Rani Singar Banging, Veteran yang memiliki NPV 16.007.312 lahir di Buduk Tumu
Kecamatan Krayan nunukan pada 15
Desember 1932, Sebelum pecah konfrontasi, pria yang saat ini menjabat sebagai
Kepala Desa Adat Krayan, dulunya sempat mengenyam pendidikan Sekolah Theologia
Pertama di Serawak. sejarah kemudian mencatat panggilan ibu pertiwilah yang
kemudian membawanya terjun ke palagan Dwikora sebagai pasukan Sukarelawan. Berikut
penuturan beliau semasa era konfrontasi.
Bersiap memasuki
palagan Konfrontasi.
Setelah menyelesaikan Sekolah Theologia Pertama (STP) di
Buduk Aru, Serawak, Malaysia Timur tahun 1963, saya mendengar tokoh Kalimantan
Utara Azahari hendak memerdekakan Serawak dan Brunei dari koloni Inggris. Pada
masa itu Limbang (Serawak) yang berbatasan dengan Brunei, rakyat berperang
melawan pasukan Inggris. Residen Inggris sempat ditawan oleh pemberontak, akan
tetapi Inggris mengerahkan kekuatan tentaranya untuk memadamkan pemberontakan
tersebut.
Banyak pemberontak yang dibunuh dan ditangkap, sebagian dari
mereka adalah orang-orang yang satu suku dengan saya.
Sebelum pemberontakan terjadi, saya sudah mengetahui bahwa
para pemberontak tersebut telah dilatih kemiliteran di Balikpapan. Para
pemberontak tersebut yang sebagian besar penduduk asli Serawak dan Brunei,
melewati perbatasan di Krayan (melewati kampung saya, Buduk Tumu), selama tahun
1961 – 1962, dalam beberapa gelombang antara 5 -10 orang, memasuki wilayah
Indonesia, turun kearah Malinau dan dibawa ke Balikpapan untuk berlatih
Militer.
Tahun 1963, saya menjadi Sukarelawan Dwikora bersama para pemuda Krayan dari desa-desa, kemudian dilatih
kemiliteran di Long Bawan, Ibu kota Kecamatan Krayan. Angkatan saya berjumlah
sekitar 300 orang dilatih kemiliteran OPR, Pelatihan Baris-berbaris (PBB),
bongkar pasang senjata dan menembak. Senjata panjang yang digunakan adalah Le
(Lee Enfield) dan Garand. Latihan militer tersebut berlangsung selama 3 (tiga)
bulan dan diasramakan di rumah, sekolah, asrama polisi, kantor kecamatan dan
lain-lain.
Para pelatih adalah anggota tentara dari Batalyon 609/AD yang
datang berturut-turut dari Malinau. Menjelang akhir latihan, tentara dari
Batalyon 609/AD dan para pejuang asal Serawak dan Brunei yang sudah dilatih,
sekitar 200 orang. Berkumpul di Long Bawan. Mereka menggunakan Badge Tentara
Nasional Kalimantan Utara (TNKU), yang gambarnya sama dengan bendera serawak
yang dipakai sekarang.
Pendidikan singkat
Intelejen di masa Konfrontasi.
Setelah dilatih dan diadakan penjaringan mencari orang yang
punya hubungan keluarga dengan penduduk Serawak, Brunei dan Sabah. Kebetulan
ayah saya bernama Benging asal Serawak. Istri pertama saya yang bernama yuyun
juga berasal dari Serawak. Akhirnya saya terpilih menjadi anggota intelejen yang
dilatih oleh tentara di Long Nawang.
Mereka yang dilatih sebanyak 10 orang antara lain, Kaya,
Pudun, Peru, Nyarun, Martin dan yang lainnya saya lupa karena tidak satu desa
dengan saya. Dalam latihan tersebut, saya berhasil lulus terlebih dahulu,
karena kemampuan saya dapat membaca peta, yaitu bisa mengenal letak sungai,
gunung dan kampung dipeta.
Saya ditugaskan menyusup ke daerah Serawak berkali-kali dan
mudah bergerak didaerah itu karena kesamaan suku dan bahasa. Saya berusaha
menjelaskan dasar-dasar perjuangan dan mencetak kader-kader atau agen
perjuangan. Saat menjalankan tugas menyusup, saya tidak membawa bekal makanan
dan uang, bahkan tanpa senjata. Saat itu dukungan masyarakat Krayan terhadap
pasukan sukarelawan sangat besar, mereka membantu dengan segala kemampuan dan
menyediakan bahan makanan yang ada pada mereka.
Pada saat itu, masyarakat Krayan sangat kekurangan sandang,
banyak yang menggunakan pakaian dari kulit kayu, pakaian yang terbuat dari kain
hanya digunakan saat mereka akan ke gereja saja.
Tahun 1964, keadaan semakin memanas, pasukan Inggris terdiri
dari orang asli Inggris, Gurkha dan Australia merapat keperbatasan. Pasukan ini
dibantu oleh pasukan pribumi, yang terdiri dari pemuda yang disebut Scoud. Para
pemuda pribumi ini sudah dilatih kemiliteran, diberi senjata otomatis, dengan
pakaian dan perlengkapan komplit serta diberi gaji sebesar 200 pounsterling per
bulan.
Saya mengerti dan paham sekali keadaan tentara tersebut,
karena tugas saya sebagai penyusup adalah bersembunyi saat siang hari sambil
mengamati, dan berusaha mendekatai daerah lawan saat malam hari.
Saat tugas penyusupan, jika melewatijalan dapat ditempuh
selama 3 jam, jika melewati hutan dan gunung bisa menghabiskan waktu sampai 1
hari.
Taktik Menipu Pasukan
Inggris di perbatasan.
Suatu ketika saat saya bertugas untuk menempelkan
foto-foto Presiden Soekarno, Dr. Azahari dan Kepala Adat Long Nawang berdua
bersama Sukarno, tiba-tiba pasukan Gurkha datang dan mengepung. Dengan cepat
saya membuang gambar-gambar terlarang yang saya gulung di dalam bamboo tersebut
ke sungai. Dengan kaki dirantai, saya dibawa ke Limbang (kota Kabupaten di
Serawak), dan saya diserahkan di Markas Tentara disana. Saudara sepupu saya
yang bernama Sigar, juga ditangkap terlebih dahulu.
Sebelum di interogasi saya dimasukan ke sel tahanan selama
kurang lebih 1 jam, kemudian saya dibawa ke ruangan dingin untuk di interogasi.
saya di Interogasi oleh seorang perwira Inggris dan dibantu oleh seorang Scoud
sebagai penerjemah. Karena sudah terlatih bagaimana cara bertindak dan
berbicara saat tertangkap pihak lawan. Ketika ditanya kenapa saya menyusup ke
Serawak, saya menjawab bahwa saya sudah tidak tahan lagi bekerja sebagai OPR
yang bergaji rendah dan hidup susah.
Rupanya jawaban tersebut sangat disukai oleh pihak lawan,
semakin mereka mencecar saya dengan banyak pertanyaan seperti tentang jumlah
pasukan dan senjata yang dipakai oleh para Sukarelawan. Saya menjawab semua
pertanyaan itu dengan lancar dan itu membantu proses pemeriksaan saya. Saya
tidak dikurung di dalam sel tahanan, tetapi tidur dirumah sepupu saya, Sigar.
Pulang ataupun pergi ke markas lawan selalu berdua dengan Sigar. Saya dibujuk
agar mau bergabung menjadi Scoud, dan saya akan diberi pangkat Kopral
menggantikan posisi sepupu saya, karena Sigar telah diangkat menjadi Sersan,
dan ditawarkan gaji sebesar 250 pounsterling perbulan.
Saya menolak tawaran tersebut, dengan alasan bahwa istri saya
masih tinggal diperbatasan Inonesia. Saya berjanji akan menerima tawaran
tersebut, setelah saya dijinkan untuk menjemput anak dan istri saya, dan
akhirnya permintaan saya diterima. Dengan pesawat kecil saya diantar ke desa
perbatasan Long Langai, tempat mertua saya tinggal. Dari rumah mertua, saya
masuk keperbatasan Indonesia pada malam hari, dan sampai di Long Bawan esok
paginya. Saya segera bergegas melapor ke pos tentara dan saya mendapat sambutan
hangat dari Kapten Saleh dan kawan-kawan seperjuangan, karena mereka mengira
saya sudah tewas di tangan Inggris.
Setelah kejadian itu Inggris merasa di bohongi, dan mereka mulai menembaki daerah perbatasan dengan canon dalam beberapa serangan, bersyukur tidak ada korban jiwa. Pesawat tempur Inggris juga terbang melintasi Krayan, tapi mereka tidak mengeluarkan tembakan. Kemudian saya dan Kayah ditugaskan kembali untuk menyusup ke Bakalalan untuk mengetahui jenis senjata canon yang dipakai oleh tentara Inggris. Berdasarkan keterangan yang kami dapatkan dari penduduk Bakalalan, kami bisa mengetahui jenis senjata tersebut.
Informasipun kami sampaikan ke markas, kemudian tentara dan
sukarelawan dari malinau membawa membawa Mortir – 12 ke Long Bawan, untuk
menandingi senjata musuh. Tahun 1964 pasukan Yon 609 digantikan oleh pasukan
Brawijaya, dan ada juga pasukan dari RPKAD (Kopassus). Perwira yang saya kenal
karena ada hubungan kedinasan adalah Kapten Saleh (AD) dan Kapten Alex (RPKAD).
Saya menggunakan senjata Garand ketika bertugas di Long
Medang. Teman-teman seperjuangan saya antara lain Pudun dan Tapin (sekarang
menetap di Malaysia), mereka terkenal sebagai jagoan dalam pertempuran, karena
banyak membunuh musuh. Ada juga Peru Rawut (skarang sudah meninggal) dan Pudun
Palung, bersama dia saya sering menyusup ke daerah musuh. Kemudian Kayah yang
sampai serang masih hidup di Long Medang, Meru Lalung (sudah meninggal) dan
Sorang (sudah meninggal) dan mendapat TUVET.
Pertempuran Selama 11 Jam
di Long Medang.
Tahun 1965 saya masih bertugas di Pos Long Medang, namun
kegiatan penyusup ke daerah lawan sudah berkurang. Pada suatu hari, jam 6 pagi
dan dalam keadaan situasi kabut kemarau yang masih pekat, tentara Inggris dan
Gurkha dengan kekuatan sekitar 50 orang menyerang pos Long Medang. Kekuatan pasukan kita sekitar
300 orang, dengan Komandan Pos Lettu Mansur. Ketika dipos 1 menaikan bendera,
penggerek bendera ditembak oleh tentara Inggris. Tiga pos hancur, tapi sudah
dikosongkan terlebih dahulu.
Tembak menembak berjarak sekitar 300 m. Sukarelawan membalas
dengan senjata anti serangan udara dan mortir 5. Tembak menembak berlangsung
dari jam 6 pagi sampai 4 sore. Esok harinya kami memeriksa medan pertempuran,
banyak bekas darah musuh dan bekas ban pesawat heli. Korban dipihak kita 2
orang tentara terluka berat kena mortir dan dibawa ke Long Bawan. Satu orang
penduduk terluka.
Setelah serangan besar itu, masih sering terjadi
tembak-menembak secara sporadik, sebagai perang urat syaraf. Bila ada serangan,
penduduk dari 7 desa sekitar 100 orang, berkumpul di rumah saya dan berlindung
pada lubang-lubang perlindungan yang sudah ada. Tidak pernah ada tembakan canon
atau mortir yang menyasar ke sana.
Awal tahun 1966 masih ada gerakan penyusupan pasukan yang
dipimpin oleh Kapten Sombi, yang bertujuan sampai ke daerah Brunei. Pasukan itu
tertangkap di daerah Serawak, dan setahu saya seorang sukwan bernama Gatum
telah gugur. Setelah ada perdamaian dengan pihak Malaysia dan pasukan
sukarelawan dibubarkan oleh Komandan Tentara. Saya bersama Kayah, Pusun, dan
Peru diminta ke Balikpapan untuk bergabung menjadi anggota TNI-AD. Tetapi
akibat perjalan terlalu jauh ke Malinau dan dilarang orang tua melewati sungai
yang banyak jeramnya, rencana ke Balikpapan pun akhirnya di batalkan.
Dari tahun 1971 s/d 1986 saya dipilih oleh masyarakat menjadi
Kepala Desa Buduk Tumu. Saya mendapat penghargaan sebagai anggota Veteran
Pembela Kemerdekaan RI. pada tahun 2007 dan menerima Tunjangan Veteran (Tuvet)
mulai Juli 2007.
Menjelang penutupan uraian sejarah perjuangan ini, diusia
senja mendekati 75 tahun, saya sebagai anak Dayak Lundayeh Kecamatan Krayan dan
sebagai umat Kristen, saya berdoa semoga perdamaian selalu menyelimuti daerah
Krayan, bumi Kalimantan dan seluruh Indonesia yang kita cintai. Saya dan
teman-teman seperjuangan sudah mengiringi kehidupan anak cucu putra putri
Indonesia tercinta.
Catatan Redaksi.
Menurut penuturan Rani Sigar Benging dan H. Saleh Busma,
serta wawancara redaksi dengan penduduk setempat yang memang mengetahui,
menyatakan bahwa memang pernah bertugas beberapa Kompi-kompi dari Batalyon
seperti 509, 517 dan 518 dari Kodam Brawijaya Jawa Timur. Kompi – kompi
tersebut silih berganti diperkuat dengan pasukan sukarelawan.
Daftar Pustaka.
Sumber: Api Membara di Kaltara, Legiun Veteran Markas Cabang
Kota Tarakan bekerja sama dengan Yayasan Ot Danum Kaltim, th. 2011. Hal.
96-102.
No comments:
Post a Comment