Haji
Muhammad Saleh Busma, begitulah nama beliau, selama era
konfrontasi beliau terlibat sejumlah raid ke Serawak, menariknya beliau
juga
pernah bertemu Pak Beny Moerdani saat kunjungan beliau ke Long Bawan.
Beliau menjabat sebagai Ketua Macab LVRI di Malinau dengan NPV: 16.007.160.
Demikianlah kisah H. Muhammad Saleh Busma yang akan kita simak dalam tulisan
ini.
Bertemu komandan
Batalyon RPKAD, Mayor Beny Moerdani di Long Bawan.
Saya tahu tentang Kalimantan Utara dan berjuang untuk
kemerdekaannya. Sekitar awal tahun 1963 ketika saudara sepupu saya Umar SHR
yang bekerja sebagai pencari Buaya, datang dari Brunei berjalan kaki lewat
Krayan membawa kurang lebih sekitar 40 orang. Dalam rombongan tersebut ada
orang Melayu ada juga orang Dayak.
Nama anggota rombongan yang masih saya ingat adalah Umar SHR
sepupu saya, kemudian ada Gusma Kayat dan Hasan Ahmad (mereka adalah pencari
buaya asal Malinau), Sulaiman Timbang, Usman Timbang, Yusuf, Bahar, Badar,
Abdul Karim (Kawin di Tarakan dan kembali ke Brunei), Ranggao (orang Iban) Ilan
(orang Lundayeh) dan Ahmad Zaini (yang paling tua dari rombongan), yang
kemudian satu penjara dengan saya di Serawak.
Rombongan itu kemudian menginap dirumah Sulaiman Pegawai
Penerangan dan Pesanggerahan milik pemerintah di Malinau. Kedatangan mereka diketahui
oleh aparat setempat termasuk Koramil Letnan Subuh dan Kapolsek yang bertugas
saat itu. Rombongan tersebut membawa orang dollar dan emas untuk cadangan biaya
hidup.
Beberapa anggota rombongan dibawa oleh Umar SHR ke kodim di Tanjung Selor dan ke Panglima Kodam IX Mulawarman di Balikpapan.
Dalam tahun 1963 itu juga datang ke Malinau satu pleton
Brimob, kemudian diganti dengan satu kompi tentara dari Batalyon 509/Brawijaya.
Pada bulan September 1963 saya mendaftarkan diri menjadi
sukarelawan yang termasuk dalam pasukan pramuka “S” bergabung dengan
kawan-kawan lainnya seperti Umar SHR, Gusma Kayat, hasan Ahmad, Muhammad Yatim,
Arsyad Kayat, M. Arsyad Raden, Abdul Rahman, Husin Hanafiah, Saelan, Bakar
Aman, Nurdin Yakub, Jafaruddin. Itulah nama yang masih saya ingat. Pasukan
Pramuka berjumlah 70 orang. Kami dilatih oleh Lettu Abdul Latief, Serma Jamal
dan anggota Kompi Yon 509. Latihan selama satu bulan didesa Pulau Sapi, tidak
jauh dari kota Malinau. Setahu saya selain pasukan Pramuka “S” (Singkatan dari
Sesayap), ada lagi Pramuka “M” (asal Menado), Pramuka “T” (asal Tidung) dan
Pramuka “DC” (asal Djawa-Kenyah).
Pada tahun 1964 pasukan pramuka S menyusup ke daerah musuh (desa Long Pesia), masuk dari arah desa
Long Tapadang Krayan. Akibat kurang pengalaman pasukan kami berkemah dilembah
dan pasukan musuh menyerang kami dari arah bukit. Dalam serangan itu telah
gugur sepuluh anggota pasukan yaitu: Sukri, Berahim, Nurlin, Hermansyah,
Mohammad, Abdul Kadir, Umar, Husin, Aik (Melayu) dan Jumarat (asal Brunei)
Setelah peristiwa itu pasukan ditarik sebentar ke Malinau dan
setelah beristirahat 3 hari diberangkatkan lagi ke perbatasan Krayan. Pasukan
sebanyak 70 orang (2 pleton) dibawah komando Sersal Jamal dan Umar SHR. Pos
perbatasan tersebut diserang Inggris dan dua orang kawan saya gugur yaitu Isman
dan seorang lagi yang saya lupa namanya. Jenasah keduanya sudah dipindahkan ke
Balikpapan.
Pasukan kami pernah menyusup ke daerah Long Pesia, setelah
diserang musuh yang lebih kuat, pasukan kami terpencar-pencar, tiga orang
lumpuh dan tertawan yaitu, Lahake, Hanafiah dan ishak. Saya sepuluh hari baru
tembus ke Long Tepedang, sedangkan kawan-kawan saya ada yang satu bulan baru
tembus. Dari Long Tepedang jalan kaki dua hari tembus ke Long Bawan (ibu kota
kecamatan Krayan).
Bulan Mei 1964 dengan pesawat Hercules di Long Bawan di drop
satu kompi pasukan RPKAD dengan komandan Kapten Alex Setiabudi. Komandan
Bataliyon RPKAD Mayor Beny Moerdani pernah datang menggunakan helicopter selama
2 minggu di Long Bawan. Setahu saya pada masa terakhir beliau berpangkat
Jendral dan pernah menjadi panglima ABRI. Pasukan Pramuka berjumlah 200 orang
di gabungkan dengan kompi RPKAD yang baru datang, termasuk juga anggota polisi
dan angkatan laut. Setelah penggabungan itu terbentuklah sebanyak 6 team yakni:
Team ke-1) dibawah komando Peltu
Mustakim, saya tergabung dengan pasukan ini, kemudian Team ke-2) Yang
dipimpin oleh Serma Jajuk, setelah
itu berturut-turut pasukan tergabung dalam team ke-3) Dibawah kendali Serka Sumantri, pasukan ke-4) Dibawah
komando Serka Slaman, pasukan ke-5)
dipimpin Serka Sukarjo, dan terakhir
pasukan ke-6) dipimpin oleh Capa Nono.
Penggabungan selama setahun, dan 6 team itu telah melakukan
tugas yang sangat baik dalam hal menyerang dan mengganggu pasukan Inggris. Selama
setahun itu saya merasa semakin terlatih, senjata Bren yang saya pegang yang
semula terasa berat, menjadi semakin ringan dan mudah menggunakannya. Yang
banyak merugikan pasukan kita adalah senjata canon Inggris.
Kemudian diadakan penggantian pasukan dan saya ikut pasukan
bertugas di Malinau selama satu bulan, kemudian saya ikut pendidikan lagi di
Balikpapan selama dua bulan, dijadikan Sukawan Bantuan Tempur Yon Jatayu 8
Kaltim dengan komandan Kapten Hamid. Kompi “A” dengan Komandan Serma Sombi dan
Kompi ‘B” dengan Komandan Letda Yudan Ringan dari Polisi dan Kompi “C” dengan
komandan Letda Lia Long dari Brimob.
Awal tahun 1966 Kompi “A” Yon Jatayu 8 dimana saya termasuk
bagian dari pasukan tersebut, dikirim ke Long Bawan lewat Tarakan. Di Long
Bawan dari Kompi “A’ dibentuk team Kalajengking dengan anggota 50 orang untuk
diadakan penyusupan ke daerah Gunung Pagun Brunei. Komandan team Sersan Mayor
Sombi, dengan anggota team antara lain Ibrahim, Habibie, Suroso, Sugeng
(semuanya berasal dari TNI AD), lainnya adalah sukarelawan termasuk beberao
orang asal Brunei. Setiap anggota team membawa uang 1.500 ringgit, bekal
makanan untuk 2 minggu dan peluru dalam jumlah banyak.
Perjalanan panjang menyebabkan kami kehabisan makanan dan
walaupun memiliki sejumlah uang, sangat kecil kemungkinan untuk berhubungan
dengan penduduk dan berisko tinggi. Dalam selebaran tentara musuh yang
ditebarkan lewat helicopter, mereka menyatakan bahwa beberapa batalyon telah
mengepung pasukan kami, nyatanya pasukan kami memang terkepung. Walaupun
pasukan sudah dipecah menjadi regu-regu yang diperkuat dengan senjata mesin
ringan (Brend) dan Laouncer, tetapi ketiadaan makanan juga, yang menyebabkan
kami bergerak lambat dan mudah diikuti oleh musuh yang bergerak cepat dengan
helicopter. Jika dihitung-hitung waktunya, ada sebulan lamanya kami bergerak
tanpa makanan. Makanan darurat yang diperoleh dari hutan sekitar dengan cara
menembak satwa sangat terbatas sekali, hal itu bisa memancing kedatangan musuh
yang sudah mengepung pasukan kami dengan sangat ketat.
Kawan-kawan kami satu pasukan yang gugur selama raid ada
beberapa orang diantaranya Naun, Hamzah Latuba, Harun Rasyid dan Idris. Seorang
kawan saya bernama Site gugur dalam perjalanan dalam keadaan lemah, ia
meninggal setelah memakan roti yang didapatkan dari logistic musuh yang
tercecer. Dalam masa raid sekitar lima puluh hari itu, saya yakin pasukan kami
banyak menewaskan dan melukai pasukan musuh.
Pasukan kami yang telah ditangkap di daerah Long Semadu,
dibawa ke Brunei, Labuan dan terakhir di kamp tawanan di serawak. Disana
seorang lagi kawan saya bernama Gatum, gugur dipenjara musuh setelah melewati
siksaan yang sangat berat.
Tanggal 1967 setalah perdamaian dengan Malaysia, saya
termasuk rombongan tawanan yang dikembalikan ke Indonesia lewat Jakarta.
Alhamdulillah saya masih hidup dan sehat sampai saat ini dan
dipercaya oleh kawan-kawan seperjuangan untuk memimpin Markas Cabang Legiun
Veteran Republik Indonesia.
Daftar Pustaka.
Sumber:
Api Membara di Kaltara, Legiun Veteran Markas Cabang Bulungan, Tarakan,
Malinau dan Nunukan bekerja sama dengan Yayasan Ot Danum Balikpapan,
Kaltim, th. 2007. Hal. 53-57.
Pak Zarkasyi,saya putra asli Kaltara sangat suka membaca tulisan bapak, maaf,apakah ini semua sudah dibukukan ? Info ini sangat penting bagi kita sbg putra daerah Kaltara khususnya dan Indonesia umumnya
ReplyDelete