Sejarah mengenai peristiwa Kalabakan merupakan bagian dari
sejarah modern yang mewarnai hubungan panjang antara Indonesia dan Malaysia
dalam episode Dwikora. Kisah mengenai peristiwa tersebut menariknya dituturkan
dengan versi yang berbeda-beda dari kedua belah pihak.
Tansa Bin Sule, merupakan salah satu dari anggota pasukan
sukarelawan yang melakukan operasi penyusupan ke Kalabakan. Lahir di Enrekang-
Sulawesi Selatan pada tahun 1938, ia tidak pernah mengenyam pendidikan sekolah
dan berprofesi sebagai pedagang kecil-kecilan.
Dari pernikahan beliau dengan istrinya
-Cinta, yang telah meninggal-, beliau dikaruniai 8 orang anak dan semuanya
sudah berkeluarga. Saat ini beliau bermukim di Jl. Rimba Rt 05 Nunukan dan
tercatat sebagai veteran NPV :
16.007.147 Markas Cabang LVRI Kabupaten Nunukan.
Wawancara yang dilakukan terhadap Tansa bin Sule dilakukan di
kantor Macab LVRI Nunukan, agak
terkendala karena factor umur dan daya ingat yang mulai menurun. Teman-teman
veteran yang lain merekomendasikan bahwa dialah salah satu pelaku peristiwa
Kalabakan yang masih hidup. Tansa menjawab pertanyaan redaksi dengan singkat,
namun kami meyakini beliau menjawab dengan jujur dan apa adanya. Beliau adalah
sosok yang dapat meyakinkan pada kita bahwa kepahlawanan itu bukanlah milik
satu kalangan saja.
Uniknya dalam peristiwa Kalabakan tak banyak kisah sejarah
mengenai peran para Sukawan di kisahkan. Maka dalam tulisan sederhana ini, penulis
merangkum kesaksian tersebut.
Tansa Bin Sule,
menyambung nyawa diperbatasan Indonesia – Malaysia.
Pada tahun 1957, saya datang ke Nunukan dari kota Enrekang
Sulawesi Selatan. Bekerja sebagai tukang gesek kayu, kemudian mendaftar sebagai
sukarelawan kepada Kapten Sumardi dari KKO/ TNI AL. Berlatih kemiliteran selama
3 bulan. Saya bergabung dengan Pleton yang dipimpin oleh Sersan Sarbani.
Teman-teman yang masih saya ingat adalah Endre, Hurairah, Hasan, Muslimin,
tohari, Omar AH (Semuanya sudah meninggal), Karman, Rasyid dan kadir. Selain
itu saya sudah tidak ingat lagi.
Akhir tahun 1964, peleton kami memasuki wilayah kalabakan
(Sabah). Pada malam hari diwaktu terang bulan pasukan kami melakukan
penyerangan terhadap tangsi tentara dan pos polisi Malaysia yang didukung pasukan
Inggris. Saya merayap bersama teman-teman melalui parit dan mendekati tangsi
tentara. Pasukan kami dibantu 2 orang Dayak penduduk setempat sebagai penunjuk
arah.
Tak lama kemudian kami melakukan serangan gencar
berturut-turut dari jarak dekat hingga 7 kali. Saat itu saya menggunakan
senjata Stengun dengan 4 Magazin peluru. Namun senjata tersebut sering macet
karena panas dan sempat memerah karena membara. Saya mengatasinya dengan
menggunakan handuk yang telah direndam air.
Saya tidak bisa menghitung berapa musuh yang terbunuh, tetapi
pasukan kami sempat membawa 7 pucuk Stengun, 1 pucuk Bren Lop putih dan 1 pucuk
pistol. Senjata-senjata ini diamankan dari tentara yang terbunuh atau luka
berat. Setelah menyerang kami mundur masuk kehutan, tak lama kemudian musuh
mulai mengetahui tempat persembunyian kami. Mereka mulai mengepung dan menekan
kami dengan kekuatan yang besar. Pasukan kami terpencar, dan selanjutnya tidak
tahu lagi apa yang terjadi dengan pasukan itu. Yang saya tahu bahwa komandan
saya Sersan Sarbani gugur di Tanjung Kayu Mat, di sebatik perbatasan Malaysia.
Dalam upaya menghindari musuh, saya berteman dengan Kadir, tetapi Kadir
kemudian tertangkap di Sungai Serudung Kelayan.
Setelah serangan ke Kalabakan itu, ada dua bulan lamanya saya
berusaha lepas dari penangkapan tentara Inggris, tidak ada bekal makanan selain
dari memakan buah hutan langsat yang jarang saya temui. Waktu terakhir kadir
tertangkap di Sungai Serundung, saya melompat ke laut, dengan menaiki batang
kayu hanyut sampai ke pos Pasukan Sukwan di Klayan. Karena pos dalam keadaan
kosong, saya terus naik rakit kayu selama tiga hari sampai di Kelong Nunukan.
Saya hanya makan buah nipah untuk bertahan hidup. Di Kelong diselamatkan oleh
kapal motor dan selanjutnya saya tertolong.
Tiga bulan lamanya saya menjalani pengobatan di Mess Angkatan
Laut di Tarakan, terutama untuk mengobati sakit bagian perut. Setelah sembuh
saya ikut latihan militer lagi selama tiga bulan, ditempatkan di Asrama Markoni
Tarakan. Saya memegang senjata otomatis SOR (Senapan Otomatis Ringan) buatan
Belgia. Pasukan kami dipecah dalam pleton-pleton dan ditempatkan di pos depan
Naputih dan Sebuku. Dalam tugas-tugas patrol yang saya ikuti sering terjadi
kontak senjata dengan pasukan Inggris. Bila saya perhatikan pasukan Inggris
terdiri dari orang Inggris asli, Gurkha dan Hiban. Saya juga lama bertugas di
pos Kompi di Tambalang.
Sewaktu pembubaran pasukan sukarelawan, saya berada di Kamp.
Tanah Merah. Demikianlah hal-hal yang masih saya ingat dan saya bersyukur
kepada Allah bahwa saya masih hidup dalam lindungan-Nya.
Catatan.
Sedikit catatan dari penulis, insiden Kalabakan sendiri
sampai hari ini masih memuat beragam versi, dipihak Malaysia ada yang
menyebutkan peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1963 dan 1966, sedangkan dipihak
Indonesia (versi KKO / Marinir dari
buku: Kisah Kompi X di Rimba Siglayan Kalimantan Timur) kurang lebih sama
yaitu terjadi pada tahun 1963.
Hal ini menjadi menarik ketika Tansa Bin Sule mengatakan ada
operasi militer yang dilakukan oleh Sukwan pada tahun 1964 di Kalabakan, apakah beliau keliru
menyebutkan tahun serangan ke Kalabakan tersebut yang seharusnya terjadi tahun
1963, atau memang terjadi pada tahun tersebut sesuai ingatan beliau? saya
kurang tahu persis.
Namun walau begitu kuat dugaan penulis bahwa beliau hanya
salah menyebut tahun serangan tersebut dikarenakan faktor umur dan berkuranya
kemampuan ingatan semata. Bila merujuk
catatan lain pada buku tersebut, misalnya keterangan yang kemukakan oleh Sanga Frans Lamahoda, sukwan yang juga
berstatus sebagai veteran Dwikora yang juga bermukin di Nunukan ini sempat
menjabat sebagai mantan Ketua Markas Cabang Legiun Veteran Republik Indonesia
di Nunukan dengan NPV : 16.007.306,
menyatakan bahwa : Pada akhir tahun 1963 ia bergabung dalam pasukan Pramuka
W.II dibawah komando Kopral KKO Sukibat berkekuatan 35 orang untuk melakukan misi
penyusupan ke daerah musuh. Pasukan tersebut akhirnya berangkat menuju
kalabakan pada 10 Desember 1963. Dalam pasukan tersebut terdapat 4 orang yang
berasal dari KKO/ TNI AL menggunakan senjata SOR (Senapan Otomatis Ringan),
sedangkan para sukarelawan memakai Le (Lee Enfield) dan Stengun. Pasukan
tersebut bertolak melalui rute Tarakan – Nunukan – Sebuku dan tiba di Siglayan,
lalu meneruskan perjalanan ke Kalabakan. Frans menyatakan ketika pasukannya
tiba Kalabakan, tentara gabungan Malaysia, Inggris, Gurka dan Australia telah
bersiaga penuh, “Pleton kami tiba
diderah Kalaban, dalam keadaan musuh siaga penuh dengan kekuatan besar. Karena
sekitar tiga hari sebelumnya, pasukan sukarelawan yang terdahulu telah
menyerang tangsi tentara dan polisi”. Hal inilah yang nampaknya menyebabkan
rekan-rekan sesama veteran menyebutkan bahwa Tansa Bin Sule adalah salah satu
pelaku peristiwa Kalabakan pertama dari pihak sukwan yang masih hidup.
Satu hal lain yang juga menarik bahwa Tansa Bin Sule
menyebutkan dalam informasi tersebut, Komandan Pasukannya Sersan Sarbani
meninggal di Tanjung Kayu Mat Sebatik. selain itu, kesaksian para veteran itu
juga dengan jelas mengatakan bahwa rival mereka di Kalabakan bukan hanya
tentara Malaysia (Melayu) namun juga pasukan Inggris.
Daftar Pustaka.
Sumber: Api Membara di Kaltara, Legiun Veteran Markas Cabang
Bulungan, Tarakan, Malinau dan Nunukan bekerja sama dengan Yayasan Ot Danum
Balikpapan, Kaltim, th. 2007. Hal. 67 – 69.
No comments:
Post a Comment