah paling timur malaysia yang kaya itu, cadangan gas, minyak, kayu dan sawit menjanjikan kemakmuran melimpah, namun nyatanya yang kembali ke Sabah tak sebesar yang itu, inilah yang menjadi masalah klasik di Sabah ketidaksukaan pada kerajaan tumbuh seiring waktu, ini bukan tak disadari oleh pemerintah Malaysia, laman-laman yang berhubungan dengan aspirasi rakyat sabah tentang keinginan menentukan nasib sendiri pelan tapi pasti mulai diberendel, selain itu gencarnya seruan slogan 1 Malaysia di Sabahpun bukan tak ada maksud, ingat Sabah secara kultural berbeda dengan semenanjung, pengkotak-kotakan ketuanan di Semanjung begitu kuat membelit rakyatnya, di Sabah tak seperti itu, terbukanya masyarakat yang lebih moderat menyisakan kritik dan rasa tak puas kalangan muda tentang sisitem yang berlaku dimana para bangsawan memenang hak istimewa dan rakyat jelata harus mematuhinya.

Pertemuan dan interaksi antar generasi muda ditapal batas Indonesia dan malaysia juga memberikan andil yang tak sedikit, ide-ide tentang demokrasi dan tak adanya hak istimewa akan golongan tertentu yang dilegalkan atas nama undang-undang cukup dirindukan oleh mereka.

Masalah lain yang juga membuat pusing pemerintah pusat adalah banyaknya pendatang dari Filipina selatan yang menetap di malaysia timur itu, orang Sulu atau Tausug sudah lama mendambakan negeri yang bebas dari cengkraman dan konflik jelas memilih Sabah yang luas itu untuk beranak pinak, orang Sulu yang menetap di malaysia juga menikmati kemewahan berupa sekolah yang berikan pada generasi mereka, pemikiran akan kembali pada sejarah kejayaan masa lalu membangkitkan keinginan menjadikan sabah sebagai tanah yang dijanjikan atas dasar sejarah, inilah yang sejatinya dikhawatirkan oleh pemerintah malaysia namun mereka tak bisa berbuat banyak.

Bila kita membuka kilas balik terhadap apa yang pernah dilakukan ahli propoganda Inggris Norman Reddaway memuluskan jalan bagi pemerintahan orde baru dikemudian hari dan operasi militer malaysia atas sabah yang dikenal dengan Operasi Daulat memiliki kemiripan yang sama, apa yang sama?, keduanya berjalan menunggangi arus yang terjadi dan menunggu moment tepat atas kesalahan yang dilakukan oleh rivalnya. 

Pencerobohan sabah yang dilakukan oleh pasukan sulu sudah pasti dihancurkan oleh militer malaysia sebagaimana upaya kudeta yang gagal oleh pasukan gerakan 30 September yang juga dengan cepat dihancurkan oleh TNI AD, pendiri orde baru itu tau bagaimana gerakan terjadi pada malam itu dan mengatasinya dengan tepat kurang dari 24 jam, pun demikian malaysia yang terkesan sengaja berlama-lama membiarkan para penyusup itu memasuki sabah. Apa yang diinginkan adalah sesuatu yang lebih besar dibaliknya. 

Dari awalpun pemerintah malaysia sudah tau pasti kebuntuan dalam perundingan itu, maka perundingan hanyalah “bahasa politik” untuk menambah jumlah serdadu serta mempersiapkan pembantaian yang “terpuji” bagi pengganas Sulu itu. Bukankah cara-cara yang sama pernah digunakan oleh Kolonial Belanda di Indonesia dulu. Dari sini kita bisa melihat penyusupan sabah yang dikatakan “petaka” oleh media jiran tersebut, nyatanya menjadi “berkah” yang tak terhingga bagi sebuah rencana besar yang ambisius.

Boleh saja PM Najid menepis tuduhan bahwa ada permainan “drama” disabah dengan mengatakan bahwa tak ada “pelakon” yang sanggup mempersembahkan dirinya untuk drama tersebut, namun Perdana Menteri orang politik bukan tak tau bahwa untuk mewujudkan ambisi besar kekuasaan pemerintah pusat di Sabah, pengorbanan yang dilakukan sepadan dengan hasilnya, harus ada “Wira” yang menjadi ikon untuk membangkit efek domino yang mengerikan, seperti politisasi atas gugurnya para jendral di masa 65, gugurnya para “Wira” ini juga dipolitisasi dengan hebat untuk menumbuhkan kegaduhan yang menguntungkan Barisan Nasional pada pemilu mendatang. 

Apa yang terjadi indonesia mengakibatkan banyaknya aksi perusakan dimasa 65, maka efek yang sama sejatinya juga dinginkan oleh segelintir para petinggi negeri jiran itu, yang pertama adalah bentuk intimidasi secara tak langsung pada rival politik dan masyarakat Sabah itu sendiri, banyaknya militer yang ditempatkan disabah yang konon katanya hingga 10 batalion itu menciptakan kesan angker menunjukan pada pribumi Sabah untuk tidak main-main dengan Putra Jaya, stabilnya sabah berarti stabilnya pemasukan devisa ke pemerintah pusat, karena satu hari saja ladang-ladang minyak dan kebun sawit itu terganggu, tak sedikit kerugian materil yang terjadi, lagi pula jelas sekali parusahaan-perusahaan barat yang menguras minyak sabah lebih senang mengatur perjanjian dengan pemerintah pusat ketimbang dengan wakil-wakil rakyat sabah yang mungkin saja dikemudian hari merugikan mereka. Cara-cara lama yang tak terlalu asing sebenarnya.

Efek kedua yang paling mengerikan sebenarnya adalah upaya sitematis untuk “mengurangi” jumlah orang-orang keturunan Sulu alias Tausug di Sabah, mengobarkan kebencian rakyat dan memanas-manasi angkatan bersenjata adalah cara efektif untuk melakukan pembersihan orang sulu di sabah, sebab bagaimanapun orang sulu yang memilki akar sejarah di Sabah, dan akar itu harus dicabut dan dibersihan dengan berbagai cara, bila tak bisa dengan cara baik, cara kasarpun jadi. 

Tak percaya? Lihat gelombang laporan yang masuk ke Filipina pasca Operasi Daulat, banyak orang-orang Sulu yang mengalami kekerasan fisik dan kejiwaan, bahkan orang yang tak ada hubungkait dengan pasukan sulupun, iklim media massa di malaysia menjadi “sahabat” yang manis untuk mewujudkan pembersihan sitematis tersebut, contohnya adalah pembunuhan terhadap imam keturunan sulu yang menjadi pemicu meluasnya kemarahan keturunan Sulu di Sabah, adakah media mewartakannya, pun demikian terhadap penembakan remaja keturunan sulu serta penangkapan orang-orang yang diduga informan sulu, tak tanggung-tanggung yang diwartakan media hanya 33 orang, itu belum termasuk yang tak disampaikan media, belum lagi tekanan yang dilakukan Angkatan Bersenjata bagi jurnalis asing agar menggunakan istilah Pengganas, teroris dan bukan kata “pejuang” bagi pasukan Sulu di Sabah, muaranyapun sudah jelas yaitu membangkitkan efek kemarahan publik sehingga makin “bersihlah” tangan para politikus dinegeri itu terkait konflik sulu. Lagipula tindakan ini legal di malaysia karena mereka punya undang-undang keamanan (ISA) yang membolehkan dan mewajarkan hal tersebut.

Lagi-lagi aktivis HAM barat tak bersuara ketika pemboman yang dilakukan lewat udara dan artileri darat menghujam segelintir orang yang bertahan itu, jelas sekali ada kesan pembersihan yang kuat terasa, diamnya dunia dan penggiat HAM makin memperjelas apa yang terjadi dinegara itu dan siapa yang mendukung kebijakan-kebijakan tersebut.

Drama masih terus saja terjadi di Sabah dan nampaknya kita sudah bisa melihat babak akhirnya, yang jelas cengkraman Putra Jaya  akan semakin kuat dan tak terbantahkan di Sabah, pesan yang disampaikan malaysia juga cukup kuat untuk menggertak Indonesia dengan melakukan penambahan jumlah pasukan di tapal batas, apapun resiko yang terjadi dimasa depan, kita harus bersiap, akankah menjadi pelakon utama yang bahagia sentosa atau menjadi korban permainan licik yang tak mengenal batas kemanusiaan itu.  (zee)