Saturday, August 17, 2019

Kisah Sukwan Dwikora : Rani Sigar Benging, Intelejen Brilian dari Pedalaman Kalimantan.



Rani Singar Banging, Veteran yang memiliki NPV 16.007.312 lahir di Buduk Tumu Kecamatan Krayan  nunukan pada 15 Desember 1932, Sebelum pecah konfrontasi, pria yang saat ini menjabat sebagai Kepala Desa Adat Krayan, dulunya sempat mengenyam pendidikan Sekolah Theologia Pertama di Serawak. sejarah kemudian mencatat panggilan ibu pertiwilah yang kemudian membawanya terjun ke palagan Dwikora sebagai pasukan Sukarelawan. Berikut penuturan beliau semasa era konfrontasi.

Bersiap memasuki palagan Konfrontasi.

Setelah menyelesaikan Sekolah Theologia Pertama (STP) di Buduk Aru, Serawak, Malaysia Timur tahun 1963, saya mendengar tokoh Kalimantan Utara Azahari hendak memerdekakan Serawak dan Brunei dari koloni Inggris. Pada masa itu Limbang (Serawak) yang berbatasan dengan Brunei, rakyat berperang melawan pasukan Inggris. Residen Inggris sempat ditawan oleh pemberontak, akan tetapi Inggris mengerahkan kekuatan tentaranya untuk memadamkan pemberontakan tersebut.

Banyak pemberontak yang dibunuh dan ditangkap, sebagian dari mereka adalah orang-orang yang satu suku dengan saya.

Sebelum pemberontakan terjadi, saya sudah mengetahui bahwa para pemberontak tersebut telah dilatih kemiliteran di Balikpapan. Para pemberontak tersebut yang sebagian besar penduduk asli Serawak dan Brunei, melewati perbatasan di Krayan (melewati kampung saya, Buduk Tumu), selama tahun 1961 – 1962, dalam beberapa gelombang antara 5 -10 orang, memasuki wilayah Indonesia, turun kearah Malinau dan dibawa ke Balikpapan untuk berlatih Militer.

Tahun 1963, saya menjadi Sukarelawan Dwikora bersama para pemuda  Krayan dari desa-desa, kemudian dilatih kemiliteran di Long Bawan, Ibu kota Kecamatan Krayan. Angkatan saya berjumlah sekitar 300 orang dilatih kemiliteran OPR, Pelatihan Baris-berbaris (PBB), bongkar pasang senjata dan menembak. Senjata panjang yang digunakan adalah Le (Lee Enfield) dan Garand. Latihan militer tersebut berlangsung selama 3 (tiga) bulan dan diasramakan di rumah, sekolah, asrama polisi, kantor kecamatan dan lain-lain.

Para pelatih adalah anggota tentara dari Batalyon 609/AD yang datang berturut-turut dari Malinau. Menjelang akhir latihan, tentara dari Batalyon 609/AD dan para pejuang asal Serawak dan Brunei yang sudah dilatih, sekitar 200 orang. Berkumpul di Long Bawan. Mereka menggunakan Badge Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU), yang gambarnya sama dengan bendera serawak yang dipakai sekarang.

Pendidikan singkat Intelejen di masa Konfrontasi.

Setelah dilatih dan diadakan penjaringan mencari orang yang punya hubungan keluarga dengan penduduk Serawak, Brunei dan Sabah. Kebetulan ayah saya bernama Benging asal Serawak. Istri pertama saya yang bernama yuyun juga berasal dari Serawak. Akhirnya saya  terpilih menjadi anggota intelejen yang dilatih oleh tentara di Long Nawang.

Mereka yang dilatih sebanyak 10 orang antara lain, Kaya, Pudun, Peru, Nyarun, Martin dan yang lainnya saya lupa karena tidak satu desa dengan saya. Dalam latihan tersebut, saya berhasil lulus terlebih dahulu, karena kemampuan saya dapat membaca peta, yaitu bisa mengenal letak sungai, gunung dan kampung dipeta.

Saya ditugaskan menyusup ke daerah Serawak berkali-kali dan mudah bergerak didaerah itu karena kesamaan suku dan bahasa. Saya berusaha menjelaskan dasar-dasar perjuangan dan mencetak kader-kader atau agen perjuangan. Saat menjalankan tugas menyusup, saya tidak membawa bekal makanan dan uang, bahkan tanpa senjata. Saat itu dukungan masyarakat Krayan terhadap pasukan sukarelawan sangat besar, mereka membantu dengan segala kemampuan dan menyediakan bahan makanan yang ada pada mereka.

Pada saat itu, masyarakat Krayan sangat kekurangan sandang, banyak yang menggunakan pakaian dari kulit kayu, pakaian yang terbuat dari kain hanya digunakan saat mereka akan ke gereja saja.

Tahun 1964, keadaan semakin memanas, pasukan Inggris terdiri dari orang asli Inggris, Gurkha dan Australia merapat keperbatasan. Pasukan ini dibantu oleh pasukan pribumi, yang terdiri dari pemuda yang disebut Scoud. Para pemuda pribumi ini sudah dilatih kemiliteran, diberi senjata otomatis, dengan pakaian dan perlengkapan komplit serta diberi gaji sebesar 200 pounsterling per bulan.

Saya mengerti dan paham sekali keadaan tentara tersebut, karena tugas saya sebagai penyusup adalah bersembunyi saat siang hari sambil mengamati, dan berusaha mendekatai daerah lawan saat malam hari.

Saat tugas penyusupan, jika melewatijalan dapat ditempuh selama 3 jam, jika melewati hutan dan gunung bisa menghabiskan waktu sampai 1 hari.

Taktik Menipu Pasukan Inggris di perbatasan.

Suatu ketika saat saya bertugas untuk menempelkan foto-foto  Presiden Soekarno, Dr.  Azahari dan Kepala Adat Long Nawang berdua bersama Sukarno, tiba-tiba pasukan Gurkha datang dan mengepung. Dengan cepat saya membuang gambar-gambar terlarang yang saya gulung di dalam bamboo tersebut ke sungai. Dengan kaki dirantai, saya dibawa ke Limbang (kota Kabupaten di Serawak), dan saya diserahkan di Markas Tentara disana. Saudara sepupu saya yang bernama Sigar, juga ditangkap terlebih dahulu.

Sebelum di interogasi saya dimasukan ke sel tahanan selama kurang lebih 1 jam, kemudian saya dibawa ke ruangan dingin untuk di interogasi. saya di Interogasi oleh seorang perwira Inggris dan dibantu oleh seorang Scoud sebagai penerjemah. Karena sudah terlatih bagaimana cara bertindak dan berbicara saat tertangkap pihak lawan. Ketika ditanya kenapa saya menyusup ke Serawak, saya menjawab bahwa saya sudah tidak tahan lagi bekerja sebagai OPR yang bergaji rendah dan hidup susah.

Rupanya jawaban tersebut sangat disukai oleh pihak lawan, semakin mereka mencecar saya dengan banyak pertanyaan seperti tentang jumlah pasukan dan senjata yang dipakai oleh para Sukarelawan. Saya menjawab semua pertanyaan itu dengan lancar dan itu membantu proses pemeriksaan saya. Saya tidak dikurung di dalam sel tahanan, tetapi tidur dirumah sepupu saya, Sigar. Pulang ataupun pergi ke markas lawan selalu berdua dengan Sigar. Saya dibujuk agar mau bergabung menjadi Scoud, dan saya akan diberi pangkat Kopral menggantikan posisi sepupu saya, karena Sigar telah diangkat menjadi Sersan, dan ditawarkan gaji sebesar 250 pounsterling perbulan.

Saya menolak tawaran tersebut, dengan alasan bahwa istri saya masih tinggal diperbatasan Inonesia. Saya berjanji akan menerima tawaran tersebut, setelah saya dijinkan untuk menjemput anak dan istri saya, dan akhirnya permintaan saya diterima. Dengan pesawat kecil saya diantar ke desa perbatasan Long Langai, tempat mertua saya tinggal. Dari rumah mertua, saya masuk keperbatasan Indonesia pada malam hari, dan sampai di Long Bawan esok paginya. Saya segera bergegas melapor ke pos tentara dan saya mendapat sambutan hangat dari Kapten Saleh dan kawan-kawan seperjuangan, karena mereka mengira saya sudah tewas di tangan Inggris.


Setelah kejadian itu Inggris merasa di bohongi, dan mereka mulai menembaki daerah perbatasan dengan canon dalam beberapa serangan, bersyukur tidak ada korban jiwa. Pesawat tempur Inggris juga terbang melintasi Krayan, tapi mereka tidak mengeluarkan tembakan. Kemudian saya dan Kayah ditugaskan kembali untuk menyusup ke Bakalalan untuk mengetahui jenis senjata canon yang dipakai oleh tentara Inggris. Berdasarkan keterangan yang kami dapatkan dari penduduk Bakalalan, kami bisa mengetahui jenis senjata tersebut.

Informasipun kami sampaikan ke markas, kemudian tentara dan sukarelawan dari malinau membawa membawa Mortir – 12 ke Long Bawan, untuk menandingi senjata musuh. Tahun 1964 pasukan Yon 609 digantikan oleh pasukan Brawijaya, dan ada juga pasukan dari RPKAD (Kopassus). Perwira yang saya kenal karena ada hubungan kedinasan adalah Kapten Saleh (AD) dan Kapten Alex (RPKAD). 

Saya menggunakan senjata Garand ketika bertugas di Long Medang. Teman-teman seperjuangan saya antara lain Pudun dan Tapin (sekarang menetap di Malaysia), mereka terkenal sebagai jagoan dalam pertempuran, karena banyak membunuh musuh. Ada juga Peru Rawut (skarang sudah meninggal) dan Pudun Palung, bersama dia saya sering menyusup ke daerah musuh. Kemudian Kayah yang sampai serang masih hidup di Long Medang, Meru Lalung (sudah meninggal) dan Sorang (sudah meninggal) dan mendapat TUVET.

Pertempuran Selama 11 Jam di Long Medang.

Tahun 1965 saya masih bertugas di Pos Long Medang, namun kegiatan penyusup ke daerah lawan sudah berkurang. Pada suatu hari, jam 6 pagi dan dalam keadaan situasi kabut kemarau yang masih pekat, tentara Inggris dan Gurkha dengan kekuatan sekitar 50 orang menyerang pos  Long Medang. Kekuatan pasukan kita sekitar 300 orang, dengan Komandan Pos Lettu Mansur. Ketika dipos 1 menaikan bendera, penggerek bendera ditembak oleh tentara Inggris. Tiga pos hancur, tapi sudah dikosongkan terlebih dahulu.

Tembak menembak berjarak sekitar 300 m. Sukarelawan membalas dengan senjata anti serangan udara dan mortir 5. Tembak menembak berlangsung dari jam 6 pagi sampai 4 sore. Esok harinya kami memeriksa medan pertempuran, banyak bekas darah musuh dan bekas ban pesawat heli. Korban dipihak kita 2 orang tentara terluka berat kena mortir dan dibawa ke Long Bawan. Satu orang penduduk terluka.

Setelah serangan besar itu, masih sering terjadi tembak-menembak secara sporadik, sebagai perang urat syaraf. Bila ada serangan, penduduk dari 7 desa sekitar 100 orang, berkumpul di rumah saya dan berlindung pada lubang-lubang perlindungan yang sudah ada. Tidak pernah ada tembakan canon atau mortir yang menyasar ke sana.

Awal tahun 1966 masih ada gerakan penyusupan pasukan yang dipimpin oleh Kapten Sombi, yang bertujuan sampai ke daerah Brunei. Pasukan itu tertangkap di daerah Serawak, dan setahu saya seorang sukwan bernama Gatum telah gugur. Setelah ada perdamaian dengan pihak Malaysia dan pasukan sukarelawan dibubarkan oleh Komandan Tentara. Saya bersama Kayah, Pusun, dan Peru diminta ke Balikpapan untuk bergabung menjadi anggota TNI-AD. Tetapi akibat perjalan terlalu jauh ke Malinau dan dilarang orang tua melewati sungai yang banyak jeramnya, rencana ke Balikpapan pun akhirnya di batalkan.

Dari tahun 1971 s/d 1986 saya dipilih oleh masyarakat menjadi Kepala Desa Buduk Tumu. Saya mendapat penghargaan sebagai anggota Veteran Pembela Kemerdekaan RI. pada tahun 2007 dan menerima Tunjangan Veteran (Tuvet) mulai Juli 2007.

Menjelang penutupan uraian sejarah perjuangan ini, diusia senja mendekati 75 tahun, saya sebagai anak Dayak Lundayeh Kecamatan Krayan dan sebagai umat Kristen, saya berdoa semoga perdamaian selalu menyelimuti daerah Krayan, bumi Kalimantan dan seluruh Indonesia yang kita cintai. Saya dan teman-teman seperjuangan sudah mengiringi kehidupan anak cucu putra putri Indonesia tercinta.

Catatan Redaksi.
Menurut penuturan Rani Sigar Benging dan H. Saleh Busma, serta wawancara redaksi dengan penduduk setempat yang memang mengetahui, menyatakan bahwa memang pernah bertugas beberapa Kompi-kompi dari Batalyon seperti 509, 517 dan 518 dari Kodam Brawijaya Jawa Timur. Kompi – kompi tersebut silih berganti diperkuat dengan pasukan sukarelawan.

Daftar Pustaka. 
Sumber: Api Membara di Kaltara, Legiun Veteran Markas Cabang Kota Tarakan bekerja sama dengan Yayasan Ot Danum Kaltim, th. 2011. Hal. 96-102.

No comments:

Post a Comment